"Karena katanya ada beberapa hal yang harus ditunda bukan karena gak bisa dilakuin, tapi karena harus walaupun gak pengin."
ㅡ
"Jov, minggu depan apa jadi? Kalau iya, nanti gue biar bisa tukar shift."
Gue awalnya enggan menggubris ucapan Fara yang sekarang tengah mengaduk es buah dengan malas pula. Kayaknya dia udah kenyang banget sebab makan malam kali ini gue sengaja pesan beberapa menu lebih sebagai tambahan. Semacam topping aja, sih. Ada kentang goreng, sosis bakar, abon ayam dan kerupuk pangsit. Seperti biasa, kita berdua selalu pilih tempat makan yang jauh dari keramaian muda-mudi yang suka berisik obral omong dengan modal bawa-bawa laptop. Katanya mau kerja cepat supaya skripsi cepat tuntas, tapi realitasnya berbanding terbalik dan gak sesuai ekspektasi. Mirip para bujang Andromeda yang suka leha-leha, tapi kalang kabut sewaktu ingat besok ada revisian.
Banyak banget pikiran yang hinggap di kepala gue sekarang. Mulai dari janji yang bakalan bawa Fara pulang kampung untuk dikenalkan ke orang rumah sampai masalah Jani dan Joshua yang ternyata diam-diam jadian. Sumpah, gue gak tahu mau ngapain lagi sekarang selain berpikir tanpa menemukan solusi. Gak mungkin gue egois dan gak mudah juga kalau gue akan iya-iya saja dan gak melakukan apapun agar keadaan membaik.
Sebagian anak-anak malah menjauh. Bilangnya tetap akan seperti biasa, tapi gelagat mereka gak mencerminkan ucapan beberapa waktu lalu. Mereka berpikir kalau kejadian perginya Joshua mutlak salah gue yang terlalu ikut campur di dalam kehidupan Jani. Sebagian mendiamkan gue sebagai bentuk protes supaya gue bisa bawa Joshua balik. Lalu sebagian lagi tetap bersikap kayak biasanya. Bukan sebagian kalau poin yang terakhir, sih. Soalnya hanya satu orang sebenarnya yang masih anggap gue teman kayak gak ada yang terjadi. Cuman Aksa doang.
"Jov?"
Kembali Fara mencoba mendapatkan atensi gue setelah pertanyaannya barusan hanya menembus angin. Gue menoleh. Dia langsung paham kalau sepertinya kemungkinan rencana kita yang mulai melangkah ke jenjang serius akan batal untuk sementara. Bukan batal, hanya mengalami kemunduran karena suatu alasan yang jelas masuk akal.
"Gue masih gak tau, Far," tukas gue tanpa kejelasan untuk ke sekian kali. Dalam sedetik gue bisa melihat kekecewaan tersirat dalam raut wajah Fara. Ada inisiatif untuk meminta maaf karena gue selalu jadi pihak menuntut, tapi giliran dituntut malah terus berkilah dan gak punya pendirian.
Fara hanya mengangguk. Dia jauhkan mangkok es buahnya yang isinya masih sisa. "Gak apa-apa. Lo selesein dulu masalah lo. Lagipula Jani masih belum mau ngomong sama sekali. Ajak dia keluar dan kalau bisa kasih pemahaman tanpa menyudutkan siapa-siapa."
Fyi, gue sama Fara mungkin bisa dibilang masuk kategori pasangan yang sama sekali gak romantis. Selain gue yang sebenarnya kurang mengerti definisi romantis itu kayak apa, gue gak bisa panggil pasangan gue pakai sebutan ala-ala orang pacaran. Kata sayang atau baby atau honey atau apalah itu hanya jadi bayang-bayang semata, karena gue lebih nyaman panggil pakai nama masing-masing kalau ketemu. Syukur banget cewek gue mau menerima dan dia nyaman-nyaman saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
Fanfiction• T E L A H T E R B I T • Andromeda? Andromeda... nama galaksi? Atau nama seorang putri dalam mitologi Yunani? Bukan, Andromeda di sini hanyalah sebuah nama kontrakan yang berisi 13 orang dengan kisah dan latar belakang yang berbeda. Terbagi m...