35. Thirty-five

315 18 0
                                    

"Lalu istriku bagaimana?"

"Tuan, benturan di kepalanya membuat pembuluh darah di otaknya pecah. Nyonya Belle kehabisan darah dan meninggal dipertengahan operasi yang dilakukan"

DEG.

Vantae lemas, kakinya bahkan tak punya tenaga untuk berdiri. Ia hampir saja jatuh jika Justin dan Christian tak menangkapnya. "Dokter Cho kau bercanda kan?" Gumamnya pelan.

"Van kau harus kuat" balas Christian.

"Mau kuat bagaimana lagi Chris? Dokter itu berbohong padaku! BELLE KU TAK AKAN PERGI!! dia tidak mungkin-"

"VAN!!!"

Pemuda itu berlari masuk kedalam ruang operasi tak peduli dengan panggilan sahabatnya. Kakinya lemas sungguh, melihat sang pujaan hati menutup mata seolah tidur seperti biasa. Terlihat tenang dan damai, seolah bebannya hilang selamanya. Vantae mendekati brangkar Belle pelan menatap gadis itu sendu. Ia mencoba tersenyum manis namun air mata tak juga berhenti turun.

"Kau lelah hm? Benar, kau pasti lelah" gumamnya. Ia memeluk tubuh kaku istrinya sembari membelai kepalanya pelan. "Kau sumber kebahagiaanku meski kini kau alasan ku bersedih sayang" lagi, ia terisak pelan tak peduli jika semua orang melihatnya. "Kau merindukan kedua orang tuamu sampai rela meninggalkanku hm? Benar, pergilah! Aku akan menjaga Arsen untukmu"

Christian tak bisa menahan tangisnya melihat sahabat dan orang yang disayanginya tengah dalam keadaan yang sungguh kacau. Vantae sedih, sangat. Bisa dibayangkan jika pemuda itu barusaja mengingat masa lalunya dan sosok yang sangat dicintainya pergi. "Van-"

"Kenapa dia memilih pergi Chris? Apa dia tidak bahagia bersamaku" Tanyanya.

Dengan tetap memeluk istrinya ia kembali menangis. "Aku tidak akan teriak sayang, aku mengingat semuanya, ingatanku milikmu, semua penuh denganmu. Hukumanmu terlalu berat untukku. Kau berjanji merawat Arsen bersama... Tapi kau pergi sekarang. Tidurlah, lupakan semua bebanmu" ucap nya. Meskipun mencoba merelakan sang istri, ia tak bisa membohongi perasaannya jika ia sungguh kecewa dengan dirinya sendiri.

"Kau masih tetap istriku. Aku tidak menikah dengan siapapun tadi, kau satu-satunya kekasih dalam hidupku"

Semua orang hanya menunduk diam terkecuali Arash. Melihat Vantae yang menggumamkan banyak sekali kalimat yang ingin ia katakan. Terus memeluk dan membelai kepala istrinya. Christian memeluk Freja yang sudah menangis hebat tanpa suara.

"Tidurlah sayang, lupakan semuanya... Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Jangan pikirkan aku, jangan pikirkan apapun... Tidurlah dengan tenang, Aku mencintaimu... Selamat malam"

Pemuda itu melepaskan pelukannya mengecup bibir istrinya lembut, mengakhirinya dengan mengecup keningnya lama. Ia menempelkan keningnya dengan kening istrinya tak peduli air mata kembali menetes diwajah cantik dan tenang milik Belle. Ia berdiri dan berbalik menatap Arash yang membalas tatapannya datar.

"Kak, maaf. A-aku tak bisa menjaganya. Maafkan aku" ucap nya. Arash hanya diam dan bergumam untuk menjawab ucapannya.

"Chris, bisa kau mengantarkan aku pada Arsen?" Tanyanya.

Christian yang merasa terpanggil mengangguk pelan dan memilih mengantar Vantae selama Belle diurus oleh perawat. Vantae tersenyum tipis melihat si kecil Arsen. Meskipun ia diletakkan didalam inkubator, Vantae terus berharap anaknya tak meninggalkan dirinya seperti Belle.

"Aku harus bagaimana Chris? Jika Arsen bertanya tentang ibunya?" Tanya Vantae.

"Kau bisa menjawabnya Van, semua terjadi bukan karena salahmu. Takdir yang ditulis memang seperti ini. Arsen akan sehat seperti anak lainnya, dia anakmu, dia pasti sehebat dirimu" balas Christian, jika dalam hal menenangkan, memang pemuda itu juaranya.

"Aku akan membesarkannya"

---7 Years Later---

"Ibu, apa benar jika ayah berpisah dengan Bunda?" Tanya sosok anak kecil tampan dengan tatapan mata tajam keturunan sang ayah.

"Arsen sayang, Ayah mu bukan orang seperti itu" balas Bibi Han. Ia menatap lembut Arsen yang berumur 7 tahun dihadapannya.

"LALU KENAPA SEMUA TEMANKU MENGATAKAN KALAU AYAH DAN BUNDA BERPISAH!!? KENAPA MEREKA BILANG BUNDA MEMILIH MATI DAN MENINGGALKANKU DENGAN AYAH!?" Bentaknya marah. Ia kesal, sungguh kesal. Selama masuk sekolah, bahkan dari awal masuk sekolah selalu saja teman-temannya mengatakan hal itu. Berita marak kematian istri dari Presdir Gavriel Ervanthe yang terkenal 7 tahun lalu.

"Ibu mu meninggal karena berusaha membawamu kedunia sayang. Ibu mu menyayangimu" balas Bibi Han lagi. Ia menyadari banyak hal, sebelum Arsen masuk sekolah, anak itu dekat sekali dengan Vantae. Menjadi salah satu alasan hidup bagi Vantae untuk menjaganya. Namun ketika memasuki lingkungan sekolah, tak jarang Arsen akan membentak Vantae yang mengajaknya bermain. Bahkan menunjukkan dengan terang-terangan jika ia marah dan benci dengan sang Ayah.

"Semua memang salah Ayah Arsen" sahut Vantae. Ia duduk di sofa disamping Arsen tak peduli meski anaknya menatap tak suka pada dirinya. "Ayah yang salah-"

"Aku ingin tinggal Bersama Paman Arash!" Sahut Arsen.

Vantae tersenyum tipis dan mengangguk, "kau bisa tumbuh menjadi pemuda yang baik dengan paman Arash" balasnya. Ia tahu jika semua orang hanya mengerti kalau ia menceraikan Belle dan terjadilah kecelakaan seolah ia yang merencanakannya. Tak tau berita itu darimana, wartawan terlalu mengada-ada. "Bu, ikutlah dengan Arsen dan rawat dia. Disini masih ada pembantu lainnya, aku akan baik-baik saja" ucapnya lagi.

Ia menuju kamar Arsen menyiapkan pakaian dan segala kebutuhan anaknya didalam koper besar. Ia juga menghubungi Arash untuk menjemput Arsen. Mungkin saja memang anak itu marah padanya karena tau berita aneh yang membuat namanya sedikit buruk di publik. Tapi setidaknya tinggal bersama kakak istrinya membuatnya sedikit tenang.

"Jangan nakal dan selalu dengarkan perkataan paman Arash. Paham?" Ucapnya pada Arsen. Anak itu hanya bergumam menjawabnya dan masuk kedalam mobil milik Arash bersama Bibi Han.

Ia memilih duduk di halaman rumahnya bersama Belle, tempat mereka sering menghabiskan waktu untuk menenangkan diri. Kebiasaan yang dulu dimiliki istrinya kini berganti menjadi kebiasaannya. 7 tahun lalu, tepatnya 2 Minggu setelah kematian istrinya. Jarvin Abrisam datang memberikan tas yang ia tahu tempat Belle menyimpan album dan laptop miliknya.

Ia membuka album sekolah yang tak pernah ditunjukkan Belle. Berisi foto kelulusan bahkan kencan mereka. Belle tersenyum lebar membawa es krim dan berbalik menatapnya. Ia mencium Belle ketika salju pertama turun di tempat skate. Ia terlihat bahagia dan senang, begitu juga Belle. Bahkan fotonya ketika tidur juga ada disana. Tak ada kata yang tertulis seperti album pernikahannya. Saat itulah ia mengingat hobby kecil istrinya, membuat album.

Bahkan kini Vantae membuat album khusus untuk anaknya. Ia ingin menunjukkan pertumbuhan Arsen pada sang istri. Selama 7 tahun ia memotret anaknya diam-diam. Arsen memiliki mata dan hidung miliknya, namun bibirnya mirip sekali dengan milik sang bunda. Belle benar, anak itu mendapatkan sifat keras kepala darinya.

"Aku merindukanmu, Sayang..." Gumamnya.

Ia ingin kembali seperti awal, dimana ia menggendong Arsen dipundaknya dan berlari mengelilingi taman. Mengajari anaknya berenang dan menunggunya beladiri. Belle pasti bangga padanya bukan? Tidak seperti saat ini. Ia mengecewakan istrinya sendiri.

---To Be Continued---

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang