LIMA BELAS

1.3K 69 2
                                    

Malam ini langit tampak lebih cerah dari pada hari kemarin. Kemarin langit bersedih, namun saat ini terangnya—membuktikan bahwa langit sedang berbahagia. Sama halnya dengan perasaan Chika. Meskipun sempat berdebat dengan Gilang, pada akhirnya ia dapat lolos keluar dari kandang macan.

Awalnya, Chika dan Dethan berencana makan malam biasa. Tetapi saat perjalanan mereka tidak sengaja melihat pasar malam, akhirnya mereka memutuskan menunda makan hanya untuk mengunjungi pasar malam.

“Ramai banget ya, Dethan.” Chika berjalan berdampingan, tak lupa menggenggam tangan Dethan—takut hilang.

Situasi pasar malam yang ramai pengunjung, membuat Chika mau tak mau harus menggenggam tangan sahabatnya. Toh, jika semisal Chika hilang, Dethan juga yang repot. Karena hilang dipasar malam, tidak semudah mengilang di mall. Apalagi dalam keadaan padat pengunjung seperti ini.

“Yaiyalah, ramai. Ini kan, malam sabtu.” Oh, Chika baru teringat jika malam ini adalah malam sabtu.

Pantas saja pasar malam sangat ramai, apalagi sebagian besar pengunjung ialah para remaja. Tak jarang Chika melihat segerombolan remaja, dan juga sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.

“Kalau hari ini malam sabtu, berarti besok sekolah ya?” Tanya Chika, semakin kuat menggenggam jari-jari Dethan. Semakin berjalan masuk, Chika merasa kondisi semakin padat orang. Tidak jarang bahu Chika, ditabrak orang-orang.

Dethan melepas genggaman tangan Chika, lalu memindahkan tangannya diatas bahu Chika. “Nah, begini. Biar nggak ilang.” Katanya.

Chika tersenyum tipis menanggapinya, tiba-tiba saja nama Gilang melintas dalam otaknya. Bagaimana jika Gilang yang melakukan hal itu? Pasti Chika akan menjadi orang paling bahagia disaat itu juga.

“Kamu mau naik apa?” Tanya Dethan masih dengan posisi tangan, merangkul bahu kecil Chika.

Chika menggeleng, selama ini jujur saja ia tidak pernah pergi ke pasar malam. Bisa dikatakan, ini adalah yang pertama Chika berkunjung ke pasar malam. “Aku nggak mau naik, aku mau lihat-lihat aja.” Jawabnya lesu.

“Kenapa?”

“Aku baru pertama kali ke pasar malam, jadi aku mau lihat-lihat dulu aja.” Ungkap Chika. “Besok dikesempatan kedua, baru deh naik wahana.”

Dethan menaikkan sebelah alisnya. “Kamu serius, baru pertama kesini?” Tanyanya tidak percaya.

Chika mengangguk mengiyakan. “Iya, emangnya kenapa?”

“Enggak. Aku cuma kaget aja, kamu baru pertama kesini.” Elak Dethan.

“Sebenarnya dari kecil aku pengen kesini, tapi sayangnya nggak ada yang mau nemenin aku.” Jelas Chika, mengerucutkan bibir sedih.

Melihat bibir Chika mengerucut, Dethan gemas sendiri—ingin mencubit pipi sahabatnya. “Udah, jangan cemberut gitu dong. Jadi jelek kan, liatnya.” Goda Dethan, menoel sebelah pipi Chika.

“Ish, Dethan mah gitu.” Bukannya menunjukkan senyumannya, Chika justru semakin mengerucutkan bibirnya.

“Jangan ngambek dong.” Bujuk Dethan sedikit menunduk, guna lebih jelas mengamati wajah Chika. “Yaudah, kamu pengen beli apa? Jagung bakar? Bakso bakar? Arumanis? Pop ice? Atau mau beli boneka? Aku beliin.” Tawar Dethan.

“Milih dua boleh nggak?” Tanya Chika mendongak sambil melihatkan deretan gigi putihnya.

Dethan menarik sebelah alis keatas, sambil pura-pura berfikir. “Mau minta apa emang?”

“Jagung bakar sama boneka. Aku mintanya satu-satu semua kok, nggak dua dan enggak lebih. Ya? Ya?” Tutur Chika memohon.

Tanpa berfikir lagi, akhirnya Dethan menginyakan keinginan Chika. Mereka berdua berjalan, mencari pedagang jagung bakar. Setelah menemukannya, Dethan memesan dua buah jagung bakar lalu meninggalkannya sebentar untuk membeli boneka.

GILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang