Warna keemasan dari upuk barat langit, menerobos lubang pintu menuju balkon kamar hotel 406 yang sejak tadi pagi dibiarkan terbuka. Sepoi-an angin mengibaskan juntaian gorden putih di sepanjang permukaan kaca jendela minimalis di sisian pintu tersebut.
Laki yang sejak tadi malam hingga sore hari hanya terbangun untuk melaksanakan shalat itu, perlahan memicingkan mata. Menyibak selimut putih yang membungkus dirinya. Mengubah suhu AC menjadi lebih hangat dari sebelumnya. Lalu memeriksa notifikasi whatsApp yang berjumlah sebanyak 235. Dua ratus tiga puluh dari Damar, empat dari produser, dan satu dari Syafa.
Oh ya, wanita itu, desis Laki sambil serentak duduk dan membuka pesan whatsapp dari syafa.
"Saya sudah pergi. Tidak usah repot-repot mikirin saya. Saya di tempat yang aman."
Laki mencebik sambil hendak menonjok pesan whatsapp dari Syafa. Siapa juga yang mikirin wanita sombong dan menyebalkan sepertinya? Lalu tangan sebelah kanannya memegangi hansaplas yang tertempel di kening. Aiiisssh... desisnya. Wajah lelaki itu semakin terlihat kesal setelah mengingat kembali alasan yang membuat keningnya terluka dan menjadikan wajah dirinya yang biasa bening jadi sedikit menyedihkan.
Ting tong...!
Tiba-tiba bel kamar berbunyi. Berbunyi dengan tempo semakin cepat dan menggambarkan betapa tidak sabarnya orang yang memijat tombol bel tersebut.
Laki mendengus. Hatinya yang lagi gak enak semakin kesal. Dia tau benar siapa pelaku dari pemencet bel yang psikopat itu. Damar. Sudah pasti dia.
Dengan gontai dan malas-malasan Laki bangkit dari tempat tidur. Mengambil sebotol air mineral dari lemari pendingin, meneguknya sambil menonaktifkan kunci dari pintu kamar.
" Ki! Laki!!!" teriak Damar sambil berjalan cepat memasuki kamar.
"Waaah!! Katakan ini tidak benar, Ki! Lo, yakin Lo baru bangun tidur, Heh?! Dalam keadaan genting begini lo masih bisa tidur pulas?!" murka Damar sambil berkacak pinggang. Lelaki itu menatap jengkel pada Laki yang tengah duduk manis di sofa putih menghadap televisi mati.
Laki menyandarkan tubuh sambil bersedekap. Lalu menjawab, "Hm."
Astagfirullah, 'hm' doang?! rutuk Damar dalam hati. Kedua jemari tangannya mengepal sangat erat. Berusaha menahan emosi yang meluap-luap. Apa dia sudah tidak peduli lagi dengan karier nya?!
Damar berusaha menyetabilakan jantungnya. Tapi gagal. Lelaki itu kembali uring-uringan. "Kamu tau, sejak tadi pagi saya nyari kamu. Bayangkan, 7 apartemen milikmu saya datangi. Belum lagi 17 hotel mu. Heehh... Untung saja kamu lahir 17 Juli, saya gak bisa bayangkan kalau kamu lahir tanggal 30 Desember. Saya harus ngubek-ngubek 30 hotel sama 12 apartemen?! Hhiiiihhh... gak kebayang sumpah," cerocos Damar sambil bergidik. Membuat Laki sedikit menahan tawa mendengar perkataan dan ekspresi wajahnya.
"Oh. Back to topic. Kenapa Ki? Kenapa kamu bisa melakukan hal itu? Heh?! Itu salah! Tidak biasanya kamu ceroboh seperti ini?! Rasanya bukan kamu banget. Jelaskan semuanya sama saya!" Damar kembali bicara. Membuat Laki kembali meneguk air mineral yang tertengger di meja. Lelaki itu benar-benar kehabisan waktu untuk berkata.
"Saya hanya membantu orang yang lagi kesusahan, Mar. Gak boleh? Apa salahnya?" bela Laki. Bicaranya terhenti karena sedetik kemudian Damar kembali memotong kesempatannya untuk bicara.
"Tidak. Bukan tidak boleh menolong orang. Yang tidak boleh itu, kamu melakukan sesuatu dan wartawan mengetauinya! Lagi pula bukan masalah kamu menolong Syafa! Ck. Kenapa, Ki? Ngapain sebenarnya?! Saya tidak percaya kamu bisa melakukannya?" Bicara Damar mulai gak jelas. Membuat Laki semakin mengerutkan kening dan alisnya. Tidak mengerti sama sekali apa yang Damar bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife My Assistant -On going
RomanceNovel ini menceritakan tentang seorang Laki Abrisam Gardia, penyanyi religi tersohor di Indonesia, yang mengemban title King Of Antouchable singer. Pada saat kuliah S-2, dia dipertemukan kembali dengan seorang Mahreen Shafana Khumairoh, teman peremp...