28. Twenty-eight

157 19 0
                                    

"Dia laki-laki" seru Jarvin.

"HA!? DIA LAKI-LAKI!?" Kaget Belle.

"Kau bisa melihatnya sendiri! Kau sudah mau jadi ibu tapi bersikap seperti masih bayi" ketus dokter muda yang tengah memeriksanya.

"Tapi aku sudah belanja baju bayi perempuan"

"Lalu dimana suamimu? Dia kaya, berikan saja semua baju itu pada orang lain dan pergi belanja lagi?" Balas Jarvin.

"Tapi Van masih ada di Jepang selama 1 Minggu. Urusan bisnis, aku tinggal bersama Kak Arash untuk sementara" balas Belle menjelaskan.

Jarvin hanya mengangguk saja dan membiarkan gadis itu keluar setelah banyak bercengkrama dengannya. Ia berpikir untuk mengutuk Vantae sebenarnya, bagaimana bisa lelaki itu tak menemani istrinya untuk cek kandungan. Suami biadap.

Dirumah milik keluarga Nelson yang hanya terdapat Arash dan Belle terlihat sedikit hidup setelah kehadiran gadis itu. Arash yang asyik memasak makanan sehat untuk calon keponakannya tersenyum senang ketika Arabelle memakan buah yang ia potong dengan lahap.


"Kakak, kau tau sesuatu?" Seru Belle menahan tawa.

"Apa? Kau hamil kembar? Aku tidak setuju, itu terlalu beresiko. Setelah operasi tumor yang kau sembunyikan, aku harus tau banyak tentangmu" sahut Arash mengoceh. Tak biasanya ia banyak bicara kecuali jika mengkhawatirkan adik satu-satunya.

"Aish bukan itu, Peach berjenis kelamin laki-laki" ucapnya.

"Tentu saja dia laki-lak... DIA LAKI-LAKI!?" Syok Arash.

"Hu um, dia Arsen" ucap Belle agak menyesal karena barang imut yang ia beli harus disimpan.

Tak bisa dipungkiri Arash juga sangat bahagia membayangkan ia akan memberikan seluruh harta dan bakat yang ia miliki. Bahkan melatih Arsen yang masih kecil dengan pistol. Namun ketika ia melihat kembali adiknya yang tengah mengelus perutnya lembut itu membuatnya tersenyum tipis.

Adiknya tak akan setuju, bahkan ia merahasiakan segala hal mengenai kekayaan yang mereka miliki. Namanya cukup ditakuti banyak orang, mulai dari dunia perusahaan sampai dunia gelap. Ia tak pernah memberitahu Belle mengenai siapa dirinya, yang adiknya tau hanyalah ia yang memiliki perusahaan agensi dengan boyband dan girlband terkenal yang sukses seperti BTS.

"Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu Kakak, kuharap kau tidak akan marah" gumam Belle.

Sembari melanjutkan acara memasak miliknya, ia membiarkan Belle berbicara. "Kakak, aku akan berpisah dengan Vantae 3 bulan lagi"

Seolah nyawanya dicabut. Arash berhenti dari kegiatan memasak yang dilakukan dan menatap nyalang adiknya. "Kenapa kau berpisah dengannya!?" Dinginnya.

"Kakak itu perjanjian kami sejak awal sebelum menikah"

"Sudah kuduga Gavriel Ervanthe brengsek!" Sahutnya. Ia memilih mematikan kompornya dan memakai mantel yang tersampir apik dibelakang pintu depan.

"Kakak kumohon!!!"

"APA!? SETELAH MEMOHON UNTUK MENJADIKAN KAU MENANTUNYA, MEREKA MEMBUANGMU BEGITU SAJA!?" Bentak Arash, ia mengusap kepalanya pelan ketika sadar adiknya tengah hamil.

"Dengarkan penjelasanku dulu, jangan gegabah. Kumohon"

Mendapat tatapan memohon sang adik Arash menyerah dan memilih ikut duduk di ruang tamu. "Aku membuat perjanjian seperti itu karena Vantae tak mencintaiku Kakak. Tapi semakin kesini pemuda itu enggan untuk berpisah. Bukan karena ayah dan ibu Vantae yang meminta. Tapi memang kami yang membuat perjanjian. Kakak, Arsen akan membuat Vantae tetap bersamaku meskipun dia menikah dengan Aleah kekasihnya. Kumohon, dia sudah mulai mengingat segalanya. Kakak, dia mencintaiku" jelas Belle. "Tapi janji tetap harus ditepati. Dia akan berpisah denganku meskipun menolak. Dia akan menikah dengan Aleah namun memperhatikan kehamilanku. Kakak ini bukan salah mereka, tapi karena salah kami sendiri yang membuat perjanjian itu"

Arash menutup matanya dan memilih untuk menghela nafas meredam emosinya. Bagaimanapun juga itu memang kesalahan adiknya dan Vantae sendiri. Bagaimana bisa mereka membuat perjanjian aneh seperti itu jika akhirnya saling mencintai. "Berjanjilah jika kau yang akan merawat Arsen bersamaku" lanjutnya.

"Tentu saja aku yang merawat Arsen Kakak. Bersamamu? Itu tidak pasti. Kakak, kau pasti juga akan menikah dan memiliki kehidupan lain"

"Tau darimana kau kalau aku akan menikah!?" Ketusnya. "Aku tidak akan menikah dan membiarkan keponakanku mengambil alih warisanku" lanjutnya.

"Ah begitu? Hanya agensi saja mudah untukku menjalankannya" kekeh Belle. Gadis itu memeluk kakaknya erat membiarkan sang kakak rileks menyandar dibahunya. "Aku akan baik-baik saja selama Kakak bersamaku" gumamnya.

"Kapan Vantae akan menikah dengan Aleah!?" Datar Arash.

"Kalau tidak salah 2 minggu setelah kami bercerai. Kenapa?" Tanya Belle.

"Kembali kesini saat kau berpisah dengan suami brengsekmu itu"

Belle terkekeh mendengar nada memaksa sang kakak. "Tentu, tapi aku akan tinggal di rumah yang sudah aku beli mahal dengan tabunganku lebih dulu. Didaerah hijau yang bagus untuk Peach. Baru setelah aku melahirkan aku akan tinggal kembalikesini dan hidup dengan kakak. Kak, aku ingin menyendiri lebih dulu. Kau tau sendiri bagaimana sifat dan kebiasaanku kan?" Gumam Belle.

"Asal kau tidak stress dan depresi" balas Arash.

"Kak Jarvin akan menjagaku, lagipula dia dokter pribadiku kan?" Balas Belle.

"Aku berpikir kau lebih dekat dengan Jarvin daripada aku"

"Kakak kau yang terbaik. Kau menjagaku ketika ayah dan ibu pergi. Adik mana yang tidak menginginkan sosok pelindung sepertimu" gumam Belle.

"Kau tau aku menyayangimu. Karena itu jangan menyembunyikan apapun dariku" Arash mengecup kening adiknya lembut membiarkan amarahnya memadam dan berubah menjadi kekehan pelan. Bahkan ia memilih memesan makanan dan membiarkan masakannya tak tersentuh.

Ia menyalakan dan mengganti channel televisi melihat berita yang terjadi di Korea dan membiarkan adiknya tertidur bersandar didekapannya. Karena bagaimanapun juga ia menyayangi adiknya melebihi siapapun. Masa kecil yang tidak dihabiskan bersama karena ia harus ke Jepang hingga malapetaka itu terjadi, membuatnya sedikit menyesal telah meninggalkan negaranya.

Ia hanya tersenyum tipis menatap Bellw. Terlihat lelah namun gurat bahagai tak luput dari wajah manisnya. Sungguh makhluk sempurna yang sayangnya selalu tersakiti oleh takdir. Ia mengingat dimana ia sendiri merasa jatuh cinta dengan sang adik, dengan alasan itulah ia pergi ke Jepang. Mencoba untuk menghilangkan perasaan haram yang melekat dihatinya.

Dimana Belle yang selalu berteriak frustasi dan menggila didalam kamar rumah sakit jiwa ketika awal ayah dan ibunya meninggal. Arash total menyesal, sangat. Ia tak bisa menjaga adiknya, tak bisa menyembuhkannya hingga hanya tersisa tatapan kosong tak bernyawa yang terlihat dimata bulatnya.

"Tidurlah sayangku, buang rasa lelahmu. Kakak disini menjagamu, menjauhkanmu dari segala takdir buruk yang akan menimpamu. Berhenti bersedih karena aku akan selalu berusaha membuatmu bahagia"

Mengecup singkat bibir sang adik dan memilih ikut tidur sembari memeluk erat gadis kecilnya. Ia bersyukur, gadisnya kembali seperti sedia kala meski bukan karena dirinya. Jika saja ia percaya dengan tuhan, dia ingin mengatakan secara langsung bahwa ia tidak terima dengan takdir keluarganya.

---To Be Continued---

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang