Malam itu Aksa pulang dengan tangan kosong. Gak ada makanan ataupun barang apapun yang dia beli ketika mengunjungi pameran motor. Yang ada malah motornya sempat masuk bengkel pukul setengah sepuluh malam karena bannya bocor. Biasanya, Aksa akan meninggalkan motornya di tempat mamang reparasi langganan dan baru diambil esok harinya. Barulah setelahnya chat bocils minta jemputan. Tapi malam ini enggak, dia menunggu dengan tenang tanpa tergesa-gesa dengan duduk di kursi kayu setinggi tiga puluh sentimeter dekat pilar kayu bengkel.
Ngomong-ngomong bocils emang paling enak kalau disuruh-suruh, soalnya biaya kompensasinya gak muluk-muluk. Goceng doang diterima. Beda lagi kalau mahasiswa di kontrakan, maunya minta traktir kopi di cafe mahal.
Sejak beberapa menit lalu sambil menunggu mamang benerin motor, perhatian Aksa gak pernah luput dari benda pipih yang tengah ia pegang. Berulang kali mengecek daftar kontak lalu mendesah pelan, hal itu dia lakukan sambil menahan rasa gugup yang datangnya entah dari mana. Seolah ada hasrat besar yang menyuruhnya untuk mengirimkan satu pesan sapaan. Mungkin niat awalnya hanya untuk memastikan apa satu kontak dengan nama lengkap itu masih aktif atau justru udah ganti, tapi lama-lama Aksa bingung sendiri.
Gue harus kirim huruf P doang gitu?
Atau... hai?
Atau... good night?
Atau... udah pulang belum?
Atau... ini nomornya Adisa masih aktif?
Padahal cuman mau menyapa lewat chat, tapi Aksa begitu bingung karena dia gak mau dianggap gamon kalau sampai anak kontrakan tahu. Pasalnya dulu Aksa sempat bilang kalau dia pantang chat mantan duluan karena menurutnya itu hanyalah tindakan yang sangat membuang waktu dan merugikan, padahal itu hanya alibi karena Aksa sendiri gak mau jadi satu-satunya pihak yang sebenarnya masih berharap.
Lama Aksa memandang nama yang tertera di ponselnya. Kontak yang terasa udah lama gak pernah berkirim pesan. Kontak yang rasanya sudah tenggelam di dalam memori ponsel maupun memori Aksa.
Aksa termenung dan semakin dalam melihat potret kenangan yang baru dia sadari masih ada di dasar folder galerinya, bertanya-tanya kenapa foto-foto itu masih ada di sana? Kenapa sampai detik ini tangannya enggan untuk menghapusnya?
Kalau dipikir Aksa memang memaksakan segalanya, tanpa memahami konsep sebuah paksaan hanya akan berakhir buruk belaka. Terlalu memaksakan diri untuk melupakan. Selalu menyalahkan waktu karena tuntutan untuk menghapus rasa. Tapi lihat sekarang, semuanya berbuah kenyataan yang mungkin sulit Aksa terima. Dia baru mengerti bahwa kini yang sudah mati-matian dan dipaksakan untuk dilupakan, pada akhirnya kini kembali dan membawa dampak yang begitu besar.
Atau yang lebih parah lagi selama ini Aksa hanya berpura-pura melupakan karena rasa gengsi yang sulit untuk ditekan.
Gak ada yang tau, Aksa sendiri masih tidak memahami isi pikirannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
Fanfic• T E L A H T E R B I T • Andromeda? Andromeda... nama galaksi? Atau nama seorang putri dalam mitologi Yunani? Bukan, Andromeda di sini hanyalah sebuah nama kontrakan yang berisi 13 orang dengan kisah dan latar belakang yang berbeda. Terbagi m...