Assalamualaikum...
Selamat hari minggu.
Dan
...Happy Reading...------------------------------------------------------
Lagi-lagi Syafa menengok putaran jarum yang melaju di jam dinding. Kali itu jarum pendek nya menunjuk angka lima. Subuh hari. Sudah lebih dari setengah jam Syafa duduk di musola rumah. Wanita itu berulang menatap keluar musola, mengarahkan pandangannya pada tangga. Dia menunggu Laki untuk mengimaminya shalat. Ya, subuh kemarin Laki sendiri yang mengatakannya langsung. Kalau bisa dapat dua puluh tujuh pahala, kenapa tidak? Tapi, apa ini? Sejak tadi Syafa ready jadi makmum, tapi imamnya tak kunjung datang.
Cukup lama Syafa merenung. Setelah melaksankan shalat subuh munfarid, otaknya mulai berfikir keras. Kalau di ingat-ingat, sudah hampir 19 jam lebih 15 menit, dia tidak bicara dan bertegur sapa dengan Laki. Ya, sejak kepulangan kunjungan Bara kemarin. Tepatnya setelah Laki membanting pintu kamarnya.
Kenapa? Apa aku ada salah padanya? penasaran Syafa dalam hati, sambil melipat mukena yang sudah di gunakan.
Bertepatan dengan itu, dari arah luar terdengar suara khas pintu tertutup. Dengan segera Syafa keluar dari mushala, berjalan cepat menuju arah pintu niatnya. Tapi, tepat di depan tangga menuju tingkat dua, wanita itu menemukan Laki berjalan ke arah dirinya. Ke arah tangga menuju kamar detile nya. Laki menggunakan pakaian koko hitam, sarung putih bergaris, dan peci hitam. Jika lebih diperhatikan, pakaian itu membuat ia berkali lipat lebih tampan dibanding ketika dia menggunakan sejumlah pakaian hoodie kebangsaan kesukaannya. 99, kemampuan asesmen Syafa secara otomatis menyebut angka tersebut. Hampir sempurna.
Habis berjamaah? Oh... Syafa mengangguk sendiri setelah mengingat penunjuk arah menuju mesjid tepat ketika keluar dari lipt kemarin. Ya, ada mesjid di tingkat delapan puluh.
"Pantesan di tunggu gak dateng-dateng. Habis berjamaan di mesjid ya?" tanya Syafa riang.
Laki tidak menjawab. Lelaki itu malah tetap melanjutkan langkah sambil sekilas menatap Syafa dengan ujung mata.
Ya Allah, asem banget ekspresinya...
"Laki, pagi ini makan nya boleh DO saja? Atau makan di luar, boleh?" tanya Syafa. Dia berani bertanya begitu karena teringat dengan makan siang dan makan malam kemarin pun sebenarnya pesan dari luar juga. Entahlah, dua waktu makan kemarin dia makan sendiri tanpa bertemu Laki. Dan makanan yang ia makan berlabel semua.
Laki menghentikan langkah di anak tangga pertama. Lalu tanpa mengarahkan tatapannya pada Syafa dia menjawab, " Tidak. Masak saja."
Mendengar jawaban Laki yang singkat, serentak Syafa seolah merasakan tiupan angin bersuhu -15 derajat celcius menghempas tubuhnya. Dingin. Dengan tingkatan kedinginan yang membuat dirinya merasa hampir membeku.
"Oh, ya," komentar Syafa singkat. Jutek banget perasaan, rutuknya.
"Tapi Lak..." oke diam. Syafa tidak lanjut bicara. Laki sudah berlari kecil menaiki anak tangga, tanpa permisi padanya.
Ih..., menyebalkan! Salah makan obat kali! Maunya apa sih?! Apa salah ku?!
Dengan cepat Syafa googling resep masakan. Dan pilihannya jatuh pada opor ayam. Satu jenis saja lah dulu, ini juga belum tentu enak rasanya.
Wanita itu mulai sibuk menowing potongan daging ayam. Mengupas bawang-bawang. Membersihkan jahe, kunyit dan yang lainnya. Sesuai resep. Tapi...
"Kenapa sih dia?! Kalau aku ada salah harusnya ngomong! Jangan malah di diemin! Gak bisa ya begini terus!" Syafa menyimpan kasar pisau di tangan. Lalu berjalan cepat menuju tangga. Dia harus bicara dengan Laki. Saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife My Assistant -On going
RomanceNovel ini menceritakan tentang seorang Laki Abrisam Gardia, penyanyi religi tersohor di Indonesia, yang mengemban title King Of Antouchable singer. Pada saat kuliah S-2, dia dipertemukan kembali dengan seorang Mahreen Shafana Khumairoh, teman peremp...