20 - Sebuah Penyesalan

98 14 1
                                    

Di depan jendela apartemennya yang terbuka lebar, Kinan berdiri diam seraya memandangi sukulen-sukulen yang berjajar rapi di pinggiran jendela. Sesekali gadis itu akan menyeruput kopinya ditemani dengan embusan angin yang menerbangkan rambutnya kesana kemari. Meskipun dia tahu rambutnya bisa saja kusut dan menjadi susah diatur karena terkena angin, Kinan tetap berdiri di sana untuk menikmati damai yang dibawa oleh setiap embusan angin malam ini.

Sore tadi, setelah dia memberi hadiah pada Dion, Junda berkata padanya kalau laki-laki itu akan menghadapi Papa dan Mama sendiri. Kinan sudah menawarkan bantuan, tapi ketika melihat tatapan Junda yang penuh tekad dan keberanian, dia akhirnya mempercayakan segalanya pada Junda.

Alhasil, di sini Kinan hanya bisa melamun seraya menebak-nebak apa yang terjadi di rumah Junda sekarang. Apakah Junda bisa menghadapi kedua orang tuanya? Apakah Junda berhasil mengutarakan keluh kesahnya? Apakah Junda baik-baik saja? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar tanpa henti di kepala Kinan.

Lamunan Kinan akan sukulen-sukulen di depannya bubar ketika sebuah dering notifikasi terdengar dari ponselnya. Awalnya Kinan hanya melirik sekilas, tapi ketika dia melihat nama si pengirim pesan tertera di layar kunci, dengan gerakan cepat Kinan langsung membuka pesan tersebut.

Mata Kinan menyipit ketika dia melihat foto yang dikirim oleh Vero. Butuh satu menit sebelum Kinan menyadari siapa yang ada di foto itu.

Begitu dia menyadarinya, jantung Kinan rasanya hampir keluar dari tempatnya. Kinan panik sekaligus marah, foto itu adalah foto Junda yang terkapar di bawah hujan dengan berdarah-darah. Foto itu jelas diambil Vero dengan sengaja, dan hanya dengan fakta itu Kinan tahu siapa pelakunya.

Tanpa berlama-lama lagi Kinan segera keluar dari unit apartemennya dan bergegas menuju tempat yang ada di foto tadi. Hanya butuh waktu kurang dari lima menit untuk Kinan sampai di sana. Perlahan gadis itu keluar mobil bersama payung di tangannya karena hujan masih turun bahkan semakin deras.

Dengan jantung yang berdegup kencang, Kinan berjalan menyusuri jalanan dengan maksud dia bisa menemukan sosok Junda di sana. Namun nihil, Kinan tidak mendapatkan apa-apa selain tubuhnya yang basah terkena hujan.

Mendapati sosok Junda yang tidak ada di sana tentu membuat Kinan khawatir, dia tidak tahu dimana keberadaan Junda sekarang. Syukur jika laki-laki itu sudah dibawa ke rumah sakit, tapi bagaimana jika Vero yang menyembunyikannya.

"Nggak usah mikir aneh-aneh, bukan gue yang bawa Junda."

Kinan sontak balik badan. Dan begitu dia melihat siapa yang baru saja berbicara, keinginan untuk menonjok orang itu menggebu-gebu dalam diri Kinan.

Tangan Kinan bahkan sudah terkepal, tapi laki-laki berambut blonde itu justru terkekeh melihat Kinan yang mulai tersulut emosi.

Tawa Vero tentu saja makin membuat Kinan emosi. Dia melangkah mendekat kemudian mencengkeram kerah depan baju Vero.

"Kamu apakah Junda, hah?!" teriak Kinan tepat di depan wajah Vero.

Namun, lagi-lagi Vero hanya terkekeh.

"Gue udah bilang kan..." Kini ganti Vero yang mencengkeram pergelangan tangan Kinan kuat-kuat hingga cengkeraman Kinan di kerah baju laki-laki itu terlepas. "Gue bisa melakukan apapun."

Makin lama cengkeraman Vero semakin kuat, bahkan usaha yang Kinan lakukan dengan menghentakan tangannya tetap tidak cukup untuk membuat cengkeraman Vero terlepas. Laki-laki itu menyeringai seraya menatap remeh Kinan. Dia bahkan mendekat hingga membuat gadis di depannya turut berjalan mundur demi tetap menjaga jarak.

Di detik berikutnya, laki-laki berambut blonde itu membisikkan sebuah kalimat tepat di depan telinga Kinan. Kalimat yang membuat Kinan terdiam tanpa mampu berbuat apa-apa lagi.

Senja & Pesawat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang