15

681 49 15
                                    

Taehyung duduk di dalam kafe yang hangat, menatap nanar keluar jendela memandangi salju yang mulai turun. Matanya masih sembab dan tenggorokannya masih sakit karena kebanyakan menangis. Taehyung menghembuskan nafas berat, dari sudut matanya, dilihatnya Seokjin membawakan dua cangkir minuman yang asap tipisnya mengepul yang kemudian meletakkan cangkirnya di depan Taehyung.

"Cokelat untukmu, Tae. Aku sudah mencicipi semua cokelat di semua kafe di sepanjang jalan ini, dan di sini yang paling enak."

Taehyung masih menatap lurus ke depan, tanpa diberitahu Seokjin pun, dia sudah tahu. Tahun lalu dia ke kafe ini, murung membayangkan seandainya Seokjin duduk bersamanya.

"Aku tadi melihatmu di kejauhan, Tae. Tapi aku sedikit ragu. Kamu lebih tinggi sekarang, kita hampir sejajar." Seokjin tersenyum dan membuat beberapa cewek yang lewat di depan kaca tersandung melihatnya.

Taehyung semakin menekuk muka dan menggigit bagian dalam pipinya sebal. Seokjin mengubah posisi duduknya menghadap Taehyung yang masih terpaku menghadap jalanan yang mulai berlapis salju tipis.

"Kim Taehyung, mungkin harusnya aku mengatakan ini dari awal sebelum aku membicarakan hal lainnya. Maafkan aku ya sudah meninggalkanmu tiba-tiba seperti itu. Situasinya benar-benar gawat saat itu, Ayah Yoongi benar-benar marah saat mengetahui anaknya menjadi korban konflik internal keluarga Lee. Pada hari aku berangkat ke Amerika, beliau melabrak Harabeoji dan melaporkan semua kelakuan Junpyo-samcheon dan mengancam akan memutus semua kerjasama keluarga kami jika Harabeoji tidak melakukan apapun terhadapnya."

Seokjin menghela nafas sambil menyeruput kopi hitamnya, "Eomma bahkan harus kembali ke Korea untuk menenangkan Min Younghwan, karena beliau juga berniat memberi perhitungan sendiri pada Junpyo-samcheon. Mata dibalas mata, Tae. Bisa dibilang, saat itu Yoongi hampir mati, jadi, yah, Younghwan-taepyonim menuntut hal yang sama. Ini salah satu hal yang membuat Yoongi tidak ingin berada di lingkaran ini lagi."

Seokjin menghela nafas, kemudian melanjutgkan, "Eomma pun sebenarnya sudah di ambang batas toleransi pada Junpyo-samcheon, tapi siapa yang memimpin CLS kalau dia tak ada? Belum ada calon yang kuat untuk menjadi CEO, jadi biar dia menikmati posisinya lebih lama lagi. Lagipula, Harabeoji sebenarnya menyayangi Samcheon, kata Eomma pun, dia sebenarnya orang baik sebelum menjadi CEO."

Seokjin menatap lekat-lekat Taehyung yang belum berani memandang Seokjin, betapa berat dan berliku jalan yang harus dilalui seorang Seokjin selama ini. Seokjin tak melepaskan pandangannya dari Taehyung barang sedetik pun, harusnya Taehyung tak boleh lupa kalau Seokjin punya aura mengintimidasi yang begitu kuat, dan sepertinya makin kuat dua tahun ini dengan semua yang telah terjadi.

"Kami bertiga sekarang mengupayakan agar Appa bisa pulang dengan tenang, tak ada lagi yang mengancam keluarga kami, dan aku bisa menemui teman-temanku tanpa khawatir ada yang menyakiti kalian semua. Sepertinya usaha kami berhasil," Seokjin nyengir senang, "Situasi memang belum sepenuhnya aman, tapi paling tidak kendali sudah ada pada kami. Kabar baik itu mungkin bisa kita lihat beberapa hari lagi di portal berita Korea. Tinggal tunggu waktu."

Seokjin mengetuk-ngetukkan jarinya pelan, "Taehyung-shi, apakah aku terlalu banyak bicara? Apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan kepercayaanmu lagi?"

Seokjin menyentuh lembut dagu Taehyung, mengarahkan cowok tampan itu agar mau menatapnya, membuat Taehyung terkesiap.

"Pelan-pelan, Seokjin-hyung." Taehyung menatap Seokjin dan kembali berkaca-kaca, "Tapi, terima kasih masih mengingat janji kita dulu."

Seokjin menggeleng, tersenyum sedih sambil mengusap air di sudut mata Taehyung dengan jemari bengkoknya, "Aku tak pernah lupa, Tae."

Taehyung menyandarkan pipinya di dalam telapak tangan Seokjin yang hangat, menggenggam pergelangan tangannya untuk memastikan yang dipegangnya benar-benar Seokjin. Kilau interlocket bracelet menarik perhatian Seokjin.

We will Ship in the NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang