HMH || Part 11

1.4K 104 6
                                    

Harsa tersenyum senang ketika ia mengajak Dara bertemu, wanita itu mengiyakan permintaannya tanpa menolak dengan berbagai alasan seperti biasanya. Tempat restauran yang dipilih Ilham tak pernah mengecewakan. Benar apa kata teman satunya ini, nuansa yang terlihat romantis sangat cocok untuknya bertemu dengan Dara.

Lain kali Harsa akan bertanya kembali pada Ilham tempat yang bagus untuk ia temui. Untuk saat ini Ilham ada gunanya juga disaat Harsa membutuhkan pendapat.

Tengah asik memandangi interior, Harsa tak sadar jika Dara sudah berada di depannya. Wanita itu terlihat sangat cantik ketika menggunakan jilbab membuat Harsa menganga takjub melihatnya.

"Silahkan duduk." Setelah mendengar instruksi dari Harsa, Dara mengangguk sambil tersenyum. Percayalah jantungnya sedari tadi berdegup kencang apalagi tangannya panas dingin gini. Padahal dulu jika Dara bertemu pria asing biasa-biasa saja tidak seperti sekarang.

"Sepertinya di bawah meja lebih menarik ketimbang melihat wajah saya."

Dara langsung menatap pria dihadapannya persekian detik Dara melirik kearah lain, tak kuat jika harus beradu pandang seperti ini.

"Zinah mata, Pak." Jawab Dara membuat sudut bibir Harsa terangkat. Gemas melihat tingkah Dara yang malu-malu kucing.

Baiklah Harsa mengerti, tidak apa-apa jika Dara tak ingin melihatnya. Bertemu saja sudah cukup. Harsa mengulum senyuman ketika ide jahil yang tiba-tiba muncul di otaknya. Lihatlah seberapa lama wanita ini betah menundukkan kepala. "Dara, coba kamu lihat di belakang kamu ada opa-opa ganteng."

Sontak Dara pun melihat ke belakang. Tidak ada pria ganteng, yang ada malah kakek-kakek bersama cucunya yang sedang makan. "Enggak ada, Pak. Itu--" ucapan Dara terhenti ketika menyadari ia dikerjai oleh Harsa. Dara meringis malu lalu kembali menunduk.

'jelalatan banget ni mata! Jadi malu kan' batin Dara.

Harsa awalnya tersenyum, namun setelah itu berubah menjadi datar. "Saya merasa dihargai ketika saya bicara, orang dihadapan saya juga ikut menatap saya."

Entah kenapa nafasnya tercekat, buru-buru Dara mendongak netra nya bertemu. Menelan ludah susah payah ketika Dara melihat wajah Harsa datar, berbeda sekali saat ia datang yang nampak terlihat cerah dan sumringah. Malah sekarang auranya seram sampai Dara merinding.

"Maaf."

"Sudah lupakan saja."

Tuh kan! Jadi ngambek orangnya.

Dara tidak tahu harus apa sekarang. Suasana canggung yang terjadi sehingga Dara jadi kaku. Ini juga salah Dara, kenapa juga ia harus menengok ke belakang hanya untuk mengikuti perintah Harsa. Kebiasaan mata Dara yang suka jelalatan melihat pria ganteng untuk sekedar mencuci mata supaya segar. Yang malah kemakan omongan sendiri, karena perkataan Dara tadi.

"Perkataan saya waktu itu, kamu sudah ada jawabannya? Saya pengin mendengarnya sekarang."

Dara melotot seketika, ia malah belum menemukan jawaban untuk pertanyaan itu. Dara tidak tahu kalau Harsa mengajaknya bertemu untuk menanyakan hal ini, mungkin jika tahu ia tak akan datang. Karena alasan utamanya Dara belum siap untuk membuka hati lagi. Apalagi ini ketahap yang cukup serius bagi Dara."Maaf, Pak. Saya tidak bisa menjawabnya sekarang. Saya butuh waktu untuk memikirkan hal ini."

"Kenapa? Apa saya kelihatan tidak serius dimata kamu?"

Dara menggeleng pelan, "Bukan gitu maksudnya. Hanya saja saya belum siap." jawab Dara lirih.

Dara melirik Harsa sebentar sebelum ia melihat ke arah lain. Begitu terlihat jika Harsa kecewa atas jawaban Dara, pria itu masih saja tersenyum walau tipis. Dara jadi tidak enak. Tapi mau gimana lagi? Ini masalah hati, Dara tak mau terluka kembali.

Hi, My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang