10~Halal Yang Tersirat

171 34 12
                                    

Sebelas tahun lalu.

"Hey! Wajah merah!!!" teriak Laki yang tengah berdiri di koridor kelas.

Aissshhh!
Gerutu wanita yang dipanggil wajah merah itu emosi. Dia menghentikan aktifitas menyapu taman depan kelasnya. Menatap sangar pada Laki. "Aku punya nama tauk! Kalau kamu memanggilku dengan sebutan itu terus! Kamu akan mati!" ancam Syafa, lalu dia menggigit bibir bawah, menyesali ancaman yang telah diutarakannya. Pasalnya, setelah mengucapkan kata kasar tersebut, dia baru sadar bahwa ada Ami dari lelaki yang baru saja mengejek dirinya.

"Uuuhhh... Takuuut!" ledek Laki. "Ami, lihatlah. Benerkan apa yang Laki bilang, wajahnya selalu merah, khumairoh. Seperti namanya," adu Laki, mencari pembenaran.

Halila tersenyum. Sorot matanya menatap bergantian Laki dan Syafa yang masih remaja saat itu. "Neng Syafa, Laki menyebalkan ya?!" tekan Halila. Syafa tersenyum hambar mendengarnya. Dia bingung sendiri. Walau bagaimanapun Halila adalah pemilik yayasan tempat dia bersekolah sekaligus Ami nya Laki. Musuh bubuyutannya. Ya, Syafa yakin pada akhirnya Halila pasti berada di pihak Laki, puteranya. Dia tidak boleh sembarangan bicara.

"Waah, Ami payah. Malah mihak dia. Ami tidak lupa bukan? darah dagingmu tengah berdiri di sampingmu, Ami," gerutu Laki, cemburu. Dan hal itu malah membuat Halila tertawa.

"Kamu tau, Kak? Abi mu dulu juga suka ngegoda Ami, seperti kamu menggoda Syafa. Sangat menyebalkan. Ternyata Abi bersikap seperti itu karena Abi jatuh hati sama Ami. Siap-siap saja ya, kayaknya nanti Kak Laki juga jodoh sama Syafa."

"......"

"......"

Laki melengos pergi, dan Syafa menyapu kembali taman tanpa seucap kata. Sementara Halila menahan tawa melihat kelakuan keduanya.
.
.
.

"Heeeeh..., ya, sepertinya aku sudah kena kutukan Ami," rutuk Syafa sambil menatap lesu wajah cantiknya yang sudah dirias dengan cantik paripurna. Baru saja dia mengingat kejadian sebelas tahun lalu antara dirinya dan Laki.

"Ya, Kenapa Neng?" tanya penata rias  sambil merapihkan kerudung yang Syafa kenakan. Wanita berusia tiga puluh delapanan itu sedikit mendengar ucapan pengantin yang tengah dirias olehnya.

"Oh. Tidak, teh," elak Syafa sambil menyabitkan bibir. Membuat aura kecantikannya semakin memancar sempurna.

"Hmm, sepertinya gerutuan rahasia, ya?" Syafa mengangguk pelan. Diikuti anggukan penata rias terkenal dan termahal bernama Rina Arsyi yang kompeten itu.

"Selesai," ucap Rina Arsyi sambil menatap Syafa di cermin bundar yang tertengger tepat dihadapannya.

"Ya Allah..., kamu cantik banget sayang. Pantesan Kak Laki kesengsem," puji Rina.

Syafa tersipu. Dia menajamkan tatapan. Meneliti bayangan dirinya di cermin. Ya, setidaknya berkat riasan sosok propesional, dia merasa Laki sang penyanyi terkenal dan sukses, kaya raya, tampan, keturunan sultan itu, tidak perlu merasa malu bersanding dengannya. Dia mengakui bahwa pantulan wajah dirinya di cermin sangat... cantik.

Ya, semua akan baik-baik saja Syafa.

"Assalamualaikum," Tiba-tiba seseorang mengucap salam sambil membuka pintu dan memasuki kamar rias. Syafa dan Rina menjawab salam dari dalam. Benar dugaan Syafa, seseorang yang mengucap salam itu adalah Halila. Syafa sangat kenal dengan suaranya.

"Sudah selesai?" tanya Halila pada Rina Arsyi.

"Sudah, Bu," jawabnya.

"Alhamdulillah, bisa minta waktu untuk bicara sama putriku sebentar?" Halila meminta Rina untuk meninggalkan nya bersama Syafa. Lalu setelah meng-iyakan, dengan segera Rina keluar dari dalam kamar rias. Menuju ke arah utara dari reasort besar dan mewah milik keluaraga Gardia yang kerap kali dijadikan tempat acara walimahan dengan biaya sewa kurang lebih 1 M.

My Wife My Assistant -On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang