30. Thirtieth

173 20 0
                                    

"Astaga... Cantiknya" puji Belle ketika melihat sahabatnya berjalan bersama sang ayah menuju ke altar. Sedangkan Christian dengan blacksuit miliknya berdiri sembari tersenyum manis.

"Masih cantik dirimu ketika pernikahan kita dulu" bisik Vantae.

Belle terkekeh pelan tak peduli pada Rayan dan Arash yang melirik mereka. Memberikan perintah untuk diam hanya melalui tatapan. Belle kembali menatap kedua sahabatnya yang tengah berciuman di altar setelah mengucapkan janji dan saling terikat sebagai sepasang suami istri.

Kini mereka berkumpul di meja bulat membiarkan para tamu ada yang berdansa ataupun bercengkrama. Vantae menatap Christian santai, "dengan begini awas kau kalau mencoba merebut Belle" ucapnya.

Christian hanya mendengus pelan membiarkan Belle dan Freja terkekeh bersama. "Aku tidak peduli. Lagipula Freja tak keberatan aku menikah dengan Belle lagi" balasnya.

"Yak! Siapa yang bilang begitu?" Ketus Freja.

"Aku tidak mau jadi istrimu Chris. Kau tidak sekaya Kakak ku" balas Belle.

Rayan yang lewat dan tak sengaja mendengar ucapan Belle hanya meringis pelan. Kekayaan Vantae saja tak seberapa dengan kekayaan Arash. Menjual organ dalam manusia di pasar gelap, menjalankan bisnis haram, bahkan menjual senjata secara ilegal. Hukum tak bisa menjerat sahabatnya itu, mengingat kekuasaannya yang bahkan setara dengan beberapa orang penting di dunia pemerintahan.

"Rayan!!" Panjang umur sosok bernama Arash Nelson. Baru juga ia memikirkannya, cepat sekali meresponnya. "Kenapa?" Balasnya malas.

"Ah disitu kau rupanya. Adikku-"

Rayan merasa bingung ketika Arash menatap Belle yang tengah duduk bercengkrama dengan pasangan pengantin baru. Seolah ia tak terlihat, orang kaya sadis itu melewatinya cepat menemui sang adik kesayangan.

"Sayang, ayo berdansa dengan Kakak" seru Arash.

Belle terkekeh gemas melihat Kakaknya yang sedikit menunduk sembari mengulurkan tangannya. "tentu, kenapa tidak" balasnya membalas uluran tangan sang kakak.

Di lain sisi, Vantae yang melihat pergerakan cepat kakak iparnya mendengus kesal. Belle istrinya, dan ia keduluan. Ia melihat malas pasangan kakak beradik yang berdansa pelan, terlihat sekali jika tatapan Arash melebihi artian kata sayang.

"Kau cemburu pada kakak iparmu sendiri?" Sahut sosok dengan setelan rapi sembari meminum wine.

"Dokter Jarvin, hanya saja aku keduluan dengan kak Arash" balas Vantae.

"Arash tinggal di Jepang hingga kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan menyisakan Belle sendirian. Tak bisa dipungkiri jika pemuda itu menyesal tak bisa menjaga adiknya. Apalagi kecelakaan selanjutnya yang membuat gadis itu lumpuh. Kau tau bagaimana rasanya jika keluarga satu-satunya selalu mendapat takdir yang mengerikan. Selalu dan selalu mengalami kecelakaan mobil. Arash bahkan sempat melarang gadis itu menaiki mobil dan menyuruhku selalu datang memeriksa Belle dirumahnya" balas Jarvin.

"Tapi setidaknya aku juga ingin berdansa dengan istriku. Lagipula takdir Belle sudah bagus bersamaku" ketus Vantae.

"Aku harap juga begitu, jika kalian tidak bodoh membuat perjanjian yang Arash ceritakan padaku?"

"Kau tahu!? Aku harap kau tidak memberitahu siapapun tentang hal itu, lagipula aku tidak berniat menceraikan Belle!?" Tajam Vantae.

Mendengar jawaban Vantae membuatnya tertawa. Jarvin menatap lekat gadis yang tengah tersenyum lebar sembari berdansa bersama sang kakak. "Aku harap kau menepati ucapanmu itu. Belle sudah cukup menderita selama ini"

"Aku serius, dokter. Kapan aku pernah mengkhianati ucapanku sendiri!" ketus Vantae meminum minuman yang berada didepannya.

Lupakan 2 makhluk yang tengah berdebat. Saat ini Belle terkekeh kala sang kakak menggodanya seperti "Kalau kau bukan adikku, sudah kunikahi kau"

"Aish, apa-apaan itu. Aku senang Kakak selalu menjagaku" balasnya. Ia memilih menyandarkan kepalanya di bahu Arash, tak peduli jika perutnya sudah besar. Terasa jika tangan Arash memeluknya dan berdansa pelan menikmati alunan musik.

"Lihat, bukankah mereka terlalu intim jika disebut sebagai kakak dan adik?" Ketus Vantae pada Jarvin yang ikut duduk disampingnya.

"Aku sudah menjelaskannya tadi bajingan" balas Jarvin. Vantae terlalu posesif pada istrinya sungguh.

Merasa tak mendapat dukungan, Vantae memilih berdiri mendekati sepasang kakak adik itu dan menyentuh pundak kakak iparnya. "Kak, bisa aku menggantikanmu?" Datarnya.

"Kenapa? Menikmati waktu akhir pernikahanmu?" Tanya Arash sadis.

"Nah itu kau tau. Iya, aku menikmati waktu akhir pernikahan sebelum kau menyembunyikan Belle" balas Vantae.

Seolah memang tak pernah akrab, Arash mengecup kening sang adik dan mengibaskan debu dibahunya kearah Vantae. Menghasilkan dengusan sombong dari Gavriel Ervanthe, "pendek banyak gaya, untung kakak ipar" gerutunya menarik tangan istrinya pelan dan memeluknya dari belakang.

Vantae bergerak pelan mengikuti irama musik dengan Belle yang menyentuh tangannya. "Arsen membuatku tak bisa memelukmu erat baby" bisik Vantae.

"Oh, awas kalau dia marah. Kurasa anak kita akan memiliki sifat keras kepala milikmu Van" balas Belle terkekeh.

"Oh dia menendang!" Seru si calon ayah.

"Dia protes dengan ucapanmu mungkin" Belle tertawa ketika perutnya ditepuk pelan oleh Vantae.

"Yak sikecil nakal! Kau harus menurut padaku! Aku Ayah mu!"

"Ayah mu jahat kan Arsen. Kau bisa memukulnya kalau kau kesal padanya" balas Belle.

Seolah dunia milik berdua, Vantae menyandarkan dagunya di pundak Belle dan menutup mata. "Aku tidak bisa meninggalkanmu dan menikah dengan Aleah"

"Eiiih, 2 minggu lagi aku keluar dari rumah. Dan jangan coba-coba untuk meninggali rumah itu dengan istri barumu!" Ketus Belle dengan nada bercanda.

"Kau pergi dari rumah? Mau kemana?" Tanya Vantae.

"Secret! Kau tidak boleh tau, Kak Arash saja tidak tau"

"Aku ingin menemanimu saat kau melahirkan baby" balas Vantae.

"Tentu saja kau harus menemaniku. Aku hanya mencari penginapan sampai kau menikah. Lagipula aku akan hadir dipernikahanmu kan?" Balasnya. Ia mengecup pipi Vantae lembut dan singkat. "Peach butuh udara segar untuk menikmati waktu. Aku menyewa villa" lanjutnya.

"Ah begitu. Baiklah. Bisakah selama 2 minggu ini kau selalu bersamaku? Aku akan mengambil cuti"

Melihat tatapan memohon Vantae, Belle tersenyum lebar sembari berkata "kapan aku tidak menemanimu?"

Ditengah lantai dansa, dimana seharusnya itu menjadi hari terindah Christian Dirgantara dan istrinya. Para tamu tersenyum ketika melihat CEO muda bernama Gavriel Ervanthe mencium lembut bibir sang istri. Sembari membelai lembut perut buncit dimana pewaris akan terlahir dari perut gadis didepannya. Hanya saja tidak ada yang tau kalau hubungan manis itu akan berakhir dalam kurun waktu 14 hari.

"Aku tidak akan menceraikanmu. Bahkan meskipun kau menandatangani surat cerai itu, aku tidak akan menitikkan satu tintapun dikertas haram itu. Bagiku istriku hanya dirimu, karena itu pergi jauh dariku tidak berguna untukmu"

---To Be Continued---

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang