DUA PULUH SEMBILAN

904 64 54
                                    

Sesuai janji Gilang kepada orangtua Chika, hari ini Gilang akan menepati janjinya—mengajak Chika kerumah orangtuanya sekaligus menginap disana.

Awalnya, Gilang sedikit keberatan mengenai janjinya itu. Tapi mau bagaiman lagi, yang namanya janji  harus ditepati. Sebenarnya Chika tidak mengingatkan Gilang akan janjinya menginap dirimah orangtuanya. Tetapi, sebagai laki-laki yang bisa dipegang omongannya. Akhirnya Gilang memutuskan pergi kerumah mertuanya setelah sholat isya nanti.

Hari ini adalah hari jumad. Sudah dua hari ini, Gilang tidak pernah bertegur sapa dengan Chika. Bagaimana mau bertegur sapa, jika Chika setiap harinya selalu berangkat sekolah pagi dan pulang hampir magrib. Setelah itu masuk kamar dan tidak keluar lagi.

Ada apa sebenarnya dengan istrinya itu?

Gilang bangkit dari tempat duduk, saat pintu utama dibuka oleh seseorang. Ini lah yang ia tunggu-tunggu.

“Dari mana aja?” Gilang melangkah sambil melipat tangan didepan dada.

Chika berhenti, menoleh sebentar ke arah Gilang lalu kembali menatap lurus kedepan tak lupa segera melangkahkan kaki—pergi meninggalkan Gilang.

Gilang mengernyit. Sungguh, ia heran dengan sikap Chika setelah kejadian dimana dirinya meninggalkan Chika malam itu.

“Chika.” Panggil Gilang masih dengan nada sewajarnya memanggil orang. Cowok itu tak mau kalah, Gilang berjalan membuntuti Chika dari belakang.

“Kenapa, sayang?” Nataline dari arah dapur, tiba-tiba menghentikan langkah Gilang dengan cara memegang manja lengan pacarnya itu.

Gilang mengusap wajah kasar. Sumpah! Ia pusing sekarang. Ia dibuat bingung dengan dua pilihan. Antara ingin mengejar Chika atau tetap bersama Nataline. Gilang faham betul,  dengan sikap pacarnya yang sudah seperti ini.

“Sayang, aku tiba-tiba pengen makan pizza deh.” Rengek Nataline bergelayut manja pada lengan Gilang.

Gilang menghela nafas kasar. Belum genap empat hari Nataline menginap dirumahnya, Gilang merasa kantongnya mulai menipis. Pacarnya itu selalu merengek minta ini dan itu, jika tidak dikabulkan pasti marah.

“Pesen aja.” Pasrah Gilang, mengiyakan kemauan Nataline.

Cup

“Makasih, sayang.” Seperti biasa, setelah Gilang mengiyakan kemauannya. Nataline selalu menghadiahi Gilang dengan kecupan singkat. Cewek itu segera pergi, mencari hp-nya untuk memesan makanan yang ia inginkan.

“Mendadak miskin gue, kalau begini caranya.” Keluh Gilang mengusap-usap keningnya.

Beberapa hari ini, pengeluaran Gilang sangat banyak. Lebih tepatnya setelah kedatangan Nataline dirumahnya. Selain untuk memenuhi kemauan pacarnya, Gilang harus mengeluarkan uang untuk membeli makan. Karena setelah Chika melepaskan tanggung jawabnya, Gilang selalu membeli makanan diluar.

Gilang melanjutkan langkahnya, menuju kamar Chika. Tak usah mengetuk pintu, cowok berbibir tebal bagian bawah itu langsung menyelonong masuk kedalam.

Tidak menemukan Chika didalam kamar, Gilang memilih menunggu cewek itu diatas tempat tidur. Ia tahu Chika pasti sedang mandi.

Tak lama kemudian, suara pintu kamar mandi terbuka—menampilkan Chika dengan baju tidur warna biru muda.

“Tumben lo udah pakai baju tidur.” Gilang menatap Chika, melihat penampilan cewek itu dari atas sampai bawah.

“Pengen.” Balas Chika, duduk didepan meja rias.

Gilang bangkit dari tempat tidur, berjalan mendekati Chika. Cowok berbibir tebal bagian bawah itu, mengambil kursi belajar Chika—menariknya sampai berada disebelah cewek yang sedang menyisir rambut panjangnya.

GILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang