DUA BELAS

1.1K 68 1
                                    

Malam ini, Chika tidur lebih awal dari biasanya. Mungkin karena sedang turun hujan, rasa ingin bergelayut manja dengan selimut bertambah karena dinginnya udara malam ini.

Pukul delapan malam tadi, Chika sudah memposisikan diri diatas kasur empuk dan dibawah selimut lembutnya. Udara yang sangat dingin, membuat Chika malas ngapa-ngapain. Enaknya tidur dan tidur.

Enak-enakan tidur, tengah malam Chika harus terbangun karena sakit diperutnya. Perutnya terasa melilit dan itu sangat mengganggu kegiatan tidur Chika.

“Agrhhhhhh.....” Chika mencengkeram perut, sangat sakit. “S-Sa-kitttttt.” Selain tangannya yang digunakan mencengkeram perut, Chika juga memejamkan mata kuat—mengurangi sakit diperutnya.

Keringat dingin mulai membasahi kening dan juga leher Chika, nafas perempuan itu naik-turun tidak karuan.

Chika sering mengalami kejadian seperti ini, kejadian dimana akan terjadi jika dirinya telat makan.

Yeah, dari pagi hingga menjelang malam Chika belum sempat mengisi perutnya. Nyeri pada punggungnya membuat cewek itu memilih tiduran saja.

Baru sempat akan mengisi perutnya, Chika harus mengalah—memberikan makananya untuk Gilang tadi sore. Chika baru saja menyuapkan tiga sendok mie kedalam perut, dan memberikan mie-nya kepada Gilang.

Untuk menanggulangi datangnya penyakit magg itu, sebelum tidur Chika sempat membuat dua potong roti dan segelas susu putih untuk mengganjal perut. Namun usahanya kali ini, sia-sia. Penyakit itu menyerang Chika di tengah malam.

“Agrhhhhhhh.” Chika mencengkeram perutnya lebih kuat, seiring rasa sakit di perutnya. Keringat dingin telah bercucuran membasahi bajunya.

“M-Ma-Mama.” Chika menangis saat kondisinya seperti ini. Biasanya ketika magg-nya kambuh, ada mama-nya yang menyembuhkannya dengan memberikan obat magg dan juga  pelukan hangat.

Sekarang, tidak ada mama-nya. Jika saat-saat ini terjadi, tidak ada yang memberinya pelukan. Chika lebih memerlukan pelukan seseorang disaat penyakit kambuh, cewek itu tidak membutuhkan obat magg. Ia membutuhkan sebuah pelukan sekarang.

Dan yang dapat dipeluknya sekarang ini, ialah sebuah guling. Mungkin berkat memeluk guling, perut Chika lebih mendingan—dan ia dapat turun kebawah mencari obat.

******

Pukul tiga pagi, hujan kembali turun setelah beberapa jam mereda. Hujan tidak sederas semalam, namun tetap saja hawa dingin menambah suhu dingin semalam.

Dirasa perutnya lebih mendingan, Chika beranjak turun mencari obat untuk meredakan sakit di perutnya. Kakinya menapak diatas ubin yang dingin. Menghangatkan tubuhnya, Chika menggunakan selimut—membungkus tubuhnya.

“Kenapa harus hujan sih, pagi-pagi gini.” Chika menggerutu, menuruni anak tangga—tangannya perpegangan pinggiran tangga, takut terjatuh.

Sampai di anak tangga terakhir, Chika segera melangkah—mencari letak kotak p3k. Menemukannya, Chika mengobrak-abrik kotak bewarna putih itu. Alhasil, ia tidak menemukan obat magg. Adanya hanya obat obat penurun panas, yang lain hanya obat untuk mengobati luka.

Chika menghela nafas berat, memasukkan obat yang ia keluarkan—kedalam kotaknya kembali seperti sedia kala.

Selesai membereskan kotak p3k, Chika menarik salah satu kursi di meja makan lalu mendudukinya. “Huh! Kenapa harus nggak ada, sih.” Gerutunya saat tidak menemukan barang yang dicarinya.

Chika melipat tangan diatas meja, lalu meletakkan kepala diatas lipatan tangannya. Sekarang tidak hanya perutnya saja yang sakit, kepala-nya juga pusing dan badannya sangat lemas.

GILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang