Assalamualaikum...
Selamat malam sabtu dan selamat membaca.
Semoga suka.
------------------------------------------------------Sebelas tahun lalu.
Brak!!!
"Woy! Bu Nina datang!" teriak seorang anak lelaki berpakaian seragam SMA yang harusnya bajunya dimasukan sudah keluar sebagian itu sambil berlari memasuki kelas.
Lalu setelah kalimat tersebut terlontar. Bukan hanya dia yang sibuk. Tapi seluruh penghuni kelas. Kecuali satu orang yang duduk di bangku paling ujung.
"Apa?!"
"Serius?!"
"Aduuuh... Aku belum kerjain tugas nya satu nomor lagi.."
"Ih... Katanya rapat. Kenapa sebentar banget?"
"Hey hey.. Nyontek dong..."
"Damar... liat dong... Biasanya kamu suka cepet ngerjainnya.."
"Heh? Belum belum. Sabar. Sumber pemberi ilham baru mulai ngerjain..." jawab anak lelaki yang tadi memberitau bahwa guru Matematika galak mereka datang.
Lalu serentak setelahnya...
"Lakiiiii..., sudah?" tanya lima belas orang siswa wanita dan empat belas orang siswa laki-laki di ruang kelas itu secara bersamaan. Dengan nada sedikit memelas.
Diam. Siswa yang dimaksud bersikap acuh.
"Ayo dong... Putera Mahkota... Hm?" rajuk mereka. Ya, Laki adalah putera sulung dari pemilik yayasan besar dan kaya tempat mereka sekolah. Semuanya tau, putera pertama dari seorang Raja memiliki gelar sebagai Putera Mahkota. Hingga akhirnya, mereka sepakat bahwa putera sulung pemilik yayasan dan perusahaan juga pantas di panggil sebagai Putera Mahkota. Panggilan itu kerap kali mereka gunakan ketika mereka meminta belas kasihan dari Laki. Meminta contekan. Meminta jajan. Meminta waktu. Meminta perhatian. Dan untuk para perempuan, meminta hati dan perasaan. Sayangnya, diantara semua permintaan. Permintaan terakhir adalah permintaan yang tidak pernah dikabulkan.
Sosok Laki tetap hening, tidak tidak. Sosok Putera Mahkota yang mereka maksud menatap sinis ke arah teman-temannya. Melepas hedset yang terpasang di telinga. Lalu menutup buku matematika miliknya.
"Apa yang bisa kalian lakukan sendiri tanpa bantuan saya sebenarnya? Nih!" sungut Laki dengan sombong, sambil melempar pelan buku yang berisi hasil pengerjaan tugas matematika miliknya.
Seluruh penghuni kelas mulai melingkari buku Laki. Mereka sibuk saling menyikut sambil menuliskan angka dan gambar integral yang tidak sedikitpun mereka pahami. Sungguh.
"Ehem! Anak-anak... Duduk di bangku kalian masing-masing! Se-ka-rang!!" perintah Nina. Dia lah guru Matematika killer yang tadi siswa-siswa bicarakan.
Lalu serentak semua siswa penghuni kelas XI IPA I mengurai. Terpencar untuk kembali ke tempat duduk masing-masing.
"Damar, mau kamu kembalikan buku matematika Laki pada pemiliknya? Atau kamu mau bantu Laki untuk mengumpulkannya ke meja ibu?"
Damar yang tengah sibuk menyontek mengeratkan geligi. Dia ketauan.
"Saya kembalikan saja, bu," ucapnya sambil menyimpan buku di depan teman sebangkunya. Laki. Lalu tersenyum manis pada gurunya.
"Astagfirulah!!" desis Damar dengan tingkat kepelanan yang hanya terdengar oleh teman-teman satu kelasnya saja. Ya, pelan. Biasanya lebih dari itu.
"Apa sih, Mar?!" tekan Laki yang cukup kaget mendengar istigfar teman sebangkunya sejak SMP kelas tujuh itu. Lalu teman-teman lainnya pun turut menatap Damar yang tengah melongo sambil fokus menyorotkan matanya ke arah depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife My Assistant -On going
RomanceNovel ini menceritakan tentang seorang Laki Abrisam Gardia, penyanyi religi tersohor di Indonesia, yang mengemban title King Of Antouchable singer. Pada saat kuliah S-2, dia dipertemukan kembali dengan seorang Mahreen Shafana Khumairoh, teman peremp...