Dua insan yang saling terdiam sejak lima menit berlalu, mereka duduk bersampingan di sebuah kursi taman yang dekat dengan hotel. Keduanya seakan membisu, bibirnya terasa kelu untuk mengeluarkan segala isi hatinya yang selama ini terpendam.Dara, wanita itu menatap lurus ke depan tidak ingin melihat pria di sampingnya yang sedari tadi terus menatapnya. Dara hanya muak melihat wajah pria ini dengan tatapannya nyalang, membuat Dara ingin sekali mencakar wajahnya. Dipikir dengan cara seperti itu akan membuatnya luluh dan kembali bersama lagi? Tidak. Tidak akan terjadi, malah saat ini di hati Dara tidak ada rasa simpati kepada pria itu.
Sedangkan disisi lain, Arya berharap wanita dihadapannya ini menghadap ke arahnya, dia ingin sekali melihat wajah cantik dan senyuman yang dulu sering dia lihat, namun sekarang pupus sudah harapannya, wanita itu bahkan tidak ingin melihat dia lagi.
"Mau sampai kapan kita berdiam seperti ini? Kalau tidak ada yang ingin dibicarain, aku lebih baik pulang aja." Sedikit kesal akhirnya Dara lebih dulu membuka suara. Jika tidak seperti ini, pria itu mungkin sampai malam terus terdiam. Padahal Dara sudah berbaik hati menerima ajakan Arya saat dia ingin berbicara sebentar dengannya.
Bukannya apa-apa ia ingin semua urusan dengan Arya, hari ini sudah selesai dan seterusnya tidak ada lagi urusan dengan pria itu. Lagi.
Tidak ada tanda-tanda jawaban dari Arya. Dara menghela nafas lalu berdiri. "Sepertinya tidak ada yang disampaikan. Aku pulang." Hendak melangkah namun tangannya dicekal oleh Arya sehingga ia kembali duduk di sampingnya.
"Tunggu sebentar." Menghembuskan nafas panjang lalu berfikir sejenak untuk merangkai kata-kata yang tepat. Hatinya seakan sesak ketika harus mengatakan ini semua, Arya harus menerima konsekuensi jika wanita yang dicintainya ini mungkin akan semakin membencinya. Namun dibalik itu dia tidak ingin Dara mengetahui semua ini dari orang lain.
"Aku minta maaf––"
"Hanya itu yang ingin kamu bicarakan? Kamu sadar gak sih, udah puluhan kali kamu bilang kayak gitu. Muak aku dengernya!" sela Dara dengan wajah memerah, menahan emosi yang sedari tadi ia tahan.
Arya menggeleng cepat lalu tangannya terulur untuk menggenggam tangan Dara, namun ia tepis dengan kasar. Melihat itu Arya tertegun, hatinya terasa nyeri serta dada yang sesak.
"Dengerin dulu. Sebelum aku berbicara lebih jauh soal permasalahan kita. Aku ingin berkata lebih awal bahwa ini akan membuat kamu kembali kecewa. Aku harap kamu bisa menerima semuanya."
"Gak usah bertele-tele! Aku kasih kamu waktu dua menit untuk mengatakan semuanya!"
"Aku terpaksa menikahi Kayla karena permintaan Ayah. Bukan tanpa sebab aku memutuskan untuk mengiyakan permintaan itu. Karena sebelumnya Ayah punya hutang budi sehingga ia menerima tawaran dari Adi Ayahnya Kayla. Dan pada saat itu lamaran Kayla batal, pacarnya kabur begitu saja. Kejadian itu membuatnya menjadi setres, mengurung diri di kamar bahkan hampir saja bunuh diri." jelas Arya panjang lebar.
Sudah jangan ditanyakan bagaimana perasaan Dara sekarang. Hatinya bagai ditusuk belati, begitu sakit yang ia rasakan. Luka hati kian bertambah tak habis-habisnya. Dara menatap pria itu dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir deras.
"Dan kamu menerima dia tanpa pikir panjang?! Kamu dengan seenak jidat menjawab 'iya' tanpa mikirin perasaan aku? Hati nurani kamu dimana Arya!" Dengan emosi yang sudah tak bisa ia kontrol. Dara menarik kerah kemeja Arya. Tak perduli jika pria itu tercekik olehnya.
Melihat Arya kesusahan untuk bernafas ia melepaskannya. Pria itu terengah-engah membuat Dara tak ingin melihat, lantas ia pun membuang muka kedepan.
"Maaf, aku nggak ber--"
Dara mengangkat tangan kanannya–– mengisyaratkan untuk tetap diam. Arya yang melihat itu langsung mengantupkan bibirnya, paham dan mengerti ia pun tak jadi membuka suara.
