HMH || Part 09

1.5K 113 0
                                    


Setelah kejadian tadi yang membuat Dara emosi dan hampir saja lepas kendali ingin memukuli pria itu. Untung saja ia tak melakukannya, Dara gini-gini juga masih punya hati dan berpikir kembali jika nanti ada akibatnya lalu menambah lagi masalah. Isterinya pasti kaget liat suaminya datang-datang dengan muka babak-belur karena ulahnya. Dan tunggu saja besok pagi pasti keluarganya datang ke rumahnya dengan marah-marah. Dara yang memikirkan itu pun bergidik ngeri.

Perjalanan dari hotel tempat Arya menikah ke rumahnya memakan waktu yang lumayan lama. Satu jam yang harus ia tempuh membuat tubuhnya pegal dan tangannya sedikit keram. Bagi Dara ini merupakan pertama kali ia berani pergi sendiri apalagi mengendarai motor seorang diri tanpa ditemani oleh siapapun. Biasanya ia lebih memilih diantar oleh Ayahnya atau nebeng ke temannya kalau kepepet pesen gojek.

Tepat di depan rumah, Dara mengerutkan kening ketika matanya melihat salah satu mobil asing yang memenuhi halaman. Pintu gerbang dibiarkan terbuka sehingga ia memudahkan masuk tanpa harus turun untuk membuka.

"Dara!"

Karena rasa terkejutnya spontan Dara melemparkan helm. Malang sudah nasib pinky–– helm kesayangannya tergeletak begitu saja. Ingin mengambil namun urung ketika Hanin datang dengan berkacak pinggang. Terlihat begitu marah, Dara berpikir ia tak melakukan kesalahan. Tapi mengapa ia datang malah disambut dengan cara seperti ini.

"Kenapa sih, Teh? Dara baru datang lho ini." Dara menghampiri Hanin. Menurunkan sedikit egonya dan mengalah ketika menghadapi Ibu hamil. Meski ia sangat kesal namun Dara tak berani  menunjukkan bisa-bisa ia diamuk oleh Hanin. Sungguh ia tak berani melawan ibu hamil. Ngeri-ngeri sedap.

"Dari tadi Teteh nelpon nggak diangkat. Di whatsApp nggak dibales. Sesibuk apa sih kamu di sana? Sampai-sampai lihat handphone aja kayak susah," cecar Hanin tak henti-hentinya.

Dara cengar-cengir setelah melihat handphone nya. Benar saja ada belasan panggilan tak terjawab. Merasa bersalah ia pun meminta maaf mungkin dengan seperti itu kekesalan pada dirinya meredam. Namun, tetap saja ekspresi wajahnya masih kentara sekali terlihat kesal.

"Maaf atuh, Teh. Serius tadi Dara beneran nggak sempet liat hp."

Hanin mendengkus dengan memutar bola mata. Tangannya beralih bersidekap, masih sama menatapnya dengan penuh kekesalan. Dara hanya pasrah, biarkan Hanin melakukan apa yang dia inginkan. Ibu hamil selalu benar, buka begitu?

"Itu mobil siapa sih? Bukannya Mas Chandra jemput Teteh besok lusa? Kayaknya ini bukan mobil Mas Chandra, deh," Begitulah Dara nanya sendiri jawab sendiri. Dengan tampang yang so-soan tengah berpikir, malah membuat Hanin jadi gemas. Ingin mengnguyel wajah Dara.

"Ya, memang bukan punya Mas Chandra." jawab Hanin sedikit ketus.

"Terus punya siapa?"

"Seseorang." 

Setelah itu Hanin berjalan masuk meninggalkan dirinya di luar yang masih bingung. Menghentakkan kaki dengan kesal ia pun harus mengikuti kakaknya. Apa salahnya si tinggal dijawab, kok kayak susah gitu. Membuat otak Dara harus berputar memikirkan siapa pemilik mobil itu.

"Nanti kamu tau sendiri. Mending sekarang kamu mandi yang wangi, terus sholat ashar. Setelah itu bantu Teteh masak di dapur. Bentar lagi temen kamu pulang dari mesjid.

••••

Menutup pintu kamar dengan sangat hati-hati supaya tidak terdengar suara decitan. Dara memperhatikan seluruh penjuru ruangan, tersenyum ketika tidak ada tanda-tanda Hanin di sini. Bisa dibilang Dara menghindar agar kakaknya itu tidak menyuruhnya untuk membantu menyiapkan makanan. Sejujurnya Dara sangat malas bergelut dengan peralatan dapur.

Hi, My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang