9~Istana Berdinding Angin 2

130 29 19
                                    

Istana berdinding angin.

Setelah melaksanakan shalat asar berjamaah dengan seluruh keluarga dan ribuan siswa-siswi sekaligus santri dan santriah Yayasan Attaqi di mesjid bertingkat tiga yang sangat besar, lalu ditemani Kanaya berkeliling rumah. Maka sejak saat itu, dalam hati, Syafa menamai rumah Syaki dan Halila dengan nama tersebut. Istana berdinding angin.

Banyak hal yang menjadi pertimbangan sehingga Syafa menentukan nama tersebut. Salah satunya adalah, pertama, bangunan bertingkat tiga yang megah dan luas dengan design minimalis namun tetap mewah itu, lebih cocok disebut istana, daripada rumah.

Kedua, banyaknya jumlah orang berlalu lalang keluar masuk rumah tersebut, dari mulai anak kecil hingga kakek-kakek dan nenek-nenek yang usianya sudah memasuki tahap jompo, dengan jelas menunjukan bahwa rumah tersebut terbuka untuk siapa saja. Seolah rumah tersebut berdinding angin, yang setiap orang mampu melewatinya dengan mudah. Enteng. Tanpa merasa canggung sedikitpun.

Ya, Istana Berdinding Angin. Nama yang sangat tepat.

Dari kejauhan, tampak Syafa keluar dari salah satu kamar mandi di rumah yang ia namai Istana berdinding angin itu dengan perlahan. Lalu berjalan pelan menuju balkon yang pintunya tembus dari lorong mushola rumah. Tampak wanita itu menghirup udara segar yang menerpa wajahnya dari arah taman belakang.

Namun, niatnya untuk melanjutkan langkah menuju taman indah dengan bunga bermekaran itu, serentak terhenti. Dia malah menyegerakan tubuhnya untuk bersembunyi dibalik tiang rumah. Dari jauh Syafa melihat Halila berjalan mendekati Syaki yang tengah berdiri mematung sambil bersedekap menghadap bunga mawar.

"Abi, ko malah berdiri disini sih? Lagi mikirin apa? Yang lain sudah pada nunggu, lho. Kenapa? Ada apa?" Syafa mendengar Halila bicara begitu sambil melingkarkan kedua tangannya dipinggang Syaki dari belakang.

Perlahan Syaki memutar tubuh. Membuat dirinya berhadapan dengan isteri tercinta. Sambil mengelus pucuk kepala Halila dan merapihkan kerudung langsung istrinya, Syaki berkata,"Yang, apa tindakan kita benar? Membiarkan Laki menikahi Syafa, apa tidak salah?"

Dari balik tiang Syafa menggigit bibir bawah. Dia tidak bermaksud menguping. Hanya tanpa sengaja dia mendengar dan menyaksikan kejadian tersebut.

"Kenapa? Apa abi tidak yakin dengan Syafa?" tanya Halila, sambil merapihkan bagian pundak dan bagian dada dari baju koko yang dikenakan Syaki.

Ya Allah so sweet, sampai usia sekarang, mereka masih tetap romantis, iri Syafa dalam hati. Tidak, dia tidak bermaksud memata-matai, hanya saja kedua kakinya seolah enggan melangkah pergi.

"Bukan begitu, Ami sayang," elak Syaki sambil mendekap Halila.
"Hanya saja Abi tidak yakin, apa mereka berdua memutuskan menikah karena saling mencintai, atau tidak?" lanjutnya.

"Makanya, sekarang kita tanya sama mereka berdua. Kita tanya alasan dari keduanya, hm? Jangan terlalu keras mikirnya Abi, nanti beruban, lho," canda Halila dengan sedikit terkekeh.

Sambil tersenyum, Syaki mengangguk ragu. Kedua sorot mata mereka menyatu. Lalu perlahan Syaki mendekatkan bibirnya ke arah bibir Halila yang terkunci dalam pelukan.

Puk!

Halila menepuk bibir Syaki pelan. "Gimana sih ini, baru saja kayak yang mikir keras karena bimbang, eh... Malah nyosor," gerundel Halila sambil menarik lengan Syaki yang tengah tertawa untuknya. Mereka berjalan menuju ruang utama rumah untuk melaksanakan sidang pada kedua tersangka, Laki dan Syafa.

My Wife My Assistant -On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang