08 - Pesawat Untuk Senja

63 16 6
                                    

Tidak ada yang lebih indah dari Senin siang yang cerah ditambah dengan dosen yang baru saja mengabari kalau kelas hari ini ditiadakan. Dan syukurlah Junda masih diberi kesempatan untuk merasakan pengalaman seperti itu. Di kantin Fakultas Kedokteran yang masih sepi, Junda selebrasi usai mendapat pesan dari Riana kalau kelas hari ini ditiadakan karena dosen yang harus mengajar tiba-tiba kontraksi.

"Yess!" Masih dengan batagor utuh di mulutnya, Junda berdiri seraya mengepalkan tangan ke atas. Hal itu sontak menarik perhatian ibu penjual batagor.

"Kenapa weh?"

Junda menoleh, kemudian tersenyum lebar sekali. "Kelasnya batal, Bu Dosen kontraksi."

"Wah, turut berbahagia." Ibu penjual batagor hafal betul, hal sesederhana itu cukup untuk membuat mahasiswa kegirangan. Jadinya dia ikut tersenyum lebar seolah juga bahagia, padahal jika dipikir, kelas yang batal justru membuatnya rugi karena banyak mahasiswa yang memilih pergi dari kampus. Namun karena tidak mau merusak kebahagiaan mahasiswa, ibu penjual batagor pura-pura tersenyum.

"Bu, saya tambah satu bungkus buat dimakan di rumah," ucap Junda seraya membereskan buku-bukunya yang berserakan di atas meja.

"Siap!" Ibu penjual batagor langsung hormat dan bergegas membungkus batagor pesanan Junda.

Setelah barang-barangnya sudah masuk dengan rapi ke dalam tas dan batagornya sudah selesai dibuat, Junda segera melesat pergi dari kantin. Dia belum tahu akan kemana, yang jelas dia ingin buru-buru pergi dari kampus.

Lima menit... sepuluh menit... bahkan sampai lima belas menit belum menemukan tujuannya, Junda akhirnya memilih berkeliling kota bersama Scoopy kesayangannya. Semilir angin bercampur debu-debu langsung menabrak wajah Junda begitu dia melajukan motornya lebih kencang. Namun meski begitu dia tetap menikmati setiap jengkal jalanan yang dia lalui.

Bagi Junda jalanan adalah tempat semua orang berkumpul. Tidak peduli orang biasa atau orang berpengaruh, tidak peduli orang baik atau jahat, tidak peduli kemanapun tujuan dan kepentingannya, semua orang akan berkumpul di jalanan. Di jalanan pula banyak terjadi hal-hal yang mengejutkan dan tidak terprediksi sebelumnya. Jalanan itu unik, oleh karena itu, definisi me-time untuk Junda adalah berkendara tanpa arah di jalanan.

Selain di rooftop atau di depan senja, Junda juga bisa menumpahkan segala gundahnya di jalanan. Karena hanya di rooftop dan jalan, Junda bisa mendapatkan ruang untuk sendiri.

Kebebasan dan me-time Junda ternyata hanya bertahan dua puluh menit saja. Karena menit berikutnya, Kinan dengan style-nya yang glamor tiba-tiba menghadang Junda di tengah-tengah lampu merah. Bayangkan betapa malunya Junda sekarang. Hampir semua pasang mata menatap Junda penasaran.

Junda sontak mendelik, lantas dia berbisik tajam. "Ngapain kesini?"

"Nggak penting alasan saya ke sini, yang jelas kamu akan rugi kalau tidak ikut saya," jawab Kinan juga sambil berbisik.

Junda tidak lagi menanggapi. Rugi katanya? Yang ada Junda akan sangat beruntung kalau tidak mengikuti Kinan yang selalu tidak jelas. Awalnya Junda mau pura-pura tidak kenal saja, namun tepat dua detik sebelum lampu menyala hijau, Kinan berhasil mendudukkan pantatnya dengan mulus di motor Junda. Mau tidak mau Junda harus menahan kesal dan tetap melajukan motornya seperti tidak ada apa-apa.

"Ngapain sih, Kin?!" tanya Junda penuh kekesalan. Dia bahkan sampai menyempatkan diri untuk sedikit melirik ke belakang.

"Lurus saja lurus." Kinan menjawab sambil membetulkan posisi kepala Junda agar menghadap ke depan.

"Lurus-lurus! Lurus ada sungai! Lu mau kecebur terus jadi siluman ikan buntal?!"

Kinan diam sejenak, kemudian menepuk kedua pundak Junda dan bertanya polos. "Ikan buntal bisa hidup di sungai memangnya?"

Senja & Pesawat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang