Setelah semalaman penuh Junda terkurung dalam kamar bersama dengan sesak yang kian menggerogoti dada, akhirnya hari ini dia bisa keluar dari sana. Pagi tadi ketika dia turun dari kamar, Papa dan Mama sudah tidak ada di rumah. Entah kemana mereka, Junda tidak peduli.
Hari demi hari terus berjalan cepat tanpa menunggu Junda yang tertatih-tatih mengikutinya. Junda enggan menjalani hari, karena bukan hari-hari seperti ini yang dia inginkan. Lebih baik Junda menjadi debu yang akan hilang tersapu angin daripada menjadi Junda yang harus hidup dalam paksaan.
Junda juga tidak tahu sampai kapan dia bisa bertahan. Junda juga penasaran bagaimana dirinya akan berakhir nanti.
Di bawah pohon ketepeng andalan Fakultas Kedokteran, Junda duduk sendirian di sini. Dengan hanya ditemani sekotak susu rasa vanila, Junda memandang gamang ke arah langit yang membiru di atas sana. Hari ini langit tampak bahagia, bersama awan dia memancarkan keindahannya. Kontras dengan langit yang memancarkan keindahan, hari ini keindahan Junda justru meredup. Sungguh Junda sangat enggan menjalani hari ini.
"Junda."
Junda berjingkat kaget. Seperti biasa, kedatangan Kinan selalu tiba-tiba. Gadis yang selalu memakai dress hitam dan lipstik merah itu mengambil duduk tepat di samping Junda. Dia ikut mendongak untuk menatap birunya langit di atas sana.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Kinan tiba-tiba.
Junda menoleh lalu mengernyit, dia tidak mengerti apa yang dimaksud Kinan. "Apanya?"
"Kemarin malam saya dengar ada suara pecahan dari dalam rumah kamu."
Mendengar hal itu Junda memalingkan wajah, diam-diam dia tersenyum. Sedikit merasa haru karena Kinan betulan menepati kata-katanya.
"Lo nggak pergi?"
Kinan menggeleng. "Nggak juga, saya pergi setelah suara ribut-ribut mereda."
Junda sering berpikir, Kinan ini siapa. Kinan selalu pasang badan kapan pun dia butuh, Kinan selalu berusaha membuatnya tenang, Kinan selalu menemaninya kemana pun dan kapan pun. Junda sering berpikir apa Kinan ini sebenarnya Guardian Angel yang dikirim Tuhan untuknya, tapi apakah mungkin?
"Lo ini—"
"Junda!"
Bukan hanya Junda, Kinan juga ikut menoleh, dan saat itu mereka mendapati seorang gadis seumuran Kinan sedang berlari tergopoh-gopoh sambil melambai panik pada Junda.
Junda dan Kinan sontak berdiri.
"Kenapa?" tanya Junda dan Kinan bersamaan.
Gadis itu awalnya terlihat bingung dengan keberadaan Kinan di samping Junda, namun akhirnya dia menunjuk ke belakang punggungnya dan berkata panik.
"Riana pingsan!"
"Pingsan?!" Junda ikut panik.
Gadis itu mengangguk lalu menarik Junda dan dibawa lari. Kinan yang ditinggal sendiri hanya bisa melotot tidak percaya sambil mengulurkan tangan tidak berguna.
"Apa harus banget manggil Junda?!" tanya Kinan pada dirinya sendiri sambil bersungut-sungut.
Akhirnya dengan sangat berat hati Kinan melangkah mengikuti kemana pun Junda di bawa pergi. Hingga akhirnya, Kinan berhenti ketika Junda juga berhenti di depan klinik kampus.
"Riana di dalam," kata gadis yang baru saja menyeret Junda. "Lo udah di sini, jadi gue pergi dulu."
Lalu setelah mengatakannya, gadis itu pergi meninggalkan Junda dan Kinan yang masih geming di depan klinik kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja & Pesawat
FanfictionJunda hanyalah seekor burung dalam sangkar emas yang diciptakan Papa dan Mama. Jika bisa, dari dulu Junda pasti sudah keluar dari sangkar yang diciptakan Papa dan Mama. Tapi sayangnya Junda tidak bisa. Junda bertahan di keadaan ini bukan karena dia...