21. Twenty-one

170 21 0
                                    

"Tumornya berhasil diangkat. Dia akan dirawat disini dalam jangka waktu 3-10 hari" jelas Jarvin. Vantae yang mendengarnya bernafas lega setelah berjam-jam menunggu diluar ruangan operasi dengan harapan yang sangat besar agar Belle nya sembuh.

"Kak kamarnya-"

"Aku menyuruh mereka meletakkan Belle dikamar VVIP" balas Jarvin melirik Vantae yang pastinya akan meminta hal seperti itu.

"Terimakasih Kak" balas Vantae. Ia mengikuti brangkar Belle menuju kamar VVIP yang didefinisi dengan warna cream dan putih. Gadis pujaannya itu tertidur lelap karena efek obat bius.

"Dia akan bangun sebentar lagi Van" Sahut Jarvin.

Vantae mengangguk dan duduk di sofa menunggu istrinya itu terbangun. Ia lumayan lelah setelah menunggu operasi pengangkatan tumor otak yang dilakukan Belle. Vantae menutup matanya sembari tersenyum ketika gadis itu mau melakukan operasi setelah menolak Jarvin berkali-kali. Ia sangat senang jika alasan Belle ingin hidup adalah dirinya dan anak mereka.

"Uuuh" erang Belle. Vantae berdiri dan mendekati brangkar sang istri. Terlihat gadis itu terbangun dan menatapnya. "Van? Kau disini? " gumamnya. Gadis itu mencoba mendudukkan diribsebelum pada akhirnya oleng dan kembali ke posisi semula.

"Apa kau bodoh? Obat bius mu masih belum sepenuhnya hilang dan kau mencoba bangun?" Ketus Vantae. Jujur ia sebenarnya ingin tertawa melihat kekonyolan istrinya ini.

"Justru aku harus segera bangun, kalu tidak nanti kerajaanku dihancurkan naga" keluh Belle sembari memegangi kepalanya.

Vantae terkekeh mendengar setiap kata yang kekuar dari mulut sang istri. "Kerajaan apa sayang? Tenang saja, naganya sudah aku kalahkan"

"Benarkah? Kau baik-baik saja kan? Naganya menyemburkan racun, bukan api. Lalu rakyatku bagaimana? " balas Belle menatap lekat sang suami.

Lagi-lagi Vantae tertawa. "Iya, dia sudah kalah. Rakyatmu juga baik-baik saja. Aku hanya butuh kecupan darimu agar sembuh" balas Vantae. Mendapat kecupan singkat dari sang istri, Vantae tertawa lebar, sungguh imajinasi Belle sangat luar biasa. Masih mendengarkan kicauan Belle setelah bangun dari operasinya, Vantae menahan senyum hingga mata si manis mulai redup. "Istirahatlah sayang, aku akan menjagamu disini" gumam Vantae. "Tidurlah"

Belle mengangguk pelan dan kembali menutup matanya sedikit menahan nyeri dikepala. Vantae yang masih terkekeh sembari menggelengkan kepala memilih tetap duduk dikursi yang berada disamping brangkar Belle. Ia pun tidur menunduk disana, saat ini sudah malam dan dirinya sudah sangat mengantuk sejak tadi.

❃.✮:▹I Know Its You◃:✮.❃

"Van, memangnya kau mencintaiku?" Tanya sosok gadis remaja didepannya. Vantae yang melihat gadis itu menajamkan penglihatannya karena sungguh pandangannya sangat buram.

"Tentu aku mencintaimu, sangat malah" Vantae kini menoleh, melihat sosok dirinya ketika masih berada di high school.

"Benarkah? Kalau aku buta, lumpuh, dan menyusahkan bagimana?" Tanya gadis itu lagi. Vantae hanya ingin melihat gadis yang buram dipandangnya saat ini.

"Nellie, aku mencintaimu dan bukan fisikmu. Aku akan merawatmu" balas Vantae muda.

Kali ini Vantae menyadari jika mungkin ini bagian dari masa lalu yang ia lupakan karena insiden beberapa tahun lalu. Vantae juga menyadari betapa ia pasti mencintai gadis bernama Nellie yang disebutkan. Ia tau jika ini hanya mimpinya.

"Apa kau akan meninggalkanku kalau aku tiba-tiba menghilang?" Tanya Nellie lagi. Vantae menunggu jawaban dirinya sendiri kala itu.

"Tidak akan. Aku akan terus bersamamu" balasnya. Ia terkekeh mendengar jawabannya sendiri. Jelas-jelas ia bahkan tak ingat siapa itu Nellie.

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang