[Delvin] Garis Akhir - 02

2.3K 553 253
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Vin, lo tadi beneran main sama Bang Danu? Di perpus? Pas jam sekolah kelar?"

Bastian sudah bersiap di atas tempat tidur kala itu dengan selimut hijau tanpa motif yang menutupi kakinya. Sebenarnya dia bukan siap-siap mau tidur, melainkan mulai membaca novel yang entah dari mana dia pinjam; bersampul biru dengan gambar dua awan monokrom yang saling berkaitan. Tumben sekali akhir-akhir ini anggota Bocils jadi suka mengulik ilmu tambahan selain dari buku pelajaran, walaupun gak yakin juga bisa menyerap makna dari tulisan yang dibaca atau justru hanya lewat saja.

Delvin menyeruput kuah bakso terakhirnya. Demi semangkok makanan penuh micin dan lemak gak sehat penyebab kolesterol, dia rela berburu dagangan mamang yang jualan keliling lewat pintu belakang. Di ruangan depan, ada Aksa yang lagi buka sesi konseling dadakan bareng para mahasiswa yang seringkali mengeluh sakit kepala dan kembung, ada juga yang alerginya kambuh dipicu oleh hawa dingin ketika hari berganti malam. Bilangnya kalau kuliah jangan diambil pusing, tapi mereka buktinya masih tetap khawatir akan nasib lembaran kertas revisi yang masih harus diperbaiki. Bilangnya gak peduli, tapi diganggu dikit sensinya setengah mati.

Dengan hidung yang masih berair, Delvin meraih kotak berisi tisu di ujung meja. Sempat menyenggol lampu belajar Bastian yang sangat menganggu eksistensinya sebab sudah rusak tapi masih dipajang. "Numpang internetan. Bukan ikutan baca," katanya kemudian tanpa dusta.

Si pemilik lampu butut melirik sebentar dengan pandangan awas. "Lo bikin oksigen di perpus berkurang tau gak? Gak ada gunanya lo main ke sana terus pulang gak ada hasilnya."

"Ini hasilnya," Delvin menyahut sambil menunjuk ponselnya sendiri. "Pengetahuan gue bertambah tentang alur film yang baru rilis pertengahan tahun kemarin tanpa keluar duit." Ingus yang dihasilkan dari makan makanan pedas masih menganggu suaranya, segera Delvin mengusapnya menggunakan tisu lalu terdiam melihat Bastian yang tiba-tiba jadi rajin baca buku. Mendadak dia jadi ingat sesuatu lalu berucap. "Pas ending nanti yang meninggal cowoknya, bukan si cewek karena kankernya tumbuh lagi. Mampus gak tuh ada plot twist."

Dalam sekejap, tatapan Bastian jadi lebih seram daripada kucing peliharaannya Teteh Alina yang kalau lagi marah suka cakar muka.

"Gue beli ini pakai duit jajan dua minggu dan membutuhkan waktu lima hari untuk gue sampai di bagian tengah, terus gue malah dapat spoiler di saat gue gak tanya apa-apa?"

"Buku itu udah dijadiin film dari lama," kilah Delvin. "Lo telat amat baru baca sekarang? Ke mana aja?"

"Big no, Vin. Kata Bang Danu gak ada ungkapan terlambat buat baca suatu karya. Mau buku baru rilis ataupun udah ditulis dari ratusan tahun yang lalu, gak ada namanya sistem waktu kadaluwarsa kalau udah menyangkut ilmu dalam buku."

Delvin hanya melongo. Ternyata Danu gak hanya punya fans di luar kontrakan, di dalam kontrakan pun juga ada. Kalau Delvin sendiri, sih, memang suka sama cara berpikir Danu, tapi gak bisa berkata bijak mirip motivator yang dibayar puluhan juta dalam sekali tayang di stasiun tv lokal. Lalu sekarang ada Bastian yang jadi sedikit menakutkan karena perubahannya yang mencolok setelah gak pulang selama beberapa minggu. Sekarang malah menjelma jadi duplikat seorang Danu.

ANDROMEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang