SEPULUH

1.3K 66 1
                                    

Matahari sudah menampakkan sinarnya. Sinarnya menerobos masuk melewati celah-celah jendela rumah-rumah. Dua sejoli yang masih tampak nyaman bergulat dengan selimut itu, tidak merasa terganggu oleh cahaya itu.

Dua sejoli itu adalah Gilang dan Chika, waktu telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tetapi mereka masih ashik tertidur dibawah selimut yang hangat.

Deringan suara hp, membuat Gilang terbangun dari tidurnya. Cowok itu masih belum sadar dengan posisinya sekarang, Gilang merasa dirinya sedang memeluk guling.

Gilang mempererat pelukan pada orang yang menurutnya sebuah guling. Namun tak lama, cowok itu menemukan hal yang ganjal. “Guling gue kok ada rambutnya, ya.” Batinnya.

Gilang menunduk, guna melihat benda atau apakah ini yang sedang dipeluknya. Mata Gilang melebar, ketika sadar bahwa yang dipeluknya bukanlah guling tetapi cewek yang telah menyandang status istrinya.

Kaget, Gilang spontan mendorong badan Chika—hingga perempuan itu jatuh ke bawah. “Awh..” Rintih cewek itu.

“Ngapain lo disini?” Gilang bangun, memposisikan tubuh menjadi duduk diatas tempat tidur.

Chika masih tetap pada posisinya, cewek itu meringis merasakan punggungnya dan juga kepalanya sakit karena terjatuh dari atas tempat tidur.

“Ngapain lo tidur, peluk-peluk gue segala!” Marah Gilang, tak terima dirinya dipeluk-peluk cewek lain kecuali Nataline.

Gilang selalu berjaga jarak dengan perempuan selain Nataline. Cowok itu selalu menjaga perasaan Nataline. Dan dipeluk Chika ini menurut Gilang dirinya telah menghianati Nataline.

Chika bangun sambil meringis—menahan sakit. Matanya berkaca-kaca merasakan sakit itu. “Sakit tau, lang.” Rengek Chika mencebikkan bibirnya.

“Sukurin! Suruh siapa lo peluk-peluk gue.” Bentak Gilang turun dari atas tempat tidur lalu keluar dari kamar tamu tak lupa merogoh hpnya disaku celana.

Kepergian Gilang, air mata Chika melolos begitu saja. Tak bertahan lama, cewek itu langsung mengusapnya dengan cepat.

Chika berdiri sambil memegangi panggungnya, ia melangkah keluar menuju kamarnya. Mata Chika tak sengaja melihat jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh lebih. Tandanya Chika sudah terlambat sekolah, jadi ia memutuskan bolos sekolah saja.

Tidak ada kegiatan mandi atau sekedar cuci muka, Chika langsung naik keatas tempat tidurnya—memutuskan tidur kembali.

******

Disisi lain Gilang sudah rapih dengan pakaian perginya. Celana hitam sebatas lutut, kaos bewarna putih yang kemudian dilapisi jaket denim robek-robeknya.

Hallo.” Sapa orang disebrang.

“Hallo. Gue hari ini bolos, tapi sekarang gue otw ditempat biasa.” Tutur Gilang, menuruni anak tangga.

Gue cabut dari sekolah, sekarang.”

Gilang terkekeh, sahabatnya itu selalu bersemangat jika dirinya bolos dan dia ikutan bolos. Solidaritas, katanya. “Terserah lo.”

Gue tunggu ditempat yak, jangan bohongin gue lo!”

“Tunggu gue tiga puluh menit lagi.” Gilang tak sengaja melihat lampu ruangan masih nyala, cowok itu pun berinisiatif mematikan saklarnya.

Ok, siap.”

Gilang mematikan sambungan telepon, lalu memasukkan benda pipih itu kedalam saku jaketnya. Sampai di garasi, Gilang membuka pintu garasi—mengeluarkan motornya lalu menutup pintu garasi tanpa menguncinya kembali.

GILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang