"Ray, kalau lo dapat kesempatan untuk ada di posisi gue, lo mau ngapain aja?"
Dika duduk termangu di bangku semen yang melingkar mengitari sebuah batang pohon besar. Ditemani Raya yang tengah multitasking dengan mengerjakan beberapa tugas persentasi lewat laptop yang dipangkunya. Ada dua bungkus cokelat yang isinya sudah habis, dua gelas berisi es kopi serta satu buah earphone putih milik Dika yang terabaikan eksistensinya. Kampus sudah mulai sepi, lantaran sudut ini ada di area paling belakang universitas. Padahal hari juga masih belum terlalu petang. Gara-gara gosip murahan ala anak SD yang katanya pohon ini banyak penunggunya, maka riskan rasanya berteduh di tempat ini karena takut kesurupan.
Raya kala itu hendak menutup laptop terlebih dahulu lalu menjawab. Namun, Dika tiba-tiba menyandarkan kepalanya ke bahu Raya. Desahan napas pemuda itu terasa berat dan benar saja, sedetik kemudian Dika justru terisak dengan memegang lengannya sendiri.
"Capek?" Raya bertanya, mengusap pelan kepala Dika dengan perhatian penuh.
"Abang udah tahu."
"Ya, bagus kalau gitu. Ada temen buat nemenin lo berjuang selain gue, kan?"
"Gak gitu... rasanya salah kalau ngelihat abang pontang-panting selalu luangin waktu buat gue."
Dika menarik lengan kemejanya hingga siku dengan tujuan memberitahu Raya apa yang telah dilakukan Danu beberapa hari yang lalu. Awalnya lengan Dika penuh dengan bekas lengket dari plester yang membalut seluruh lengannya, tapi sekarang benda itu sudah dilepas. Digantikan dengan tulisan dari spidol warna-warni dengan bentuk beraneka ragam. Ada gambar boneka beruang, perahu kertas bahkan ada pula emoji tersenyum di sana.
Raya sempat menahan tawa, tetapi lengkungan senyumnya tiba-tiba pudar tatkala membaca satu kalimat kecil di lengan kiri Dika.
Abang hidup untuk Dika. Dika hidup untuk bersinar, bukan hanya jadi bayangan. Dika adalah lakon dalam hidup Dika, bukan pemain buangan.
"Di, apa lagi yang lo butuhin buat berubah?" Raya melontarkan pertanyaan dengan tangan yang mendorong kepala Dika supaya tegak. "Bekas kayak gini bakalan ada sampai lo tua. Lo pakai salep penghilang bekas luka pun rasa sakitnya pasti tetap keinget sampai nanti."
"Ray, gue udah berusaha." Lagi, Dika mendesah dengan perasaan pundung. "Lo tahu sendiri gue deep thinker, apa-apa selalu dipikirin jeleknya dulu baru baiknya. Gue gak bisa lihat sesuatu tanpa khawatir. Contoh sepelenya kayak gue gak yakin sama diri sendiri bahwa gue itu berguna selama ini."
"Gak ada manusia hidup tanpa arti. Semua makhluk hidup punya tugas untuk menyeimbangkan satu sama lain."
"Gue jadi benalu di hidup Abang, asal lo tahu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDROMEDA
Fanfiction• T E L A H T E R B I T • Andromeda? Andromeda... nama galaksi? Atau nama seorang putri dalam mitologi Yunani? Bukan, Andromeda di sini hanyalah sebuah nama kontrakan yang berisi 13 orang dengan kisah dan latar belakang yang berbeda. Terbagi m...