"Baik, kelas hari ini selesai sampai di sini. Jangan lupa belajar, lusa kita presentasi," ucap dosen sebelum meninggalkan kelas.
Di kursinya, Junda langsung mendesah pelan. Hanya mendengar kata presentasi saja sudah cukup untuk membuat Junda pusing tujuh keliling. Haruskah dia bolos? Oh tidak mungkin, bisa-bisa dia dibantai Papa kalau sampai berani bolos kelas.
"Jun, nggak makan?" tanya Riana sembari menoel lengan Junda.
Junda yang awalnya menunduk sontak mendongak menatap Riana. "Kuy."
Junda berniat berdiri, namun teriakan menggelegar Dion yang memanggil nama Junda mengurungkan niatnya untuk berdiri. Alih-alih berdiri, Junda justru berjingkat kaget saking kerasnya teriakan Dion.
"Toanya tolong dikondisikan, gendang telinga gue meronta-ronta mau jebol," sindir Junda masih dengan menutup lubang telinganya.
Dion nyengir sambil menggaruk kepalanya. "Sorry, Bro."
"Lu teriak-teriak mau ngomong apaan?" tanya Riana yang sudah kepo. "Awas aja kalau nggak memuaskan."
"Jadi gini ..."
Tanpa sadar, kepala Junda dan Riana maju satu sentimeter lebih dekat dengan mulut Dion. Tapi bukannya melanjutkan kalimatnya, Dion justru diam sambil memandang heran Junda dan Riana.
"Gini gimana, weh? Buruan!" ucap Junda tidak sabar.
"Kalian sekepo itu?"
"Iya!" Dua-duanya kompak.
Dion seketika terkesiap. Junda dan Riana bahkan menjawab kompak. Baiklah, kekepoan mereka tidak bisa diragukan.
"Kalian mau ke kantin, kan?"
Junda dan Riana mengangguk, kemudian lagi-lagi menjawab kompak. "Iya, kenapa? Lu mau ikut? Ayo!"
"Nggak, nggak, nggak." Buru-buru Dion mengibaskan tangannya. "Bukan gitu."
"Terus?"
"Gue ada mi cup kalau kalian mau, jadi nggak usah ke kantin."
"Ohhh." Junda dan Riana masih kompak.
"Mau lah gila! Mana?!" Yang ini mereka juga masih tetap kompak.
Dion makin terkesiap, buru-buru dia mengeluarkan tiga mi cup dari dalam tas.
"Buset, lu mau piknik?" tanya Junda heran begitu dia melihat banyaknya mi cup yang ada di tas Dion.
"Oh anu, mama gue jadi brand ambassador mi sekarang. Gue bawa soalnya di rumah banyak, rumah gue udah mirip swalayan mi," Jelas Dion panjang lebar.
"Widih, oke siniin mi-nya, gue laper." Tanpa basa-basi Junda mengambil mi cup yang diulurkan Dion lalu bergegas ke kantin untuk minta air panas ke ibu penjual batagor.
Junda kira Riana dan Dion akan menyusul, tapi setelah dia menunggu bahkan sampai mi-nya matang, Riana dan Dion tidak kunjung kelihatan. Baru ketika Junda akan menelepon Riana, gadis itu datang dengan tergopoh-gopoh sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi. Junda yang melihat Riana datang seperti itu, buru-buru menghampiri.
"Kenapa?"
Masih ngos-ngosan Riana menjawab, "Gue sama Dion lupa tugas kemarin deadline-nya hari ini, gue harus buru-buru ngejar dosen. Lu makan sendiri nggak apa-apa, kan?"
Setelah mendengar itu, Junda sontak ber-oh ria. Dia tenang-tenang saja karena tugas yang dimaksud Riana sudah dia kumpulkan kemarin. Jadi, Junda dengan senang hati mengangguk dan menyuruh Riana untuk segera mengumpulkan tugasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja & Pesawat
أدب الهواةJunda hanyalah seekor burung dalam sangkar emas yang diciptakan Papa dan Mama. Jika bisa, dari dulu Junda pasti sudah keluar dari sangkar yang diciptakan Papa dan Mama. Tapi sayangnya Junda tidak bisa. Junda bertahan di keadaan ini bukan karena dia...