TIGA PULUH TIGA

1.4K 98 36
                                    

Gilang tak bisa tenang—memikirkan keadaan Chika sekarang. Ingin sekali ia pergi, mencari tempat dimana Chika dirawat. Namun hal itu hanya menjadi angan-angannya saja, Nataline tidak akan membiarkan dirinya pergi begitu saja.

Berbaring diatas tempat tidur, Gilang berguling kesana kemari—mencari tempat nyaman agar dirinya dapat memejamkan mata. Hatinya resah, memikirkan keadaan Chika sekarang.

Gilang semakin bingung dengan perasaannya saat ini. Memikirkan perkataan papa Chika, membuat rasa takut hinggap dalam dirinya. Gilang takut Hermawan benar-benar mengambil Chika darinya.

“Agrhhhhhh.” Gilang mengerang frustrasi, cowok itu tidak bisa berfikir positif saat ini. Dipikirannya ialah Hermawan akan mengambil kembali Chika dari hidupnya.

Gilang bingung. Apakah dirinya saat ini mencintai Chika atau dirinya hanya merasa tergantung atas  kehadiran cewek itu. Gilang tidak tahu siapakah perempuan yang menempati hatinya saat ini. Chika atau Nataline.

Tok! Tok! Tok!

“Gilang, kamu udah tidur?” Gilang tau siapa pemilik dari suara itu. Suara itu tidaklah asing di dalam hidupnya.

Tak perlu menjawab, Gilang bangkit dari tempat tidur—membukakan pintu untuk kekasihnya. “Kenapa?” Tanya Gilang malas-malas.

“Gilang, ada orangtua aku dibawah.” Nataline terlihat ketakutan sambil memeluk lengan kekasihnya, meminta bantuan cowok berbibir tebal bagian bawah.

Mengacak rambut kasar, Gilang tambah dibuat rumit dengan keadaan. Masalah Chika baru saja timbul, sekarang masalah mengenai Nataline sebentar lagi juga akan mengganggu pikirannya mendatang.

“Ngapain mereka kesini?” Tanya Gilang frustrasi.

Nataline menggeleng dengan mata berkaca-kaca. “Aku nggak tau.” Tuturnya semakin erat memeluk lengan kekasihnya.“Pokoknya aku nggak mau pulang sama mereka.”

Menghela nafas berat, Gilang mengajak Nataline turun kebawah—menemui orangtua kekasihnya. Jujur ia bingung, mengapa orangtua Nataline datang malam-malam seperti ini. Apakah tidak ada hari esok?

“Malam om, tante.” Tahu sopan santun, Gilang menyalami kedua orangtua Nataline bergantian.

“Malam.” Papa Nataline membalas dengan nada beratnya. Tatapan pria paruh baya itu menatap tajam anak perempuannya yang bersembunyi dibelakang Gilang.

“Maksud kedatangan saya kesini adalah untuk menjemput anak saya, Nataline.” Papa Nataline berucap tegas, pandangannya menatap tajam kedepan.

“Nggak! Nataline nggak mau pulang sama papa.” Nataline menolak mentah-mentah maksud tujuan papanya datang kemari.

Papa Nataline menatap tajam, anak perempuannya. “PAPA NGGAK TERIMA PENOLAKAN KAMU!” Bentaknya.

“TAPI AKU BERHAK MENENTUKAN JALAN HIDUP AKU, PAH!” Nataline membalas tak kalah kencang dari papanya.

“Jalan hidup kamu?” Papa Nataline tersenyum remeh kepada anaknya. “Punya apa kamu sekarang?”

“Nataline nggak punya apa-apa sekarang.” Nataline tersenyum miris menatap ayahnya. “Tapi setidaknya Nataline punya Gilang yang selalu ada untuk aku.”

Papa Nataline tertawa mengejek. “Yaudah, kalau dia selalu ada buat kamu. Berarti dia siap menggantikan Nandra dipernikahan kamu nanti.”

BOM!

Malasalah apa lagi ini? Gilang melototkan mata—mendengar ucapan papa Nataline bagaikan bom dalam hidupnya.

“Gimana? Kamu siap Gilang?” Papa Nataline menatap Gilang dengan tatapan sinisnya. “Setidaknya lusa kita bisa mengadakan pertemuan antara keluarga om dengan orangtua kamu.”

GILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang