19 - Surrender

182 26 48
                                    

5 Tahun Kemudian

Seorang gadis terlihat tengah sibuk di dapur memasak bersama wanita yang lebih tua darinya. Dua perempuan beda usia itu tampak berbincang ria. Di sisi lain, terlihat seorang pria paruh baya bersama seorang laki-laki remaja yang kini bermain papan catur.

"Ma, nanti Nella ijin pergi keluar ya." ucap Nella pada Iris yang habis mengaduk nasi.

"Oh iya, gimana kamu udah keterima?" tanya Iris sambil menatap putrinya sekilas. Nella hanya mengulas senyum dan menggeleng pelan.

"Nella janji ke Mama, gimana pun juga Nella bakal kuliah." balas Nella yang kemudian pergi ke kamarnya setelah selesai memasak.

Nella melihat kalendernya, sudah lepas 5 tahun dari saat-saat ia mendapat karmanya. Saat itu ia mengira kehancurannya sudah tiba, tapi ternyata masa depannya lebih membuatnya jatuh dalam titik terendah dari hidupnya.

Tapi setidaknya ia bersyukur satu hal, keadaan ekonomi keluarganya kini membaik. Setahun setelah beasiswanya di cabut, Iris memutuskan untuk menikah lagi. Beruntungnya Ares, ayahnya dan juga adik tirinya Kalvin mau menerima segala kekurangan yang keluarganya miliki.

Selama 5 tahun pula, Nella masih dihantui rasa penyesalan yang sangat. Jika diingat kembali, ia bahkan tidak memiliki satu teman di bangku SMA. Tidak ada lagi prestasi yang dimilikinya seperti di masa awal kejayaannya dulu. Kehidupannya terasa seperti hanya ada dua warna, hitam dan putih.

Gadis itu lebih banyak bersedih dari pada tersenyum. Seperti tidak ada kebahagiaan lagi di hidupnya selain keluarganya. Ia bahkan masih merasa dirinya adalah beban orang tuanya. Ditambah dengan beberapa kali ia mendaftar kuliah, namun tidak ada yang menerimanya. Nella membuang kalendernya, kemudian bersiap untuk pergi.

"Kak, gue ikut boleh?" suara Kalvin terdengar di telinga Nella. Untuk informasi, selisih umurnya dengan Kalvin hanya 2 tahun.

"Mau ngapain?" alis Nella terangkat sebelah dan balas balik bertanya.

"Main, Mama gak ijinin kalo gak sama Kak Nel." balas Kalvin dengan suara kecil takut Iris mendengar suaranya. Kalvin hanya menampilkan senyum sambil menunjukkan giginya.

"Dasar, makanya jangan aneh-aneh." cibir Nella yang pada akhirnya tetap mengijinkan Kalvin untuk ikut.

Nella menyusuri tempat ia bekerja selama ini. Yap, tanpa sepengetahuan keluarganya ia diam-diam bekerja. Masih ingat janjinya dulu mengembalikan uang Iris untuk kompensasi?, sepertinya janjinya akan terwujud hari ini. Nella hanya sendiri karena Kalvin yang meminta berpisah di halte. Adiknya itu benar-benar memanfaatkannya dengan baik rupanya.

Setelah dari tempat kerjanya, kakinya menuntun ke depan gedung bertuliskan bank. Ia akan mengambil seluruh tabungan yang sudah berhasil ia kumpulkan. Kakinya terus melangkah sampai ia terhenti di tempat yang sering disinggahinya.

Masih teringat jelas kilasan kenangan dirinya bermain bersama Edric. Mengingat tentang Edric, bahkan sampai sekarang gadis itu tidak tahu bagaimana kabar teman kecilnya itu. Mengingat Edric membuatnya teringat dengan penyesalannya selama ini. Ingin melupakan, tapi Nella tak sanggup. Akan terlalu jahat jika ia menghapus kenangannya bersama Edric.

"Nella!" samar-samar ia mendengar suara yang memanggilnya. Nella mengedarkan pandangannya, namun tidak menemukan satupun orang yang ia kenal. Mungkin hanya halusinasinya, karena memang selama ini ia terkadang berhalusinasi.

Entah apa hal pasti yang membuatnya begitu. Apa mungkin karena terlalu pedih dan ia mendambakan kebahagiaan. Nella jadi mengingat usahanya yang selalu gagal setiap mencoba hal baru.

Begitu lama ia termenung di tempat itu, seperti ingin bernostalgia dengan seluruh memorinya. Beberapa kali ia menghela nafasnya, sudah lama ia mengarungi kehidupan yang berat ini. Perlahan langit mulai menghitam, tetesan air terjatuh begitu saja. Bukannya berteduh, Nella terpaku di tempatnya.

30 Days✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang