Prologue

284 47 27
                                    

Langit semakin gelap. Hamparannya telah kehilangan biru di penghujung hari. Di detik terakhir dari setengahnya waktu Post Meridiem, ketika jarum pendek jam menunjuk ujung kuncir angka enam. Maka pada saat itu, malam menelan habis cahaya penerang sang siang.

Diluar gerimis merintik. Membuat seperangkat pengindah malam seperti bulan dan bintang sembunyi di pojokan. Sementara didalam salah satu rumah atap pinggiran kota, seorang wanita berparas cantik, dengan mata bulat, kulit putih bening, bibir tipis dengan sedikit galing, dan alis hitam lebat, tengah merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar berhiaskan tempelan berbentuk bulan dan bintang yang bersinaran. Setidaknya tempelan-tempelan itu bisa dijadikan cadangan ketika ia ingin  menatap indahnya bulan dan bintang sungguhan tapi tidak bisa karena tengah hujan, seperti saat itu.

Huuummfff....

Wanita bernama Mahreen Syafana Khumairoh yang biasa dipanggil Syafa itu menghempaskan napas berat sambil menarik selimut hingga menutup hampir seluruh tubuh lenjang nya. Kedua bola matanya sesaat tertutup rapat.
Mengingat segala hal yang telah dialaminya. Lalu tiba-tiba...

Tok tok tok.

Serentak manik mata Syafa kembali terbuka. Menyibak selimut hingga membuka setengah tubuhnya. Duduk bersandar pada sisian tembok sambil menilik jam di dinding kamar. Memeluk erat kedua betis seraya menggigit bibir bagian bawahnya dengan penuh ketakutan. Iiiisss...Siapa? Mereka lagi?! Jam segini? Jam 10 malam? Syafa merutuk sendiri.

Tok tok tok.

"Assalamualaikum..." Lagi-lagi seseorang mengetuk pintu dari luar. Seorang lelaki. Namun kali ini diakhiri dengan seucap salam.

Kedua alis Syafa mengerut. Salam? Orang yang mengetuk pintu diluar mengucap salam? Tunggu. Siapa sebenarnya? Orang-orang itu tidak biasa mengucap salam. Lagi-lagi Syafa bicara sendiri dalam hati.

Perlahan dia berjinjit mendekati lubang pintu yang masih tertutup rapat. Menempelkan daun telinga di permukaan pintu. Lalu terperanjat hebat sambil beristigfar karena bertepatan dengan itu makhluk yang berdiiri di balik pintu kembali mengetuk pintu berulang.

"Ayo bukalah. Barusan saya mendengar suara istigfarmu. Saya tau kamu ada di dalam," kata lelaki yang sama sekali tidak Syafa kira bisa sampai di depan rumahya itu.

Setelah mengenakan kerudung instan warna nude yang sepadan dengan pakaian tidur lengan panjangnya, Syafa membuka pintu perlahan. Dan...

Deg.

Jantungnya serentak berdegup hebat, ketika sorot matanya menemukan lelaki yang di idamkan jutaan wanita tengah berdiri dengan menggariskan senyuman manis padanya. Dan lelaki tampan bak aktor korea itu menyodorkan satu pas bunga tulip orange untuknya.

Tunggu. Apa ini mimpi? Bahkan seandainya mimpi pun, ini terlalu berlebihan. Bagaimana mungkin sosok yang tengah naik daun dengan title king of antouchable singer tiba-tiba saja berada di hadapan ku? Seorang Laki Abrisam Gardia, penguasa dunia tarik suara yang terkenal kaya raya, bagaimana bisa...

"Are you okay?" tanya lelaki berpostur tinggi, tegap, berdada sembada, berkulit bersih, hidung bangir, mata tajam, bibir merah tak tersentuh nikotin, dan rambut dengan poni panjang sebelah itu dengan suaranya yang syahdu. Ouucchhh... Kalau penyanyi memang beda. Bicarapun terdengar merdu dan bernada.

"Hm?" komentar Syafa. Lamunanya terhenti seketika.

"Hm?" Laki turut mengulang komentar Syafa sambil menyabitkan senyuman. Lelaki yang tengan mengenakan kemeja warna putih itu mencandai wanita yang berdiri kaku di depannya.

"Untukmu," lanjutnya sambil menyerahkan bunga tulip orange yang tengah di genggamnya.

Dengan kening semakin mengerut, perlahan Syafa menerima bunga tersebut sambil bertanya. "Kenapa? Untuk apa?"

My Wife My Assistant -On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang