Epilog; Chandra

1.7K 337 86
                                    

"Apa manusia harus selalu dituntut sempurna sama semesta? "

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa manusia harus selalu dituntut sempurna sama semesta? "



Kadang lucunya hidup bisa kamu temukan ketika kamu beranggapan semuanya baik-baik saja, lalu kemudian hanya karena satu detik yang gak terduga, bisa bikin keadaan kembali buruk secepat mata berkedip.

Ungkapan klise.

Aku inget sewaktu malam di mana kontrakan nyaris jadi penyebab Mas Aksa marah, begitu juga Mas Haikal yang biasanya kerjaannya nempelin kotoran hidung di tembok jadi emosi sampai-sampai bikin heran semua penghuni. Inget juga waktu itu acara makan-makan juga hampir batal, sampai-sampai atmosfer di ruangan utama kontrakan kayak ruangan ujian; hening dan mencekam. Ada banyak sosok yang bingung deskripsiin keadaan saat itu kayak apa. Bingung, kaget, marah, sebel, semuanya jadi campur aduk sampai bikin kepalaku terasa penuh.

Aku ingat betul, sore itu ayah mendadak datang. Rasanya mustahil aja lihat ayah berdiri di depan kontrakan dengan senyum semringah yang gak pernah dia tunjukkan di depan mukaku ketika kami punya janji temu. Tapi, hari itu ayah benar-benar tersenyum. Lengkungan di bibirnya seperti sebuah pahatan dari karya seni yang belum pernah aku kagumi sebelumnya, terlepas karya seni tersebut rasa-rasanya kurang bisa diterima kalau ungkapan itu disematkan pada ayah.

Kalau aja hari itu aku gak keluar buat bersih-bersih area dekat pagar, kayaknya semuanya bakalan selamat. Baik aku, mas-mas kontrakan dan juga ayah akan tetap pada garisnya, yang artinya sebuah fakta mengejutkan gak akan pernah terbuka.

Siapa sangka aku dan Mas Bas saudaraan?

Siapa sangka kalau ternyata ayah yang selal Mas Bastian banggakan adalah orang yang sama dengan pria setengah baya yang jadi sumber kenapa hidup aku gak kaya temen-temen lain?

Aku pernah lihat beberapa orang tua penghuni kontrakan kunjungin anaknya sambil bawain makanan. Biasanya kalau udah gitu, habis salaman dan menjamu, aku pergi ke balkon atau tempat cucian dijemur. Pastinya bareng Mas Zidan yang pada dasarnya nasibnya lebih mirip, sama-sama punya keluarga berantakan. Kemudian kita berdua akan ada di situ sampai sesi kunjungan orang tua dan anak usai, yang pada akhirnya akan menorehkan luka lagi dan begitu seterusnya.

Kabar Mas Jo yang mendadak angkat kaki jadi beban tambahan lagi. Bahkan aku merasa beban kali ini lebih berat daripada dapat pukulan dari ayah di waktu lalu. Aku udah menaruh harapan besar untuk punya keluarga utuh sewaktu lulus bareng mas-mas dengan cara bikin foto utuh bertiga belas. Aku udah berandai-andai kita akan liburan bareng. Yang kerja minta cuti, yang kuliah absen dulu sehari. Pengin banget punya kenangan di mana aku dapat seluruh pusat perhatian tanpa harus mikir kebahagiaan itu bakalan lenyap digantikan dengan hal suram.

Tapi, aku kalah. Lagi-lagi dunia kasih aku realita yang berbanding terbalik karena Mas Jo sepertinya gak akan bisa hadir.

"Jadi gimana, Chan? Lo beneran jadi ikut gue balik, kan?"

ANDROMEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang