18 - Karma

177 27 29
                                    

Day 74

Banyak tatapan aneh yang melihat ke arah gadis itu. Tatapan yang seakan bilang, "kamu seharusnya tidak ada disini". Sedangkan gadis itu hanya terdiam acuh dengan semua tatapan-tatapan itu, seolah ia sudah biasa dengan pandangan tersebut. Ia baru saja ingin mengambil seragam yang ada di lokernya, namun nihil ia tidak menemukan keberadaan seragamnya.

Sementara itu, jam pelajaran akan berlangsung beberapa menit lagi. Gadis itu memang sengaja untuk berganti baju lebih akhir dari yang lain. Nella mendesah malas sambil menyandarkan dahinya di pintu loker.

Terhitung lewat sebulan setelah ia mendengar kabar Edric dari Ica. Gangguan dari Bella, Cheryl dan Lisa terus menghantuinya. Ia hanya mampu menerima perlakuan ketiganya tanpa melawan. Seingatnya, terakhir kali ia melawan Iris malah di panggil ke sekolah dan dirinya mendapat teguran ketiga. Sekali lagi ia membuat masalah, maka dengan terpaksa yayasan bisa saja mengeluarkannya begitu saja. Ditambah dengan kekuasaan Cheryl yang merupakan anak Jun, kepala sekolah SMP Argani.

Nella kembali merutuki dirinya yang lupa membawa dua seragam. Harapannya sejak pagi tadi jadi sia-sia. Ia berharap untuk hari ini Cheryl dan yang lainnya lelah untuk mengganggunya, tapi realita berkata lain. Di badannya masih tertempel baju olahraga, sedangkan Aza, guru matematikanya tidak mengijinkan seorang pun mengenakan pakaian olahraga di jam pelajarannya.

Gadis itu menghembuskan nafas pasrah, bagaimana pun ia harus mencari keberadaan seragamnya yang menghilang. Nella mulai mendatangi satu-persatu tempat dimana mereka menyembunyikan seragamnya selama ini. Setelah berkeliling, ia akhirnya menemukan seragamnya tepat di bak sampah.

Nella yang melihat itu berusaha menahan amarah, dengan mengatur pernafasannya.

"Itu seragam lo, Nel, gue kira sampah makanya disitu." ucap Cheryl yang beberapa meter dari tempat Nella berdiri. Nella hanya mampu menguatkan dirinya dan bertahan.

"Jahat banget, Ce." sahut Lisa yang juga ikut bersama Cheryl.

"Orangnya kan sampah, wajar barangnya juga gue kira sampah." balas Cheryl yang sama sekali merasa tidak bersalah dengan apa yang dikatakannya barusan. Setelah itu, Lisa menarik Cheryl untuk segera pergi karena bel yang sebentar lagi berbunyi.

Nella hanya termangu, menatap kosong seragamnya yang sudah sangat kotor. Tetesan air mata mulai membasahi pipinya, Nella yang tersadar segera mengusap wajahnya dan membawa pergi seragamnya.

"Gue harus kuat demi Mama." itulah mantra yang selalu diucapkan Nella di saat ia sudah merasa ingin menyerah. Hidupnya masih berharga selama ia masih memiliki Iris, pikirnya.

- - - -

Day 135

"Ornella tolong ke ruangan saya." suara itu berasal dari wali kelasnya, Yanto. Tanpa berbasa-basi ia segera bangkit dari tempat duduk dan mengekori Yanto.

Seperti biasa pula, langkahnya tidak pernah semulus dulu lagi. Baru saja kakinya melangkah ia sudah terjatuh karena tali sepatunya yang saling terikat. Terdengar ledakan tawa dari Lisa yang entah sejak kapan ada di belakangnya.

"Iket tali sepatu yang bener Nel, entar jatuh." ucap Cheryl yang juga ikut tertawa saat Nella terjatuh.

"Telat Ce, udah jatuh orangnya." balas Bella yang memukul pelan bahu Cheryl dan tertawa bersama. Nella yang mendengar itu, setelah memperbaiki ikatan tali sepatunya langsung bergegas pergi.

"Ornella saya ingin menyampaikan pesan dari kepala sekolah." ucap Yanto yang memulai pembicaraannya terhadap Nella.

"Akhir-akhir ini, kami meninjau penurunan prestasimu yang semakin menurun, jika sampai masa ujian tidak membaik, maka pihak yayasan terpaksa mencabut beasiswa yang kami berikan." ucapan Yanto membuat Nella menegang, bahkan ia hampir membelalakan bola matanya.

"Kamu boleh pergi." setelah mendengar ucapan Yanto, Nella bergegas untuk keluar.

Sekembalinya dari tempat Yanto, gadis itu jadi melempar tatapan kosong. Memang selama ini semenjak ia diganggu oleh Cheryl dan yang lain, gadis itu memiliki penurunan mental yang berdampak pada keaktifannya dalam belajar. Bahkan ia sendiri terkejut dengan hasil ulangan yang kurang dari nilai rata-rata.

Bagaimana ia bisa menaikkan nilainya hanya dalam waktu sebulan. Sedangkan lingkungannya sekarang seperti tengah mengejeknya. Kesedihan dan kegelapan yang sangat ingin memeluknya. Di tengah keadaan ini, ia bahkan tidak bisa menjadikan Iris sebagai alasannya untuk tetap ada disini sekarang. Karena itulah kenyataan, sebanyak apapun ia memendam, tetap saja ia tidak akan kuat menanggung penderitaannya.

- - - -

Day 166

Tepat di hari ini, Yanto kembali memanggilnya. Nella tahu persis apa yang akan Yanto katakan padanya. Sesuai dengan ucapan Yanto sebulan yang lalu, beasiswanya terancam. Dengan nilai-nilai Nella saat ini, beasiswanya benar-benar akan di cabut.

"Ornella, tolong berikan surat ini pada orang tuamu." Yanto memberikan sebuah amplop yang berisi surat. Sudah pasti surat pemberitahuan pencabutan beasiswanya. Ia jadi membayangkan bagaimana wajah Iris ketika menerima amplop ini.

Iris pasti akan kecewa dan juga marah padanya. Kondisi ekonominya tak seberuntung mayoritas penghuni SMP Argani. Ia bahkan beruntung bisa mendapat beasiswa di tempat ini. Sepertinya ia harus mencari cara lain, agar Iris tidak terlalu merasa terbebani.

Di perjalanan pulangnya, bajunya nampak lusuh dengan penampilan yang jauh dari kata rapi. Itulah kesehariannya selama 3 bulan ini. Pulang dengan keadaan yang cukup mengenaskan. Sepertinya Cheryl dan yang lainnya mulai menikmatinya sebagai mainan mereka.

Nella menghembuskan nafas kasarnya. Ia melangkahkan kakinya masuk ke area taman. Setiap hari ia selalu melakukannya, sebelum sampai di rumah ia akan berdiam di taman. Tentu saja itu dilakukannya untuk menunggu kedatangan Edric.

Dilihatnya dari jauh, sesosok pemuda tengah duduk di tempat ia biasa menunggu. Nella menaikkan sebelah alisnya dan berjalan mendekat. Samar-samar ia melihat telinga pemuda itu tersumpal dengan sebuah alat.

Gadis itu hampir mengembangkan senyumannya dengan lebar. Dengan langkah pasti, ia berjalan mendekati pemuda itu dan menepuk sebelah bahunya. Senyuman Nella memudar tatkala yang dilihat bukanlah Edric dan malah wajah yang tidak di kenalnya sama sekali.

Dengan segera, ia meminta maaf dan beranjak pergi. Sebelum pergi, ia melihat Earfit yang menyumpal kedua telinga pemuda itu dan bukannya alat dengar Edric. Ia terlalu bersemangat sampai tidak bisa membedakan.

Dengan bahu yang turun, seperti hari-hari sebelumnya ia tidak mendapat hasil apapun. Pikirannya jadi beralih, menerka-nerka bagaimana Iris akan melihatnya setelah memberikan amplop di tangannya.

Entah sudah yang keberapa kali, gadis itu terus menghembuskan nafasnya. Hari-harinya saja sudah terasa berat, apalagi jika ditambah dengan berita penyabutan beasiswanya. Sepertinya ia harus kembali membantu Iris mencari uang, beruntungnya libur sekolah hanya tinggal menghitung jari.

Nella merenungkan semua yang telah terjadi dalam tiga bulan terakhir. Seakan perlahan ia hanyut dalam kehancuran. Kehancuran terbaik dalam hidupnya. Tidak ada satupun teman yang ia punya, prestasinya menurun, pencabutan beasiswa, rasa kehilangan. Semuanya bercampur seperti menjadi tombak yang menancapnya tepat.

Kalau karma memang sesakit ini, ia berharap bisa memutar kembali waktu dan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Memperbaiki setiap bagian dirinya yang sudah lama rusak, hatinya yang rusak, perilaku dan semuanya. Ia bahkan diam-diam membenarkan ucapan Cheryl padanya yang tidak dapat menjaga attitude dengan baik. 

Bersambung

Kamis, 31 Desember 2020

Cindy & Nisin Manis

30 Days✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang