HMH || Part 14

1.2K 93 7
                                    

Menunggu besok pagi rasanya sangat lama. Harsa tak sabar bagaimana jawaban yang Dara berikan. Sudah larut malam matanya masih terjaga, kantuk yang tak kunjung datang membuat Harsa jadi kesal sendiri. Keadaan seperti ini pasti susah untuk tidur cepat. Isi otaknya malah memikirkan hal yang tidak-tidak. Jantungnya semakin berdebar, ia bahkan tidak yakin jika besok lamaran darinya diterima oleh Dara.

Seperti ragu atas apa yang ia lakukan sejauh ini untuk mendapatkan restu dari orang tua Dara. Wanita itu mungkin mengira ia sedang bercanda? Padahal ini adalah hal serius, mana mungkin ia mempermainkan hati seseorang wanita. Sudah cukup masa mudanya sering bermain dan selalu gonta-ganti pasangan.

Harsa tahu ini mungkin terlalu cepat bagi Dara. Umur mereka sudah matang untuk memulai hubungan yang lebih serius. Apalagi umur Harsa sudah 30 tahun, teman-teman seusianya sudah menikah tinggal ia dan Ilham yang belum. Tak jarang Harsa selalu ditanyakan kapan nikah oleh orang-orang, telinganya hampir panas jika mendengar perkataan seperti itu. Apa mereka tidak tahu mencari wanita yang cocok dengannya itu sangat sulit. Dan kali ini Harsa mendapatkan sosok wanita yang selama ini ia inginkan. Namun sayang mendapatkan hati wanita itu sangat susah.

Lama kelamaan mata Harsa mulai terpejam. Lelah dengan sendirinya dan bersiap menanti esok hari.

••••

Kening Harsa mengerut ketika pantulan cahaya mulai memasuki kamarnya masih dengan mata yang terpejam ia sama sekali tidak terganggu. Kembali memasuki alam mimpi ia tiba-tiba baru menyadari bahwa ini sudah pagi. Ia bangun lalu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi.

Dengan cepat Harsa bangun dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah selesai dan siap pergi ke kantor. Harsa membuka pintu lalu melihat Sari sedang menyantap nasi goreng di meja makan.

"Lho ternyata kamu belum berangkat? Ibu kira udah berangkat subuh-subuh, mangkanya nggak dibangunin."

"Kesiangan, Bu. Malamnya nggak bisa tidur." Harsa duduk di meja makan hanya untuk meminum air putih tidak sempat untuk sarapan karena akan semakin telat pergi ke kantor.

"Cie pasti kepikiran jawaban dari Dara ya? Eh iya gimana lamaran kamu diterima apa enggak? Kan katanya ngasih jawaban pagi ini." tanya Sari membuat Harsa tersedak. Air yang ada didalam mulutnya muncrat dan mengenai nasi goreng.

Harsa baru ingat bahwa hari ini jawaban dari lamarannya akan dijawab oleh Dara. Gara-gara semaleman ia tak bisa tidur ia hampir lupa dengan hal ini. Dengan gerakan cepat ia mengambil handphone di saku lantas membuka aplikasi WhatsApp dan tertera ada pesan dari Dara yang ia sematkan. 

Sari melotot, selera makannya jadi hilang menatap piring yang kini nasi gorengnya sudah tercampur air. Niat hati ingin menceramahi Harsa, Sari urungkan melihat wajah serius Harsa yang kini tengah menatap Handphone.

"Kamu kenapa?"

Harsa masih bergeming. Membuat Sari semakin penasaran. Apa mungkin Harsa sudah membaca isi pesan dari Dara? Kemungkinan anaknya ini lamarannya ditolak melihat wajah Harsa tetap datar tidak menunjukkan sesuatu yang terjadi.

"Bu ...." lirih Harsa. Menatap ibunya dengan mata sedikit berkaca-kaca, tentu Sari terkejut. Membawa Harsa kedalam pelukan lalu mengelus punggung Harsa, tanpa disadari air mata menetes begitu saja. Dugaan Sari berarti benar, Sari ikut sedih karena sepertinya ia harus menunda untuk memiliki menantu.

Harsa melepas pelukan lalu menatap Sari terheran. Wajah yang sudah dibanjiri oleh air mata. Harsa jadi kebingungan. "Ibu kenapa jadi ikutan nangis?"

"Malah ditanya lagi! Ibu sedih kamu nggak jadi nikah tahun ini."

Dahi Harsa mengernyit, masih belum mengerti. Tapi sedetik kemudian ia paham. "Kata siapa?"

Sari berdecak kesal. "Ya itu kamu kayak sedih gitu pas liat hp. Pasti lagi baca pesan dari Dara 'kan? Lamaran kamu ditolak ya?"

"Harsa nggak sedih. Dugaan Ibu salah besar. Lamaran Harsa diterima." seru Harsa sambil tersenyum bahagia. Sari langsung mengucap puji syukur, dan kembali menangis terharu.

••••

"Roman-romannya Bos kita lagi bahagia. Kek speechless, tumbenan jadi baik gini bagiin makanan." ujar wanita itu berbisik pada teman disampingnya. Keduanya sedang menikmati nasi kotak pemberian dari Bosnya di pantry. Perbincangan hangat mereka kini tengah dibicarakan oleh staf lainnya. Perilaku Bos sering berubah, kadang baik, kadang ngeselin minta ampun apalagi kalau ada masalah pribadi tak jarang semuanya bakal kena semprot sekicil apapun masalah pasti ditegur.

Hari ini begitu banyak gosip. Keheranan terjadi dari mulai Bos Harsa telat datang ke kantor. Tidak seperti biasanya Bos satunya ini datang tepat jam makan siang. Padahal tidak ada acara pertemuan clean di luar. Harsa yang dikenal berwajah datar dan tegas kini berubah begitu datang disuguhkan oleh wajah yang berseri-seri. Dan itu semua menimbulkan tanda tanya bagi lambe turah di sini.

"He-em. Gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba bagiin makanan, kayaknya semua staf kebagian deh."

"Kalau kayak gini terus, tiap makan siang nggak bakal gue ngeluarin duit mulu."

Kebetulan orang yang sedang dibicarakan oleh mereka tengah berada di tempat yang sama. Mereka duduk memunggungi sehingga tidak tahu bahwa Harsa mendengar percakapannya dari belakang. Ia tidak marah jika semua orang membicarakannya, karena suasana hati sedang senang ia tetap santai seolah tidak perduli.

"Ekhem" Harsa berdehem.

Lantas keduanya kompak menoleh kebelakang dan langsung berdiri. Melihat dirinya dengan wajah yang nampak tegang.

"Lia, Ara, kalian sedang apa?" tanya Harsa. Bukannya menjawab keduanya menunduk, malah mereka saling menyikut siapa yang akan menjawab pertanyaan yang ia berikan.

"Emm ... A-anu itu---"

"Gak usah tegang gitu. Saya harap kalian menikmati makanan yang telah saya sediakan." 

Lia dan Ara tersenyum lebar, sedikit mengurangi kegugupan, mereka mengira akan dimarahi namun ternyata tidak.

"Terima kasih, Pak." ucap Lia dan Ara.

"Iya. Silahkan dilanjut." Harsa melangkah pergi dengan membawa kopi ditangannya.

"Tuhan lagi berpihak pada kita. Untung kagak diomelin."

••••

TBC.

Hi, My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang