Prolog

933 61 1
                                    

Malam yang seharusnya cocok untuk tidur nyenyak setelah pulang dari pekerjaan itu nyatanya hanya menjadi angan setelah sang Ibu menelpon dirinya beberapa menit lalu. Perkenalkan, namanya adalah Gavriel Ervanthe, anak bungsu dari keluarga terkaya pemiliki GVR Corporate yang bergerak dibidang IT. Tampan, kaya, dan calon penerus tunggal karena sang kakak lebih memilih membangun industri musiknya sendiri. Seharusnya ia bahagia, menjadi incaran para wanita dan berpacaran dengan salah satu model terkenal Aleah Leight. Sayangnya kebahagiaan itu pudar ketika sang ibu mengatakan jika ia akan menikah dengan gadis yang duduk dihadapannya.

Seakan dihantam batu meteor dari planet Cybertron, sosok yang akrab dipanggil Vantae itu hanya diam melihat gadis yang kini menunduk tak berani menatapnya. Ia akui gadis itu cantik, manis, juga imut, jelas banyak pemuda yang mau bersanding dengannya. Namun bukan karena itu atensinya terletak, melainkan kenyataan jika ibu dan ayahnya menjodohkan dia dengan gadis cacat yang duduk di kursi roda. Jelas ia sudah mengenalkan Aleah pada kedua orang tuanya, melakukan perjodohan disaat mereka sudah kenal pada kekasihnya itu termasuk pengkhianatan.

"Vantae, kau tidak mau berkomentar?" Tanya sang ibu padanya.

Vantae hanya diam, masih terpaku menatap gadis didepannya dingin. "Kau serius menjodohkanku dengannya, Bu?. Apa Aleah kurang sempurna hingga kau menjodohkanku dengannya?" Ia berucap dingin, tak mengalihkan pandangannya sama sekali.

"Jaga bicaramu anak muda" Sahut sosok disamping si gadis, sudah jelas jika itu adalah kakaknya. "Tak ada yang pernah menghina adikku sebelumnya nyonya, tapi putramu yang nampaknya berpendidikan ini perlu diajari tata krama" Lanjutnya.

"Maafkan putraku, nak Arash. Tapi dia sudah setuju saat kami membicarakan hal ini"

"Sungguh bu? Kau bahkan tak bercerita apapun padaku" Sahut Vantae.

"Van, ikut denganku sebentar."

Vantae hanya diam menatap sang kakak sebelum akhirnya berdiri dan berjalan menjauh mengikuti sosok yang lebih tua darinya. Hingga keduanya sampai di taman belakang, Rayan berhenti menatapnya. "Aku tahu ini mengejutkan, tapi perusahaan pusat tengah dilanda masalah. Arash Nelson adalah satu-satunya orang yang mau membantu ayah, dengan syarat kau menikahi adiknya" Jelas Rayan cepat.

"Ada masalah di perusahaan pusat dan aku tidak tahu?" Tanya Vantae dengan senyum kecewanya. "Kak, kau memilih membangun industti musik dan tak peduli soal perusahaan! Ayah menjadikanku penerus tunggal, tapi disaat ada masalah terjadi, kau yang dia hubungi lebih dulu!? Apa lagi yang aku tidak tahu selain perusaan bangkrut dan dijodohkan dengan gadis cacat? Apa dia juga bisu!?"

"Aku tau kau marah dan kecewa Van, tapi sungguh kami tidak mau membuatmu terbebani. Kau sudah cukup lelah menghandle beberapa anak perusahaan sendirian" Balas Rayan. "Kau hanya perlu menikahinya, sudah itu saja" Lanjutnya.

Jika Vantae bisa, ia ingin sekali memukul wajah Rayan saat ini juga. Seandainya ia menikahi Aleah lebih cepat, hal ini tak akan terjadi. Ia tarik ucapannya mengenai semua orang mau bersanding dengan gadis cacat itu, nyatanya ia sendiri tidak mau. "Aku ingin berbicara dengan gadis itu berdua" Ucapnya final. Dilihatnya Rayan mengangguk, berjalan masuk kedalam rumah dan mengatakan apa yang ia inginkan.

Tak perlu menunggu lama, sosok Arash Nelson datang sembari mendorong kursi roda sang adik. Masih menatap tajam dirinya seperti tadi. Ia mengambil alih kurai roda si gadis, menunggu hingga sosok bernama Arash itu pergi dan masuk kedalam rumah. Vantae berhenti ketika sampai di kursi taman, memilih duduk dan membiarkan gadis itu mengunci kursi rodanya agar tak bergerak.

"Maafkan aku"

Vantae diam, ia baru ingin mengatakan sesuatu hingga gadis itu memulainya lebih dulu. Jujur saja, gadis disampingnya ini tidak seburuk itu. "Gavriel Ervanthe, kau bisa memanggilku Vantae" Balasnya memperkenalkan diri.

"Ah, namaku Arabelle Nelson. Aku terbiasa dipanggil Belle" Gadis itu menjawab, tak lupa senyum tipis juga nampak di bibirnya.

"Aku akan berbicara langsung pada intinya, Belle. Apa kau yang meminta perjodohan ini?" Tanyanya. Melihat gadis itu menggeleng, sudah jelas jika ibu dan ayahnya menawarkan ia sebagai ganti bantuan yang diberikan Arash. Vantae jelas sadar seberapa gila kedua orang tuanya jika sudah menyangkut uang dan perusahaan.

"Aku bisa menolak perjodohan dan menyuruh kakakku untuk tetap memberikan bantuan di perusahaan"

"Kakakmu tidak akan mau memberikan sesuatu jika tak ada jaminan. Ini akan menjadi penawaranku, Belle. Kita akan menikah, hanya dalam waktu satu tahun." Jelas Vantae singkat. Melihat Belle yang terdiam syok menatapnya, ia tahu jika gadis itu mungkin tak akan setuju. "Aku punya kekasih yang sudah kuberikan janji, jika bukan karena perjodohan bodoh ini aku sudah pasti merencanakan pernikahanku dengannya. 1 tahun dan aku akan menceraikanmu. Jika kau tidak mau, aku tidak masalah. Aku bisa mencari bantuan dari orang lain-"

"Tidak masalah" Sahut Belle yang membuat Vantae terkejut. "Satu tahun waktu yang cukup bagiku."

❃.✮:▹I Know Its You◃:✮.❃

Di dalam mobil Arash, Belle hanya diam menatap jendela. Berusaha setengah mati menghindari percakapan dengan sang kakak yang pasti akan membunuh Vantae jika tahu tentang pernikahannya nanti. Ia tahu Arash menyayanginya, namun terkadang hal itu membuatnya tersiksa. Arash memilih tidak ingin menikah dan menjaganya, bahkan berencana memberikan perusahaan pada anaknya.

"Kenapa kau bersikeras ingin menikah dengannya Belle? Kau mempersulit pekerjaanku" Seru Arash masih fokus pada jalanan didepannya.

"Kakak jelas tahu alasannya kan?. Aku mencintainya" Belle menjawab. Katakan ia bodoh karena cinta, meminta Arash untuk membantu GVR Corporate agar dirinya bisa menikah dengan Gavriel Ervanthe.

"Kau tahu kalau aku sudah malas berurusan dengan mereka sejak saat itu, Belle. Jangan siksa dirimu sendiri hanya karena cinta yang sudah lama dia lupakan."

Belle hanya tersenyum tipis mendengar ucapan sang kakak. Pada dasarnya ia memang suka menyiksa perasaannya sendiri. "Aku akan belajar berjalan setelah sampai dirumah" Jawabnya mengalihkan pembicaraan.

"Pernikahanmu diadakan di malam tahun baru, pesta akan melelahkan Belle. Aku tidak mau kau memaksakan diri" Lagi, Arash melarangnya.

"Aku tidak mau mempermalukan Vantae kak"

"Aku sudah bilang jangan menyiksa diri. Aku sudah setuju membantumu menikah dengannya, sekarang turuti perintahku"

"Aku akan bertanya pada dokter Jarvin" Balasnya final. "Jika dokter tidak masalah aku berdiri, aku akan berdiri" Lanjutnya. Ia tahu kalau dirinya terlalu keras kepala, tapi Arash tak pernah memperbolehkan ia berjalan. Meskipun dokter pribadinya menyarankan agar ia sering-sering berlatih, Arash tetap menyuruhnya untuk duduk manis di kursi roda. "Hanya kali ini kak, biarkan aku bahagia dengan pilihanku"

"Kapan aku tidak menuruti pilihan, permintaan, dan ke egoisan mu itu!?" Sahut Arash.

"Lagipula ini hidupku kakakku sayang, aku akan baik-baik saja. Percaya padaku dan berhenti marah, kerutan di keningmu semakin panjang" Belle tersenyum, tak lupa ia mencubit pipi kakaknya pelan. Setiap kali ia bertingkah lucu, Arash tak akan bisa kembali marah padanya. Itu salah satu alasan kenapa ia sangat menyayangi sang kakak. "Boleh aku berlatih berjalan saat sampai di rumah? Aku akan membiarkan kau membantuku." Lanjutnya.

Arash hanya menghela napas panjang, permintaan adiknya itu sudah seperti titah ratu. Yang bisa ia lakukan hanya mengangguk pasrah dan menuruti ucapan Arabelle.

---To Be Continued---

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang