31. Thirty-one

178 22 0
                                    

Dalam dua Minggu yang tersisa, kini dua pasang suami istri itu hanya duduk diam sembari saling mencium bibir satu sama lain mesra. Tak memperdulikan 2 koper yang sudah terisi dengan pakaian Belle. Pemuda itu melirik koper tajam, ingin sekali membakarnya. Yang ia lakukan hanya semakin memperdalam ciumannya dan mengelus punggung sang istri.

Vantae melepaskan ciumannya sembari tersenyum tipis. Mitos kehabisan nafas ketika ciuman itu tidak benar. Terbukti dari Belle yang mengikuti permainan lidahnya. Ia menempelkan keningnya dengan kening sang istri, membelai lembut kepala orang tercinta.

"Berhati-hatilah selama pergi dari sini" gumamnya.

"Kau bercanda? Tentu saja. Aku mendambakan melihat pepohonan hijau seperti di Twilight" balas Belle membayangnya suasana asri ditempat baru yang akan ia tinggali sementara.

"Arsen, jangan merepotkan ibu mu!" Seru Vantae menunjuk-nunjuk perut bulat sang istri.

Ia awalnya tertawa renyah dan membelai perut Belle, sebelum akhirnya sosok yang ia hamili itu mengeluarkan ponselnya kembali. Jengah, sungguh ia bosan jika tiap bulan harus membuat Vidio untuk sang bayi.

Arabelle Nelson menekan tombol dilayar dan otomatis mulai merekam. "Arsen, lihatkan... Meskipun ibu dan ayah berpisah bukan berarti kami saling benci" seru Belle mengecup pipi Vantae singkat.

"Kau tau? Aku kesal! Ibu mu ingin meninggalkanku. Jelas-jelas aku sudah bilang kalau akan meninggalkan gadis itu demi ibu mu" protes Vantae menatap kamera.

"Yak! Itu memang perjanjian kita dulu!" Cemberut Belle.

"Itu kan sebelum aku mencintaimu! Kenapa kau ngeyel sekali ingin berpisah!? Kalau bisa kupertahankan hubungan kita sampai Arsen dewasa" ketus Vantae.

"Tapi Van, kenapa kita bertengkar? Ini Vidio untuk Arsen, kenapa kita malah curhat?" Polos Belle.

"Aku hanya ingin memberitahu Arsen. Bahwa aku sangat mencintaimu sampai tidak rela perhatianmu tertuju padanya" gumamnya memeluk Belle dari belakang.

"Intinya Arsen, Ibu dan ayah saling mencintai dan tidak mungkin berpisah jika bukan karena perjanjian konyol. Dan kami ingin kau tau, betapa kami juga menyayangimu" kekeh Belle.

"Tapi ingat! Daripada kau, ibu mu yang pertama buatku. Dia, cintaku. Ayah harap kau juga mendapat pasangan yang setia denganmu. Jangan memandang fisik, hanya itu" Vantae mengakhiri nya dengan mengecup leher Belle.

"Good Bye Arsen, kami menyayangimu" ucap keduanya. Vantae menekan tombol dilayar guna menghentikan rekaman. Kembali memeluk istrinya lebih erat membiarkan istrinya itu mengganti nama Vidio yang baru saja mereka rekam.

"Arsen 8 bulan" gumamnya.

"Kenapa kau suka sekali membuat album sayang?" Tanya Vantae lagi.

"Oh itu dia!" Seru Belle membuatnya melepaskan pelukan ketika istrinya mendekati koper berwarna kelabu. "Ini untukmu Van" lanjutnya membawa salah satu buku album.

Vantae menerima buku album itu dan kembali menyuruh sang istri untuk duduk kembali diatas pangkuannya. Sembari memeluk dari belakang dan menyandarkan dagunya di bahu Belle, ia membuka buku album berjudul 'Married Life' dipangkuan Belle.

Ketika halaman pertama dibuka, terlihat dimana ia mencium sosok yang kini dipangkuan nya ketika di altar. Ia terkekeh pelan ketika melihat tulisan disampingnya berisi suatu pesan berbunyi 'Aku sudah menunggu lama untuk pernikahan ini. Meskipun persyaratan aneh yang kau buat membuatku sedikit kesal. Tapi tak masalah, aku rasa cintamu akan kembali padaku. Aku mencintaimu'

"Aku juga mencintaimu" ucapnya membelai kepala sang istri. Ia melihat lembar disampingnya, beberapa foto pernikahan tertata indah. Tak ada hentinya ia terus tersenyum.

Ia membalik lembaran dan terlihat ia yang duduk bersama Belle dihalaman depan. Terlihat mereka saling bertatap, ia ingat saat itu gadis didepannya ini suka sekali menengadahkan kepalanya dan menutup mata. 'Aku senang kau mau menemaniku setiap aku merasa sedikit tidak enak saat itu. Aku takut dengan kehidupan pernikahan kita. Tapi aku percaya kau pasti mencintaiku kan, kau peduli padaku Van' lagi dan lagi sebuah kalimat. Tertulis kecil dimana saat itu adalah 2 minggu setelah mereka menikah.

"Kapan kau mengambil gambarnya sayang?" Tanyanya heran.

"Oh? Bukan aku. Bibi Han yang mengambilnya, dia suka sekali memotret kita diam-diam. Karena bagus aku ijin padanya untuk membuat album" balas Belle.

"Bibi Han, maniak orang tampan" gumamnya.

Ia membalik bukunya lagi melihat ketika mereka duduk bersama sembari menonton televisi. Lagi dan lagi terdapat kalimat yang mengatakan kalau gadis itu mencintainya. "Seberapa banyak kau akan menulis Aku mencintaimu disini?" Tanyanya.

"Sebanyak-banyaknya!!"

"Kau tau sayang, aku akan melihatnya lagi nanti. Aku ingin menikmati waktu kita berdua sekarang" gumamnya.

Keduanya menunggu Jarvin yang akan merawat Belle selama 2 minggu di tempat tujuan istrinya. "Kenapa aku tidak puas sekali. Aku tidak mau berpisah seperti ini. Aku tidak tenang baby, tinggallah disini saja. Aku mohon" mohonnya.

"Kau itu, hanya tidak mau berpisah dengan orang yang kau cintai, dasar. Aku hanya 2 minggu Van, kemudian datang ke pernikahan mu dan tinggal disini lagi"

Vantae menghela nafas panjang. "Apa tidak boleh jika aku tau kau akan pergi kemana?" Tanyanya.

"Oh, itu, intinya tempat indah ditengah hutan" balas istrinya. Hal itu membuatnya mendengus pelan hingga suara mobil terdengar dihalaman nya.

Sosok tinggi dengan bahu lebar itu masuk di ikuti sosok pendek dibelakangnya. Siapa lagi kalau bukan Arash Nelson. "Kenapa kau tidak disini saja? aku tak punya firasat baik kalau kau bepergian dalam keadaan hamil" seru Arash.

Arash memberikan secarik kertas dan menyuruh Belle untuk menandatanganinya. Usai memberikan kertas itu pada Belle, Arash memberikan kertas itu padanya membuat Vantae mengernyit. Tertulis bahwa itu surat perceraiannya.

"Aku akan menandatangani surat itu nanti" balasnya menerima surat dari Arash.

Jarvin yang selesai meletakkan koper Belle kedalam mobil, akhirnya memanggil gadis itu pelan. Membuat sang pemilik nama lebih memilih menoleh pada Vantae dan tersenyum manis. Sangat manis bahkan seolah gula habis ditelannya.

"Aku pergi dulu suamiku, sampai jumpa!" Seru Belle.

"Berjanjilah kau akan baik-baik saja dan kembali dengan sangat sehat. Aku menantimu!" Balasnya. Ia memeluk Belle lagi dan mengecup kening istrinya sayang sebelum akhirnya melumat pelan bibir yang pasti akan dirindukan olehnya.

"Kakak, jaga Vantae!" Ketus Belle pada Arash.

"Terserah"

Arash memeluk Belle kemudian membiarkan gadis itu pergi dengan dokter kepercayaan nya. Arash pun ikut pergi dengan mobil pribadinya. Saat ini Vantae sendiri dirumah penuh kenangan dengan istri cantiknya.

Vantae masuk kedalam rumah melihat surat cerai yang berada di atas meja. Tangannya seolah malas untuk menandatangani surat itu dan memilih untuk menyobeknya. Menjadi 2, 4, 8 hingga tak bersisa. Membuangnya ketempat sampah dan memilih membakarnya.

"Sampai kapanpun kau tetap istriku, milikku"

Vantae mendudukkan dirinya di sofa tempat ia memangku Belle sebelumnya. Menengadahkan kepalanya keatas dan menutup mata. Malas sekali bertemu dengan Aleah malam ini.

---To Be Continued---

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang