12~ Different Night

104 24 11
                                    

Selamat malam ahad...
And
~Happy Reading~

------------------------------------------------------

Halila bersenandung lirih, sementara tangan kanannya sibuk mengaduk segelas susu coklat. Raut wajahnya berseri. Wanita itu tampak bersemangat. Berjalan cepat sambil melambaikan tangan kiri berulang.

"Sini!" perintahnya tegas, saat puteranya yang tengah ber-title pengantin baru tak jua datang mendekat.

Laki menghempaskan napas malas. Masalahnya dia belum siap menerima titah dari Ami nya yang semakin ke sini semakin aneh-aneh.

"Ini, suruh di minum sama Syafa, ya," anjur Halila sambil mengasongkan segelas susu pada Laki.

"Buat puteranya mana?" goda Laki manja.

Halila mengibaskan tangan sambil berkata, "Lelaki mah gak usah. Ini susu khusus buat para wanita."

Kedua alis Laki mengerut. Dia menerima segelas susu tersebut meski tidak mengerti susu apa yang Aminya maksud.

Beberapa detik selanjutnya, Laki menghempaskan napas. "Susu apa ini Ami? jangan bilang Ami ngikutin almarhum uyut Rauhilah, ya?" penasaran Laki.

"Apa ini? Kenapa kak Laki tau?"

"Abi yang cerita. Abi bilang uyut Rauhillah ngasih susu hamil pas malam pertamanya dulu. Makanya Tokcer. Abi sama Ami langsung punya putera yang hansome ini."

Halila terkekeh. "Sana masuk saja." perintahnya sambil mendorong Laki untuk memasuki kamar. Kini dia ketauan bahwa dirinya tidak sabaran sudah menginginkan seorang cucu.

Pakaian yang dikenakan Laki saat itu adalah pakaian koko dan sarung. Dia baru pulang melaksanakan shalat berjamaah isya di Mesjid. Lalu kini aksesoris di tubuhnya bertambah dengan segelas susu coklat titipan Aminya untuk Syafa yang...

Laki celingukan. Netranya tidak menemukan Syafa di dalam ruang kamar. Kemana dia? gumam Laki sambil menyimpan gelas susu di atas nakas.

Pencariannya terhenti saat terdengar suara air di dalam kamar mandi. Laki ber-oh ria tanpa suara sambil menjatuhkan pantatnya di atas ranjang. Dia memutuskan untuk menunggu Syafa keluar sambil duduk bersemedi.

Syafa membasuh muka. Menatap wajahnya yang basah di cermin. Memperhatikan setiap air yang menetes dari ujung dagu, membuat dirinya kembali mengingat adegan perpisahan besama Ibunya tadi sore.

"Ami sama Abi bilang untuk menginap di sini," ucapnya pelan. Dia masih canggung dengan Ibu yang meninggalkannya bertahun-tahun lalu itu.

Mendengarnya Vira hanya bisa tersenyum sambil menggenggam jemari kedua tangan Syafa.

"Makasih, Nak. Lain waktu. Ibu ada pekerjaan lain yang harus di selesaikan," jawabnya.

"Ibu..., ibu doakan semoga pernikahanmu sakinah mawadah warohmah," lanjut Vira sambil sekilas menatap Laki yang berdiri beberapa langkah di belakang Syafa. Lelaki itu memberi keluangan pada mereka berdua untuk bicara lebih banyak.

"Ibu, ibu minta maaf karena dulu sudah meninggalkanmu. Ibu..., ibu minta maaf," sesal Vira bertemankan kacaan air dimata.

"Tadi ibu sudah pamit sama Ami dan Abi. Mereka sangat baik. Ibu hanya berharap Syafa menjadi menantu kesayangan mereka. Jika sudi Syafa bisa main ke rumah ibu. Laki tau alamatnya. Tapi jika masih membenci ibu, dan tidak mau berkunjung kesana. Jangan memaksakan, hm. Ibu paham dengan kebencianmu sama ibu. Dan..., ibu akan menerimanya." Vira mengusap air mata yang tak berhasil ia bendung. Air mata sesal dan air mata bahagia karena melihat puteri semata wayangnya dinikahi lelaki shaleh yang berkecukupan, membuat air matanya terus berderaian dengan lancang.

My Wife My Assistant -On goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang