"Tau ah, nyerah aja dah gue, cape banget gila!""Ck belum apa-apa udah nyerah duluan. Payah."
Dara memutar bola mata, kemudian ia berjalan meninggalkan Tari yang menatapnya bingung. Langkah kakinya terhenti di sebuah taman yang tak jauh dari perusahaan yang barusan ia datangi untuk menanyai apakah ada lowongan pekerjaan di sana tidak. Kata Mbak resepsionis bilang sudah tidak menerima lowongan kerja, sebab karyawan dan staf disana sudah full. Katanya Dara telat, minggu lalu memang mereka membuka lowongan untuk bagian pemasaran dan sekarang sudah diisi oleh orang lain.
Sejak tadi pagi hingga siang ia sudah mendatangi empat perusahaan bersama Tari rekan kerjanya dulu. Hasilnya tetap sama sudah tidak membuka lowongan lagi. Dari keempat tersebut hanya satu perusahaan yang sedang mencari di bagian keuangan, keduanya sudah menyimpan surat lamaran kerja disana. Tinggal tunggu informasi untuk di interview. Disana juga banyak yang lebih kompeten dibanding Dara. Jujur ia sangat ragu, saingannya sangat berat. Syukur-syukur ia diterima, gajinya gede cuyy!
"Heh kunyuk! Gue malah ditinggalin, tega bener lo," ucap Tari menghampiri dirinya dengan nafas yang tersengal-sengal. Kemudian dia duduk disamping Dara.
"Ya, lo tinggal kejar gue lah, ribet banget," sahut Dara malas.
Tari mendengkus. "Masalahnya tu, lo jalannya cepet banget ogeb! susah ngejarnya!" sungut Tari kesal.
Lah kenapa jadi dia yang marah?
Dara terkekeh pelan lalu melirik Tari, keringat bercucuran di wajahnya membuat Dara jadi kasian sekaligus lucu melihat pipi Tari memerah seperti kepiting rebus. Ia pun merogoh tangannya kedalam tas untuk mengambil tissue yang selalu ia bawa di dalam tasnya kemudian ia menyodorkan pada Tari, dengan cepat gadis itu menerimanya lalu mengelap keringat di wajahnya.
"Kalau nggak dapat kerjaan dalam waktu dekat, gue rasanya pengen nikah aja lah," celetuk Tari membuat Dara tersedak air liurnya sendiri. Bisa-bisanya Tari berpikiran seperti itu. Tumben. Selama tiga tahun bersamanya Tari paling anti membahas soal pernikahan apalagi pacar, dia pasti mengalihkan pembicaraan. Dan selama ini, Dara tidak pernah tahu hubungan asmara teman kantornya itu, Tari juga tidak pernah curhat akan masalah itu. Dia lebih semangat bergosip, sampai-sampai semua masalah teman kantornya, Tari mengetahuinya. Dara juga sempat terheran ini anak dapat informasi dari mana sampai semuanya tahu, sungguh ajaib anak ini.
Dara tertawa. "Kesambet apa lo, tumben banget ngomong kayak gitu. Biasanya kan lo anti bahas yang beginian." seru Dara meledek.
Tari menghembus nafas berat. "Nggak tau, spontan aja gue."
Dara manggut-manggut kemudian ia mengulum senyuman menatap kembali Tari. "Lo ngomong begitu, emangnya udah ada calon? Setahu gue kan, lo jomblo." tawa Dara meledak setelah tadi ia coba untuk menahannya.
Tari menatap Dara kesal, julid banget punya temen modelan kayak gini. Males ah, Tara merutuki ucapnya barusan, bisa-bisanya dia bahas topik pembicaraan ini kepada Dara jadinya kan dia dijulidin sama Dara.
"Lo sendiri juga sama jomblo! Sesama kaum jomblowati jangan saling meledek!" cecar Tari kesal mengundang gelak tawa dari Dara.
"Lagian juga umur kita udah pas untuk menikah. Coba lo bayangin kalau udah nikah, pasti setiap bulannya bakal ditransfer, banyak uang kan? Uang itu bakal gue belanjain skincare, baju, tas branded dan lain-lain." sambung Tari panjang lebar. Dara yang mendengarnya pun sedikit terkejut, selain suka bergosip dia juga ternyata boros banget. Dara jadi kasian kepada suami tari nanti, bisa-bisa uang tabungan ludes dipakai oleh Tari.
Dara berdecak lalu ia pun menoyor kepala Tari pelan. Bukannya marah orang itu malah nyegir lebar di depan Dara. "Kasian banget suami lo nanti dapet modelan istri kayak begini! Harusnya tuh lo nabung bukannya malah boros beli barang-barang yang sekiranya lo nggak butuh. Dengan lo nabung, uang itu bakal jadi tabungan di masa depan buat anak lo sekolah yang tinggi biar nggak kayak emaknya!"
Tari menguap mendengar ocehan Dara yang membuatnya malah menjadi bosan. "Ck lo mah, Dar, nggak bisa diajak ngehalu! Kan gue bilang banyangin aja bukan berarti gue bakal kayak gitu beneran." kilahnya membuat Dara mendelik menatapnya.
Dara hanya menanggapi dengan mengangguk kecil. Cape ngomong dari tadi gak kelar-kelar, ada aja gitu topik pembicaraan saat bersama Tari. Mana cuaca panasnya pol, Dara jadi haus.
"Beli minum gih," ucap Dara sembari menyodorkan uang satu lembar seratus ribu kepada Tari. Gadis itu tersenyum lalu menyambar uang tersebut.
"Gue juga mau dong, tapi pake uang lo dulu." tanya Tari dengan wajah memelas nyaris membuat Dara muntah melihatnya.
Dara mengangguk sebagai jawaban lalu mengibaskan tangan menyuruh Tari segera membeli minuman. Gadis itu pergi dengan penuh semangat, jelas semangat orang belinya pake uang Dara beda lagi ceritanya kalau itu uang punya Tari, bisa-bisa ia ditagih lagi.
Sambil menunggu Tari, ia memejamkan matanya menikmati semilir angin yang membuat menjadi lebih tenang. Rasanya lelah yang kini Dara rasakan, ia berpikir mengapa hidupnya jadi seperti ini? Masalah terus datang menimpanya. Dara percaya roda kehidupan itu berputar, dulu ia berada diatas, kariernya pun sangat membantu membangkitkan perekonomian keluarganya menjadi lebih baik lagi, soal cinta? Jangan ditanya Dara sangat-sangat bahagia pada saat itu bersamanya.
Dan sekarang Dara ingin seperti dulu lagi, tapi nyatanya tidak mungkin sekali bukan? waktu tidak mungkin bisa diputar untuk kembali. Dara harus bersabar melewati semua ini. Tidak mungkin kan ia terpuruk terlalu lama meratapi nasibnya mau sampai kapan ia bersedih seperti ini? Itu semua tidak akan pernah terulang kembali, kecuali ia bangkit dari keterpurukannya dan memulai membuka lembaran baru.
Ya. Itu adalah pilihan terbaik.
Mengikhlaskan adalah kunci terbaik bagi Dara agar hatinya menjadi lebih tenang.
Dara menghembusnya nafas panjang, membuka mata perlahan lalu mengedarkan pandangannya. Temannya itu tak kunjung datang, kemana dia membelinya? Apa ke ujung dunia? Tidak mungkin. Padahal di depan sana ada kedai menjual minuman segar. Tari belinya dimana sih? Jadi kesal kan.
"Si Tari bener-bener yah! Tenggorokan gue ceket banget pengen minum," gerutu Dara.
Dara menghembus nafas kasar, pundaknya melemas. "Ah males banget gue belinya. Dah lah tungguin aja si curut datang."
Dara lebih baik menunggu di kursi taman, entahlah dirinya benar-benar malas untuk berjalan. Dara sebenarnya bisa membelinya sendiri, tapi sayang dong uangnya! Masa harus ngeluarin uang lagi? Ingat ia harus hemat.
Lagi-lagi Dara termenung memikirkan perkataan Tari tadi. Dara juga pengen nikah, punya anak yang lucu-lucu. Ah, Dara yang membayangkan pun jadi pengen cepet-cepet nikah. Tapi Dara tersadar dirinya kan tidak punya calon apalagi pacar, hidupnya ngenes sekali.
"Mamah Dara pengen nikah!" teriak Dara lalu ia menutupi matanya menggunakan tangan. Masa bodoh orang mengatainya gila. Ia frustasi, beban pikirannya jadi bertambah gara-gara perkataan Tari.
Tiba-tiba Dara mendengar suara langkah kaki berjalan kearahnya. Apa mungkin orang itu mendengar ucapannya barusan? Ais, Dara jadi malu. Ia mencoba mengintip disela-sela jarinya, mata Dara membulat kala melihat sepatu orang itu berhenti dihadapannya.
"Ayo. Saya nikahin kamu."
••••
TBC
Wah-wah akhirnya pria itu muncul juga ke daratan
Gmna yee kabar hatinya si dara? Pasti shock lah ya tiba-tiba ada yg ngajak nikah😂
Next part?
See u!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, My Husband!
ChickLitApa jadinya jika seorang pria tiba-tiba datang dan mengajaknya untuk menikah? Bahkan ia sama sekali tidak mengenali pria itu. Semua cerita tersebut sama persis yang tengah dialami oleh Adara Indraswari. Dara tak menyangka jika pertemuannya dengan Ha...