"Kenapa kamu nggak coba untuk nolak?" Pertanyaan itu yang terngiang di kepalanya. Dara pengin tau bagaimana pria di hadapannya ini memberikan tanggapan.
Seandainya Dara ada di posisi itu. Ia akan tetap mempertahankan hubungannya apapun itu. Sesulit apapun ia akan berusaha dan bertahan. Pria ini seperti melepaskan tanggung jawab yang dulu Dara berikan. Bahkan Dara ingat betul, pria ini berjanji akan menikahinya dan hidup bersama sampai ajal memisahkan. Dan kemana janji itu? Bulshit. Semuanya omong kosong! Pria itu bahkan mengingkari janjinya sendiri!
"Aku udah coba, Ra. Omongan aku dianggap angin lalu sama mereka. Semuanya sia-sia dan mereka tetap kekeuh untuk menerima ini." Sesal Arya. Pria itu tertunduk tak ingin melihat Dara yang menatapnya dengan berlinang air mata membasahi pipi. "Posisi ku saat itu tertekan, tak ada yang bisa aku lakukan selain menerimanya."
"Tolong ngertiin aku, Ra," lirihnya.
Dara berdecih. "Seharusnya kamu yang ngertiin perasaan aku!" Bentak Dara di sela tangisannya.
"Emang niatnya kamu nggak mau nikah sama aku 'kan? Kenapa nggak dari dulu seandainya kamu nggak mau sama aku bilang, Arya! Kita udah 5 tahun bersama. Itu bukan waktu yang sebentar." Teriak Dara meluapkan emosi yang tertahan.
Arya terperanjat. Lagi-lagi dia harus mendengar Dara membentaknya lagi.
"Ra, bukan gitu. Kamu salah, aku cinta sama kamu. Bagaimana bisa kamu berpikiran seperti itu," ujar Arya lembut dengan tatapan sendu. Tangannya terangkat untuk mengusap air mata di wajah Dara. Namun, sekali lagi Dara tepis. Ia tak ingin disentuh oleh pria brengsek.
"Jangan sentuh aku lagi! Kamu udah nggak berhak untuk melakukan itu lagi."
Arya terpaku mendengar perkataan Dara. Sekali lagi dia tak akan meninggalkan Dara secepat itu. Meski Arya tahu dia sudah beristeri dia tak perduli. Tidak rela jika harus melepaskan Dara selamanya dengan pria lain selain dirinya.
"Ra, plis jangan hukum aku kayak gini." Arya menggeleng lemah dengan air mata yang tanpa disadari telah lolos keluar begitu saja.
"Sadar, Arya! Kamu itu udah beristeri!" Bentak Dara. Arya kembali menundukkan kepalanya. "Aku nggak sudi sama kamu lagi. Meskipun kamu udah bercerai atau apapun itu. Aku tetap nggak akan pernah mau sama pria yang udah nyakitin aku!"
Dengan cepat Arya mendongak dengan memperlihatkan sorot mata yang mengisyaratkan kesedihan yang mendalam atas perkataan Dara barusan. Sekali lagi Dara tak perduli dan tidak akan goyah pada pendiriannya. Hatinya sudah terlanjur terluka.
Arya tetap bungkam.
Dara menatap Arya dengan sorot mata tajam dan penuh keseriusan. "Kamu sendiri yang mutusin aku. Dan kamu sendiri yang memulai permasalahan diantara kita. Jadi, sekarang kita bukan siapa-siapa lagi. Aku harap kamu nggak akan ganggu kehidupan aku, dan tolong, jangan pernah muncul dihadapan aku lagi."
"Selamat atas pernikahan mu. Dan semoga bahagia." sambung Dara. Setelah itu ia pun pergi dari tempat itu dengan cepat. Arya menatap punggung Dara yang menjauh dengan nanar. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk saat ini. Hanya bisa pasrah menerima takdir yang sudah ditetapkan kepada dirinya.
•••••
TBC.
Minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin ❤️
••••
Part bagian ini khusus untuk Dara dan Arya. Karena di part sebelumnya si Arya belum muncul.
Aku gak tau bagian ini nge-feel apa enggak. Jujur aku gak bisa bikin yg melow² gini:(
Semoga suka ya❤️
See u next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, My Husband!
ChickLitApa jadinya jika seorang pria tiba-tiba datang dan mengajaknya untuk menikah? Bahkan ia sama sekali tidak mengenali pria itu. Semua cerita tersebut sama persis yang tengah dialami oleh Adara Indraswari. Dara tak menyangka jika pertemuannya dengan Ha...