05 - Kilasan Familiar

77 20 1
                                    

Memang benar setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Hal itu juga berlaku dalam permasalahan Kinan dan Riana yang memperebutkan boncengan Junda. Akhirnya setelah hampir satu jam berdebat, Kinan dan Riana bisa mencapai penyelesaiannya. Walau pada akhirnya Junda lah yang turun tangan untuk melerai dua gadis gila itu.

Junda mengalah. Demi menghindari perang dunia ketiga yang bisa terjadi kapan saja, Junda merelakan dirinya untuk naik angkot dan membiarkan Scoopy-nya ditumpangi dua gadis itu. Awalnya Kinan dan Riana tidak setuju, masalahnya yang diperebutkan di sini Junda, tapi kenapa malah Junda yang naik angkot. Namun setelah sedikit diancam kalau Junda akan mogok bicara dengan mereka berdua jika tidak menurut, akhirnya Kinan dan Riana menyetujui ide Junda.

Dan sampai lah mereka di kampus. Mereka bertiga tiba bersama karena Riana sengaja berjalan di belakang angkot yang ditumpangi Junda.

"Lain kali saya nggak mau dibonceng Riana!" sungut Kinan begitu dia turun dari motor.

Riana sontak mendelik. "Gue juga gak mau bonceng lo lagi!"

Sedangkan Junda yang lagi-lagi dihadapkan pada situasi seperti ini hanya bisa geleng-geleng kepala. Sepertinya perseteruan antara Kinan dan Riana belum benar-benar usai.

"Kinan lo duduk di situ aja." Junda menunjuk sebuah bangku yang ada di bawah pohon ketepeng. "Gue sama Riana mau kelas."

Kinan nyaris menyela, tapi Junda lebih dulu mengangkat telapaknya. "Udah duduk anteng aja di sana, tunggu gue."

Mau tidak mau Kinan berjalan lunglai ke bangku itu. Jujur saja Kinan ingin ikut kelas Junda, tapi dia juga sadar kalau dosen mungkin akan mendepaknya dari kelas jika dia nekat ikut kelas Junda. Akhirnya, sesuai perintah Junda, Kinan duduk anteng di bawah pohon ketepeng.

Awalnya semua berjalan biasa-biasa saja. Kinan hanya melihat para mahasiswa dan dosen yang wira-wiri. Tapi beberapa saat kemudian, ada dua orang yang menarik atensi Kinan.

Di samping kolam Fakultas Kedokteran, ada dua orang yang terlihat sedang berseteru, atau lebih tepatnya salah satu di antara mereka memarahi salah satunya lagi. Kinan bisa melihat, dua orang itu memiliki jarak usia yang lumayan. Kinan memang tidak bisa mendengar apa yang diucapkan ibu yang marah-marah itu, tapi Kinan bisa jamin kalau gadis yang kini menunduk di depan ibu-ibu itu pasti sedang dimarahi habis-habisan.

Dikarenakan Kinan sudah duduk di bangku ini selama hampir dua jam, jadi Kinan tahu betul apa yang sebenarnya terjadi. Lantas Kinan tidak bisa tinggal diam, dia berdiri dan berjalan angkuh menuju dua orang itu. Kinan sampai di sana tepat ketika si ibu-ibu akan melayangkan telapaknya ke pipi gadis itu, tapi untungnya Kinan berhasil menangkap pergelangan tangan ibu itu.

Ibu-ibu itu melotot tidak terima. "Siapa kamu? Nggak usah ikut campur!"

Kinan hanya tersenyum, kemudian menjawab. "Saya Kinan."

Dia berusaha terlihat tidak terpancing, walaupun sebenarnya dia sudah kesal luar biasa. Jelas-jelas Kinan melihat ibu-ibu itu yang lebih dulu menabrak gadis itu, tapi ibu-ibu itu yang malah marah-marah.

"Saya lihat semuanya, Bu, yang harusnya minta maaf itu Ibu," ucap Kinan serius tapi tetap menjaga nada bicaranya.

"Kenapa bisa gitu?! Saya yang lebih tua di sini!" Ibu-ibu itu ngotot.

Kinan sontak terkekeh. Lebih tua katanya.

Masih dengan menggenggam pergelangan tangan ibu itu, Kinan berkata. "Tidak peduli Ibu yang lebih tua atau tidak, kalau memang salah, Ibu harus minta maaf."

"Kamu anak kecil tidak punya sopan santun ke orang tua!"

Kinan menatap tajam ibu itu, tanpa memedulikan gadis di belakangnya yang mulai ketar-ketir.

Senja & Pesawat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang