Segala sudut Andromeda selalu disukai setiap penghuninya, sebab kehangatan selalu muncul secara gak terduga di mana pun kaki mereka berpijak. Titik temu yang paling sering menjadi pengisi rasa kesepian adalah gazebo depan, ruangan tempat televisi dan juga dapur pastinya. Gazebo adalah titik di mana mereka bisa main gaple, cari angin segar, atau duduk untuk sekadar cuci mata dengan pemandangan gadis-gadis sekolahan maupun kuliahan lewat. Ruang tempat televisi jadi tempat pas buat julid sambil makan kacang kulit, tempat belajar yang diisi agenda rebahan, atau ruangan tempat tidur kalau kamar sendiri rasanya pengap. Lalu ada dapurㅡjangan ditanya lagiㅡyang berfungsi sebagai lumbung utama segala jenis benda pemuas perut walaupun kadang yang bisa ditemukan haya air es yang sisa setengah botol.
Namun, anggapan tersebut jadi berbeda makna untuk Danu.
Danu selalu seperti itu. Menganggap semua yang terlihat sepele jadi rumit, lalu menganggap yang rumit jadi semakin rumit.
Hanya Danu dan dunia di dalam kepalanya yang berisi jutaan pemikiran.
Ruangan tempat televisi adalah tempat yang begitu susah dimengerti eksistensinya. Ada banyak cerita terukir di sana, seolah mengisi celah kosong yang kini begitu padat dengan ungkapan para penghuni yang sebelumnya gak begitu banyak didengar. Ada rahasia yang terbuka di tempat itu yang semula enggan diungkapkan. Ada pula tawa yang terselip di sela-sela kegundahan ketika tiga belas manusia berusia kurang dari seperempat abad itu merasa hidup begitu layak untuk diumpati. Andromeda dengan segala kisah yang siap untuk jadi lembaran kenangan di kemudian hari. Satu bangunan yang menjadi tempat singgah sementara untuk pertemanan yang entah akan terjalin sampai kapan. Setidaknya untuk saat ini, tidak ada yang angkat kaki dari sini untuk pijakan lanjutan meniti masa depanㅡatau belum lebih tepatnya.
Danu jadi takut bertambah usia, sebab waktu adalah musuh abadi manusia. Waktu merenggut segalanya apabila kita gak bisa mengimbangi langkahnya yang begitu cepat, seolah enggan menyisakan apa-apa bagi mereka yang bergerak lambat.
Lalu lihat apa yang kini Danu rasakan ketika melihat Aksa dan Zidan yang kebetulan tengah menyusun karangan bunga untuk dua kepetingan yang berbeda.
Dua manusia yang tengah menyusun kepingan jiwa yang retak dan ingin pulih secepat mungkin, tapi masih belum mampu padahal sudah diburu waktu. Aksa yang harusnya sudah menemukan tambatan hati pada yang lain dan Zidan yang harusnya sudah hidup dengan senyum yang mulai terpatri kembali.
"Lo terlalu tua untuk masalah beginian, Bang." Danu menyahut, bersedekap di depan rak buku dekat televisi. Kakinya dia luruskan selepas posisinya yang setengah tengkurap demi merangkum poin-poin penting penyebab terjadinya Perang Dunia II di Amerika yang diawali dari peristiwa pengeboman armada angkatan laut oleh Jepang. Lehernya dia gerakkan ke kanan dan ke kiri karena pegal pula. "Tinggal beli buket terus kirim aja ke alamat rumahnya. Beres. Malah beli bijian terus merangkai kek anak TK."
Aksa, yang masih dengan pakaian rapi selepas kerja setengah hari menggerutu sejenak. Di tangannya masih ada segenggam stargazer lilies berwarna merah muda yang masih dia pikirkan akan dirangkai seperti apa. Pandangannya mengarah ke arah layar monitor laptop yang memutar video cara-cara merangkai bunga manual dan sederhana. "Florist-nya bilang bunga ini bagus buat kelahiran anak perempuan, tapi gue juga pengin usaha sendiri ngerangkai, gak beli buket langsung biar ada kesan usahanya gitu aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
Fanfiction• T E L A H T E R B I T • Andromeda? Andromeda... nama galaksi? Atau nama seorang putri dalam mitologi Yunani? Bukan, Andromeda di sini hanyalah sebuah nama kontrakan yang berisi 13 orang dengan kisah dan latar belakang yang berbeda. Terbagi m...