25 - Hal Terakhir

63 14 7
                                    

⚠️TW⚠️ // darah, pisau

.

.

.

.

.


"Gimana? Enak kan masakan gue?" tanya Riana kepada laki-laki yang kini duduk di hadapannya.

Mendengar pertanyaan Riana, Junda hanya mengangguk sekilas kemudian kembali fokus memotong steak yang tadi dimasak Riana. Jika dilihat secara objektif, steak itu memang cukup enak.

Namun, nikmat steak yang memenuhi mulut Junda terasa tidak sebanding dengan gelisah yang bersarang di hatinya sejak sore tadi. Entah apa alasannya, junda sendiri tidak tahu pasti.

Junda tetap sibuk memotong steak di hadapannya meski saat ini Riana telah beranjak dari kursi untuk mengambil minuman. Entah minuman apa yang Riana ambil, Junda tidak tahu dan tidak ingin tahu, yang pasti minuman itu telah berada di atas meja dapur sejak dia sampai ke sini.

"Apa ini?" tanya Junda begitu minuman itu sampai dihadapannya.

Riana hanya tersenyum kecil kemudian mengangkat bahu tanpa berniat menjawab pertanyaan Junda. "Coba aja. Enak kok."

Alih-alih langsung meminum minuman yang diberikan Riana, Junda justru lanjut memakan steak miliknya. Gelas yang tadinya berada tepat dihadapannya, kini dia geser sedikit menjauhi piring.

Untuk beberapa saat, Riana dan Junda berada di antara keheningan. Tidak ada yang bersuara di antara mereka, yang terdengar hanya lah suara dentingan piring yang sesekali bertabrakan dengan garpu dan pisau. Suasana itu berlangsung tidak begitu lama hingga akhirnya Riana membuka mulut terlebih dahulu.

"Tenang aja, Jun. Lo bentar lagi bakal bebas kok," ucap Riana yang entah apa maksudnya.

Junda reflek mengernyit. Dia sendiri tidak paham apa yang dikatakan Riana.

"Hah?"

"Lo bakal bebas kayak gue," ulang Riana seraya menatap Junda.

"Maksudnya?" Junda tetap tidak paham.

Meski melihat dengan jelas kalau lelaki yang kini duduk dihadapannya sedang kebingungan, Riana sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan lebih lanjut. Dia hanya tersenyum seraya mengangguk yakin kalau kata-katanya barusan akan menjadi kenyataan.

✿✿✿

Di bawah cahaya kekuningan yang berasal dari lampu jalan, Kinan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Padahal dia sendiri tidak tahu kemana tujuannya saat ini. Kurang dari lima belas menit yang lalu, Kinan sampai di depan rumah Junda. Namun tidak seperti biasanya, rumah Junda terlihat sepi dan kosong. Bahkan lampu kamar Junda yang biasanya terlihat masih menyala di jam-jam segini, malam ini justru padam. Jendela kamar junda yang biasanya terang ketika dilihat dari luar, malam ini tidak demikian. Jendela itu gelap, menandakan kalau tidak ada satu orang pun berada di ruangan itu.

35 panggilan tidak terjawab.

"Sial!" Kinan memaki sambil memukul stir mobilnya dengan keras. Kegundahan terpancar jelas di raut wajahnya. Terlebih lagi kata-kata Vero yang mengatakan kalau Junda sebentar lagi akan mati terus terngiang di telinga Kinan hingga kepalanya terasa pusing.

Panggilan ke-36 yang Kinan lakukan berakhir sama dengan 35 panggilan lainnya. Junda sama sekali tidak menjawab panggilan Kinan barang satu pun.

Kinan akan sangat bersyukur jika Junda memang sengaja mengabaikan panggilannya, karena itu artinya Junda sedang baik-baik saja. Tapi bagaimana jika alasan Junda tidak menjawab panggilannya adalah karena Junda memang tidak bisa atau sedang dalam bahaya. Kekhawatiran Kinan makin memuncak setelah dia memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu.

Senja & Pesawat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang