Selayaknya manusia rantau pada umumnya, ada saat di mana Dika mengalami masa kangen rumah selama berhari-hari. Hal tersebut membuat pikirannya menjadi sakit, terbayang-bayang sosok ayah dan ibu dengan intensitas lebih sering sangat membebani kegiatannya sehari-hari. Dika rindu masakan rumah, bukan masakan ibu warung pojok gang yang rasanya begitu-begitu saja. Dika rindu tidur di kamar rumah, bukan kamar kontrakan meskipun ruangannya sedikit lebih luas. Dika rindu burung peliharaan ayah yang menemani paginya ketika bangun tidur, bukan suara penghuni kontrakan yang berebut teh celup atau kopi saset untuk diseduh.
"Abang, pulang yuk. Gue kangen ayah sama ibu." Dika berujar tepat ketika handuk Danu dilempar ke sembarang arah oleh si empunya selepas membersihkan diri di kamar mandi lantai dua. Awalnya Danu hanya diam karena fokus pada ponselnya di atas nakas yang cahaya layarnya terus berkedip, sehingga Dika memutuskan untuk mengulang kalimat yang sama untuk kedua kali. "Abang, gimana? Pulkam yuk?"
"Lo yakin mau pulang?"
"Iya, yakin." Dika bangkit, menampilkan senyumnya yang merekah bak mentari yang baru terbit. "Cuti dulu kuliah. Entar gue ambil akhir pekan aja supaya skip-nya gak terlalu banyak."
"Gue mau aja, asal lo bilang ke mereka kejadian di hari kemarin."
Lalu Dika bungkam lagi seiring senyumnya yang pudar. Buat apa ayah dan ibu tahu? Bagi Dika masalah di hari lalu sudah terselesaikan dengan baik meskipun melalui bantuan Raya, Danu dan teman-temannya yang lain. Namun, siapa sangka Danu justru beranggapan terbalik?
"Dek, ibu telepon gue semalem dan beliau nanyain lo."
"Bukannya itu udah biasa? Beliau juga tanya lo kalau gue lagi telepon."
"Kali ini beda situasinya," tukas Danu semakin serius. Dia menarik kursi dan duduk di hadapan Dika yang termenung di atas kasur. "Ibu bilang beliau nemuin catatan kecil yang keselip di tempat tidur lo pas mau ganti seprai baru."
"Catatan apa?"
"Catatan lo pas masih SMP. Tentang keinginan lo buat kabur dari rumah dan berdoa supaya mati lebih cepat."
Jantung Dika terasa jatuh meninggalkan rongga dada, membuatnya sesak karena rasa panik yang tiba-tiba melanda. Dika pikir dirinya sudah hebat dalam menjalankan peran di dunia menggunakan topeng andalan, tapi siapa sangka penyamarannya akan terbongkar dengan cara yang gak terduga?
"Ibu bilang apa?" Sekali lagi Dika bertanya. Nada suaranya berubah menjadi parau. "Tapi ibu gak ada telepon gue."
"Ibu takut ganggu lo, takut lo malah tertekan karena selama ini menyimpan banyak rahasia. Lo pikir insting seorang ibu itu beneran gak ada apa gimana? Lo skeptis hal-hal kayak gitu ada?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
Fanfic• T E L A H T E R B I T • Andromeda? Andromeda... nama galaksi? Atau nama seorang putri dalam mitologi Yunani? Bukan, Andromeda di sini hanyalah sebuah nama kontrakan yang berisi 13 orang dengan kisah dan latar belakang yang berbeda. Terbagi m...