Kinan tidak tahu kini ia sedang berada di mana. Yang jelas ia merasa kalau kini sedang berada di tengah-tengah hamparan rumput yang sangat luas dan seperti tiada ujung. Tempat ini cukup indah sekaligus menyeramkan.
Tidak ada seorang pun di sana selain Kinan yang kini sedang kebingungan. Kinan ingat betul beberapa saat yang lalu, perutnya terasa sakit luar biasa akibat dari pisau yang berhasil menembus kulitnya. Namun, secara ajaib, sakit di perutnya hilang total. Ia sama sekali tidak merasakan sakit. Bahkan tubuhnya terasa sangat ringan.
Perlahan Kinan mulai melangkah menyusuri padang rumput tempatnya berada sekarang. Di luar dugaan, semakin ditelusuri padang rumput ini terlihat semakin indah. Langit biru tanpa awan menjadi atap dan rumput yang kini Kinan pijak menjadi lantainya. Tempat ini memang seindah itu.
"Kinanti."
Belum selesai Kinan mengagumi betapa indahnya tempat ini, sebuah suara menginterupsi lebih dulu.
Sontak Kinan balik badan, kemudian di detik itu lah ia menyadari siapa pemilik suara selembut sutra yang barusan memanggil namanya.
"Ayah, Bunda." Kinan tidak pernah mengira kalau ia akan bertemu ayah dan bundanya di tempat ini. Lantas, tempat apakah ini sebenarnya?
"Kenapa kamu di sini?" Kentara sekali ayah dan bunda kaget begitu mereka melihat Kinan berada di sana.
Bukannya menjawab, Kinan justru menunduk dalam-dalam. Merasakan dadanya yang sesak karena rindu yang selama ini bersarang di sana berlomba-lomba keluar karena telah bertemu pemiliknya. Meski Kinan pernah berada dalam fase hilang ingatan, kerinduan untuk ayah dan bundanya tidak pernah hilang. Bertahun-tahun lamanya Kinan menantikan saat di mana ia bisa bertemu dengan ayah dan bundanya untuk sekadar melepas rindu. Lantas sekarang, penantian itu telah menemui ujungnya. Di tempat ini Kinan bisa melihat dengan jelas wujud kedua orang tuanya yang selama ini ia rindukan.
"Kinan kangen," lirih Kinan tapi mampu didengar ayah dan bunda.
Pelukan hangat yang kemudian diberikan ayah dan bunda untuk Kinan merupakan suatu hadiah terindah yang pernah Kinan miliki hingga hari ini. Tidak pernah sebelumnya Kinan membayangkan akan mendapatkan lagi pelukan sehangat itu dari ayah dan bunda. Kalau boleh Kinan meminta, ia ingin di sini saja selamanya bersama ayah dan bunda. Walaupun sebenarnya ia sama sekali tidak tahu tempat macam apakah itu.
"Kinanti, kenapa kamu di sini?" Ayah mengulangi lagi pertanyaannya yang belum sempat terjawab oleh Kinan.
Sungguh Kinan tidak tahu jawabannya. Ia benar-benar tidak tahu kenapa dirinya bisa berada di tempat itu. Ingatan terakhir Kinan berhenti pada peristiwa malam itu bersama Riana dan Junda, lalu setelahnya tidak ada lagi. Ia tidak mengingat apa-apa lagi.
"Tidak tahu," jawab Kinan pada akhirnya. "Lalu Ayah dan Bunda kenapa di sini?"
Kinan bisa melihat, ayah dan bunda tersenyum dengan sangat manis sebelum menjawab pertanyaannya. "Di sini memang tempat kami."
Mendengar jawaban yang diucapkan ayah, Kinan jadi makin ingin menetap di tempat itu. Menurut Kinan, tempat itu indah, sejuk, dan bersih. Ditambah lagi dengan kehadiran ayah dan bunda di sana, sudah cukup menjadi alasan kenapa Kinan memilih tinggal di sana saja.
"Kalau begitu Kinan mau di sini saja."
Kinan kira ayah dan bunda akan terharu dan menyambut dirinya dengan sangat antusias, tapi ternyata ayah dan bunda justru kaget bukan main dan malah mengusir Kinan dari sana.
"Nggak! Di sini bukan tempat kamu! Kamu pulang saja!" Ayah dan bunda benar-benar mengusir Kinan.
Kinan cukup tertegun. Orang tua macam apa yang akan mengusir anaknya padahal anaknya sendiri yang menawarkan diri untuk selalu bersama mereka. Mungkin hanya ayah dan bunda yang bisa begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja & Pesawat
أدب الهواةJunda hanyalah seekor burung dalam sangkar emas yang diciptakan Papa dan Mama. Jika bisa, dari dulu Junda pasti sudah keluar dari sangkar yang diciptakan Papa dan Mama. Tapi sayangnya Junda tidak bisa. Junda bertahan di keadaan ini bukan karena dia...