03. Third

281 38 1
                                    

"Kau berdiri?" Tanya Dokter Jarvin yang diangguki pelan oleh Belle. "YAK!!! Sudah kubilang jangan berdiri terlalu lama! Bagaimana bisa kau gegabah seperti itu?" Omelnya. Belle menunduk dalam, selalu saja sahabat sang kakak yang merawatnya itu mengomel tiap bertemu. Jarvin Abrisam, dokter tampan yang sudah bertunangan dengan gadis asal Polandia. Dia tampan dan sukses, tak akan ada orang yang bisa menolaknya.

"Kakak, aku hanya ingin mencoba berdiri saja" gumam Belle, 2 orang yang tengah berbicara itu tak memperdulikan Gavriel Ervanthe yang tengah menatap keduanya aneh.

"Apa dia harusnya tidak berdiri?" Sahutnya. Jarvin mengangguk merespon pertanyaannya. "Lalu kenapa kau berdiri dihari pernikahan kita!? SUDAH KUBILANG KALAU TAK MAMPU BERDIRI DUDUK SAJA!!" Kesal Vantae. Sudah ia duga jika saat itu Belle memaksakan diri hanya agar tidak malu.

"Kenapa kau marah?" Tanya Jarvin.

"Bagaimana tidak? Penyembuhannya jadi semakin lama bukan!?" Tanya Vantae sedikit bingung dengan respon sang dokter ketika melihatnya kesal.

"Tidak, Sejujurnya dia sudah berlatih selama 2 bulan, hanya saja kakinya belum terlalu kuat. Tidak lama lagi juga dia akan bisa berjalan, jangan terlalu dipaksa, jika sudah lelah beristirahatlah" jelas Jarvin.

Mendengar perkataan dokter Jarvin, Vantae hanya memasang wajah datarnya. Kalau boleh, ia ingin sekali memukul dokter didepannya ini. Bagaimana tidak, dokter itu terlihat terkejut ketika Belle bercerita kalau dirinya berdiri dihari pernikahan. Sekarang si tiang jalanan itu bilang kalau Belle boleh saja berdiri. "Kenapa kau terkejut kalau begitu, membuatku salah paham saja" Ketusnya.

Belle yang mendengar gerutuan Vantae hanya terkekeh pelan dan mengangguk patuh dengan ucapan Jarvin, bahkan tak terasa jika ia dan Vantae sudah 2 bulan bersama. Pemuda itu menepati perjanjiannya, ia tidak menemui Aleah atau membawanya kerumah mereka. Bahkan Vantae memperbolehkannya untuk pergi ke kantor untuk memberikan bekal. Vantae mulai lunak, terkadang keduanya akan bercanda di halaman rumah sembari minum teh bersama.

Seperti saat ini, mereka kembali pulang dari pemeriksaan. Belle memainkan game di ponsel Vantae sedangkan pemuda itu fokus mengemudi. "Kau mau sesuatu?" Tanya Vantae.

"Aku butuh gitar, sudah lama aku tidak bermain gitar" balas Belle.

"Kau bisa bermain gitar?" Tanya Vantae.

"Tentu saja aku bisa, Justin yang mengajariku dulu" Vantae mengangguk saja mendengar jawabannya. Usai membeli gitar di toko alat musik, keduanya memilih kembali kerumah sederhana mereka. Vantae menggendong Belle bridal tak peduli dengan kursi roda. "Apa yang kau lakukan Van?" Tanya Belle bingung. Jarang sekali sang suami akan menggendongnya hingga ke kursi meja makan.

"Kenapa? Tidak boleh?" Tanya Vantae dengan senyum tipisnya.

"Tidak, kebaikanmu mulai membuatku berpikir kalau kau menyukaiku, jadi hentikan" Ungkap Belle.

"Kau bilang ingin menikmati waktu sebagai suami istri, Belle. Apa aku salah jika berbuat baik dan memanjakan istriku?. Kau saja yang mudah jatuh hati pada orang" Ejek Vantae. Ia mendudukkan Belle diatas meja makan, Bibi Han sedang cuti dan Vantae yang memasak. "Aku sedikit tertarik denganmu. Kenapa kau sabar sekali, itu tak baik untukmu" lanjut Vantae.

"Aaah kau mulai menyukaiku, siapa yang dulu bilang membenciku?" Singgung Belle.

"Aku menyukaimu, tapi jangan mengharap aku mencintaimu. Aku akan menantikan kau sembuh agar bisa kuajak berlari di tepi pantai" balas Vantae. Pemuda itu mengingat setiap peristiwa yang pernah dialami Belle melalui buku diarynya. Terasa gadis itu sangat bahagia sebelum ia lumpuh. Entah kenapa kecelakaan itu terjadi hingga harus membuat Belle lumpuh seperti ini.

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang