26. Twenty-six

157 19 0
                                    

"Kak apa maksudmu?" Tanya Vantae syok. Saat ini pemuda itu tengah berada di singgasana perusahaannya. Tentu saja dengan Rayan yang berada di sofa empuk didepan sana.

"Ya memang begitu, tapi karena kecelakaan itu kau lupa dengan segalanya" balas Rayan santai. "Jika Christian dan Justin mengenal gadis itu, berarti kau juga mengenalnya" lanjut Rayan.

"Apa aku dekat dengan Belle?" Tanya Vantae.

Rayan hanya menggeleng pelan. Belle sengaja menyuruhnya untuk menceritakan kalau mereka kenal sebelum Vantae kecelakaan, bukan tentang hubungan keduanya. Bahkan Rayan sendiri bingung dengan maksud adik iparnya itu. Namun mendengar penjelasan dari Christian kalau Belle hanya tak mau Vantae mengingat terlalu keras mengenai ingatannya. Setidaknya pemuda itu tak terlalu penasaran dengan Belle yang terkadang muncul dalam sekelebat ingatan Vantae.

"Tidak terlalu. Lalu bagaimana dengan otakmu?" Tanya Rayan.

"Ya, baik-baik saja. Hanya saja ketika teringat sesuatu seringkali sosok yang kulihat selalu buram. Tapi terkadang istriku yang imut itu muncul" kekeh Vantae. "Aku tak sabar ingin pulang dan menemuinya" lanjutnya.

Ia sangat senang kalau mereka ternyata dulu saling kenal. Hanya saja ia sedikit kesal karena istrinya selalu saja merahasiakan hal itu. "Apa kebetulan kau juga mengenal gadis bernama Nellie?" Tanya Vantae.

Melihat wajah malas Rayan, ia menunggu jawaban.

"Kau pikir aku pengawal pribadimu!? Tentu saja mana aku tahu tentang hal itu bodoh!" Ketus Rayan. "Pulang sana dan jaga adik ipar ku, kalau ada masalah dengannya Arash tak akan segan mencabut nyawamu" lanjutnya mengusir Vantae.

Melihat sang adik yang tersenyum lebar dan berterima kasih atas ijin pulang yang diberikan, ia menghela napas pasrah. Perusahaan akan diberikan pada Vantae, mengingat dirinya yang lebih memilih membangun usaha sendiri. Namun melihat sifat kekanakan Vantae membuatnya tak yakin.

Di sisi lain, Belle yang menjadi bahan pembicaraan hanya duduk dengan Sushi, anjing baru yang diadopsi oleh Vantae untuk menemaninya. "Kau anjing tapi tidak bisa berenang! Kau juga anjing jantan tapi kenapa dekat sekali dengan suamiku! Kau bukan anjing gay kan!?" Ketus Belle menatap Sushi dibawahnya.

Sedangkan anjing yang sudah sah sebagai anak angkat pertama mereka hanya menatap Belle dengan mata bulatnya. Mungkin ia berpikir apa yang dimaksud oleh wanita didepannya ini. Belle makin kesal ketika Sushi menggonggong sekali dan berlari meninggalkannya.

"Vantae pasti sudah pulang" balasnya. Selama seminggu Sushi datang, anjing itu selalu lebih dulu menyambut suaminya melebihi dirinya sendiri. "Ku jadikan soup anjing itu kalau aku mengidam" ketusnya lagi.

Belle memilih membaca buku novel yang ada ditangannya sembari mencelupkan kakinya kedalam kolam renang. Tak terkejut kala suaminya itu memeluknya dari belakang.

"Uuuh sayangku ini tak pernah memberitahuku kalau kita dulu saling kenal" serunya. Yakin saja kalau Rayan sudah melakukan apa yang disuruh nya melalui Christian.

"Untuk apa? Tidak penting juga, kita kan tidak seakrab itu. Lagipula dulu aku akrab dengan Christian dan Justin" balasnya santai.

"Kenapa aku tidak akrab denganmu?" Tanya Vantae.

"Kau sibuk dengan Nellie Nellie itu" ketusnya.

"Ah iya, aku jadi berpikir Nellie itu siapa"


Belle terkekeh pelan mendengar ucapan Vantae.

"Nellie itu siapa? Mantanmu!" Ketusnya. Ia memilih berdiri dan meninggalkan Vantae. Mood nya rusak karena melihat Sushi selalu mengikuti suaminya.

Sepeninggal istrinya, Vantae hanya heran menatap air kolam sembari berbicara dengan anjingnya. "Apa kau memecahkan sesuatu?" Tanya Vantae yang dibalas gonggongan Sushi. "Ya mungkin saja kau memecahkan sesuatu sampai dia marah padaku juga"

"Aku memecahkan hatinya papa" setidaknya itulah jawaban Sushi melihat sang nyonya cemburu padanya.

❃.✮:▹I Know Its You◃:✮.❃

"Berhenti mengejarku Freja, aku tidak menyukaimu dan kau juga sadar dengan hal itu" ketus Christian. Gadis didepannya ini sungguh mengesalkan, sudah bertahun-tahun sejak mereka lulus dari sekolah dan dia masih mengejarnya.

"Aku tidak mengejarmu, aku hanya memberikan makan siang untukmu. Dan bisakah memanngilku Freya dan bukannya Freja? Kau tidak tau kalau dalam yunani kuno J dibaca Y!? Hah!?" balasnya.

"Selalu seperti ini. Salahkan ibumu yang memberi nama!" gumamnya pelan. Seakan sudah terbiasa menjadi rutinitas gadis itu jika jam makan siang datang. Christian hanya mengangguk dan menyuruh gadis itu pergi, jujur saja dia masih menunggu Vantae berpisah dengan Belle.

"Ah Christian, jangan rindu. Ini makan siang terkahir dariku. Aku akan melanjutkan kuliahku di Harvard" seru Freja.

Christian sedikit kaget tentunya. Namun ia juga senang setidaknya gadis itu tak mengganggunya. "Baguslah, dengan begitu kau tidak menggangguku lagi" balas Christian.

Freja tertawa mendengar balasan Christian, sungguh penolakan yang diberikan Christian selama bertahun-tahun seolah sudah menjadi candaan baginya. Lagipula mereka juga bersahabat, mengingat Belle adalah sahabat baiknya, tentu mereka kenal meski tak terlalu dekat. "Dasar, habiskan itu! Aku mau melihat kau menghabiskannya sebelum berangkat 3 jam lagi" balasnya sedikit disertai nada ketus namun bercanda.

"Eh? Kau berangkat hari ini?" Tanya Christian syok untuk yang kedua kalinya.

"Iya, lalu aku disana mungkin selama 4-8 tahun karena mengurus Kakek yang sedang sakit. Huft, aku pasti merindukanmu" keluh Freja.

Mendengar nada sedikit lemas dari gadis itu sedikit membuat Christian tak enak hati, sungguh. "Suapi aku" serunya.

"HA!? KAU BERCANDA!?" Teriak Freja. Gadis itu berdiri dari duduknya menatap Christian tak percaya. Demi tinggi tubuh Christian yang tak pernah bertambah, baru kali ini pemuda itu baik padanya.

"Aku sibuk dan harus menyerahkan dokumen ini pada kak Rayan secepatnya. Suapi aku atau kau telat naik pesawat nanti" ketus Christian.

Dengan semangat Freja mendekati Christian dan membuka kotak bekal yang dibawanya. "Aku memasakkan makanan favoritmu dengan tanganku sendiri. Mungkin rasanya tak se-enak buatan koki dirumah. Tapi kan aku memasaknya dari hati, jadi makanlah" seru Freja tak ada habisnya.

Berbeda dengan Belle yang hanya menjawab seadanya dan tidak banyak bicara. Freja sangat bertolak belakang dengan gadis itu, bagaimana bisa mereka bersahabat sejak kecil. Freja yang banyak bicara, cerewet, bawel, bahkan parahnya gadis itu akan selalu menceritakan sesuatu secara rinci jika tidak disela.

Christian hanya membuka mulutnya ketika gadis itu menyuapinya menggunakan sumpit. "Yak! Aku ini manusia dan bukan raksasa yang bisa memakan 1 suapan sebanyak itu! Kau pikir aku kerja sebagai tukang bangunan!?" Serunya.

"Kan kau memang tukang bangunan yang bertugas membangun rumah tangga kita agar selalu harmonis Chris " balas Freja sembari terkekeh ketika Christian mengumpat pelan dirinya.

Freja menyuapkan porsi yang lebih kecil dari sebelumnya. "YAK! Terlalu sedikit! Mana terasa!" Ketus Christian lagi.

"Mau mu itu apasih!?" Emosi Freja. "Makan saja sendiri!" Ketusnya.

"Aku bilang aku sibuk! Yasudah kalau kau mau telat penerbangan pesawat!" Ketus Christian.

"Sudahlah! Bawa saja kotak bekalnya! Awas kalau kau tak mengembalikannya beberapa tahun kedepan! Kubunuh kau!" Ketus Freja.

Christian hanya menghela nafasnya ketika gadis itu berjalan keluar dari ruangannya dengan cepat. Jujur ia sebenarnya menahan tawanya ketika Freja marah padanya. Terlihat imut dan menggemas-

"Tunggu. Apa aku barusaja memikirkannya didalam pikiranku?" Monolognya. "Hahaha, dasar idiot. Kau hanya menyukainya sebagai teman tidak lebih. Yak kau mencintai Belle kalau kau sadar!" Lanjutnya.

Christian memukul kepalanya pelan, selama bertahun-tahun gadis itu memberikan makan siang di kantor dan mengajaknya jalan-jalan hanya dengan alasan merasa bosan. "Yak!"

---To Be Continued---

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang