HMH || Part 04

1.7K 128 12
                                    


"Ayo. Saya nikahin kamu."

Mata Dara membulat sempurna mendengar ucapan pria itu. Apa katanya? Dia mau ngajak Dara menikah? Ini gak mimpi kan? Dara mencubit lengannya kemudian ia meringis akibat cubitan itu, berarti ini beneran nyata, ia tidak berhalusinasi.

"Saya serius atas perkataan saya barusan." suara bariton pria itu kembali menyadarkan Dara dari lamunan. Suaranya membuat jantung Dara berdegup kencang.

Dara mendongakkan kepalanya memberanikan diri untuk melihat wajah pria itu. Dara terkesiap ketika melihat wajah pria itu tepat dihadapannya. Sangat tampan, nyaris sempurna menurut Dara, tubuh yang tegap, hidung mancung, mata tajam. Sungguh Dara ingin menatapnya lama-lama dan satu lagi ia ingin memilikinya menjadi suami. Eh?!

"Bapak setres ya!"

"Tidak. Saya masih waras."

Dara menajamkan mata memandang pria itu. Sungguh ia sedikit takut, bagaimana jika pria ini menculiknya lalu dijual keluar negeri?

Dara benar-benar gugup saat pria itu menatapnya lamat-lamat. Dara terus-menerus menelan ludah saat pria itu berjalan maju kearahnya dengan cepat Dara melangkah mundur.

"Saya cuma bercanda, Pak. Tadi itu s-say--"

"Sayangnya saya menanggapinya serius." sela pria itu.

Dara tak habis pikir mengapa pria ini mengajaknya bahkan sedikit memaksa untuk menikah dengannya. Apa pria itu tidak berpikir dua kali atas ucapannya? Ini bukan perkara mudah bagi Dara yang langsung menerima tanpa tahu bibit bobot bebetnya. Apalagi ia masih trauma menjalin hubungan asmara dan sekarang ada yang mengajaknya untuk menjadi isteri? Tidak, Dara tidak mau salah memilih lagi.

Lelaki ini mungkin hanya main-main. Zaman sekarang mana ada laki-laki yang serius? Ha ha Dari tidak mau dibodohi lagi ia sudah muak dengan segala ucapan manis para buaya.

"Saya nggak mau! Pokoknya saya nggak mau nikah sama manusia setres kayak Bapak!"

Pria itu menatapnya dengan tatapan tajam membuat nyali Dara menciut. "Saya tegaskan! Saya masih waras." ucapnya tegas. "Hati-hati dengan ucapan mu, kita tidak tau nantinya seperti apa. Misalkan kita berjodoh, kamu masih mau mengelak?"

Tidak semudah itu kisanak. "Bapak jangan sok tahu! Jodoh saya kan Jeno."

Nampaknya pria itu sedikit terkejut, Dara sangat puas menjahilinya. Selang beberapa detik pria itu menampilkan senyum tipis membuat Dara jadi salah tingkah.

"Kamu tidak bisa berbohong dengan saya. Saya tahu orang itu, dia Jeno-- wayv?" tebaknya membuat Dara benar-benar terkejut, ia pun tersadar akan kalimat terakhir yang dilontarkan olehnya lalu ia pun tertawa. Pria itu menautkan kedua alisnya, menatapnya heran.

"Kenapa? Apa saya salah?" tanyanya.

Ya iyalah! Pake nanya lagi!

Dara mengangguk menanggapinya. Ia terlalu lelah akibat tertawa.

"Maaf saya tidak tahu." ujarnya lalu ia pun merogoh lengannya kedalam jas. Dara mengamati setiap gerak-gerik pria di hadapannya. Ia sedikit heran pasalnya pria itu memberikannya kartu nama padanya.

"Nama saya Harsa Wiratama. Saya tidak sedang bercanda, saya serius atas perkataan saya barusan. Jika kamu berubah pikiran, kamu bisa datang ke tempat kerja saya. Atau paling tidak kamu bisa menghubungi saya." Jelas Harsa pada Dara.

Dara membacanya sebentar lalu ia pun menyerahkan kembali kartu itu. "Saya tidak butuh. Dan saya nggak nanya nama Bapak!" ucap Dara sinis.

Harsa menggeleng pelan. "Kamu simpan saja."

Dara mendesah lama-lama dekat pria ini. Namanya bagus, tapi tidak sebagus kelakuannya! Didekatnya saja Dara sudah kesal minta ampun, selain pemaksa dia juga sok tahu. Baru kenal udah bikin Dara istighfar.

"Kalau boleh tahu nama ka--"

"Adara Indraswari. Bapak bisa panggil saya Dara." sela Dara cepat.

Harsa tersenyum tipis.

Selang beberapa detik keduanya sedikit tersentak tatkala mendengar suara teriakan cempreng dari kejauhan yang Dara yakini itu pasti ulah temannya. Wanita itu dengan hebohnya berjalan menghampiri dirinya sambil menenteng dua kresek dikedua tangan.

Tari tercengang melihat sosok pria dihadapannya dengan mata melebar dan alis terangkat ia masih membeku, tubuhnya seperti patung.

Tari terpesona oleh ketampanannya.

"Masyaalloh calon suami gue ganteng banget. Ngimpi apa gue semalem ketemu laki yang aduhai." ucap Tari yang masih terlena atas ketampanan Harsa. Pria itu hanya menatap dengan datar bahkan menurut Dara, Harsa tidak suka dengan wanita modelan seperti Tari.

Sadar akan respon yang di berikan lelaki itu, Tari menatapnya dengan sebal. Padahal ia ingin melihatnya tersenyum. "Ceilah. Mas senyum dikit ngapa! Serem banget. Dede kan jadi atutt." ujarnya sambil memanyunkan bibir. Dara yang melihatnya pun jijik, perutnya bergejolak ingin memuntahkan di muka Tari.

Tanpa diduga pria itu mengatakan kalimat yang mampu membuat siapapun orang pasti sakit hati. "Saya tidak suka kamu. Dan satu lagi saya bukan calon suami kamu!"

Tari berkacak pinggang. "Mas, saya cantik lo, Irene aja kalah cantiknya sama saya! Mas yakin nolak saya?!"

Dara tertawa pelan sambil memperhatikan mereka. Ia merasa seperti nonton drama sekarang.

"Sangat yakin. Saya lebih suka sama teman kamu, Dara." jawabnya.

Pundaknya melemas, Tari memegang dadanya dengan ekspresi wajah dibuat sedih. "Potek hati dedek mas."

Dara tak henti-henti tertawa disamping Tari setelah itu ia menghentikan tawanya kala melihat Tari yang menatap tajam seakan menanyakan ada hubungan apa dengan pria ini.

"Apa lo? Ngeliatin nya gitu amat."

"Pulang dari sini lo harus cerita!"

Dara mendesah lalu mengangguk pelan. Ia harus bersiap mencari jawaban yang akan Tari tanyakan kepadanya.

"Ekhem"

Suara itu membuat atensi Tari teralihkan, dia menatap pria itu masih dengan senyum genit sedangkan Dara hanya menatapnya datar.

"Saya pergi dulu. Kamu pulang naik apa? Atau saya antar saja?" tanya Harsa pada Dara.

"Saya pulang sama teman saya saja, pak." Harsa tersenyum tipis lalu mengangguk.

"Disini masih ada orang loh. Bisa-bisanya gue ngeliat ke-uwuan kalian!"

Siapapun tolong bawa Tari! Dilempar ke sungai Amazon juga gak papa Dara ikhlas lahir batin. Serius.

"Dara..."

Dara menaikkan alis menatap Harsa. "Iya pak?"

"Kamu harus hati-hati dekat teman kamu ini," ujar Harsa seraya menunjuk pada Tari. "...Dia sedikit gila." lanjutnya.

••••

TBC

Sebelumnya maaf ya:( aku baru up sekarang, entah kenapa tiba² gk mood nulis. Banyak tugas dan kegiatan lain yg gak bisa aku tinggalin😫

Aku usahain untuk tetap update

Makasih yg udh nungguin.

Siapapun kalian yg baca cerita ini, aku harap kalian suka. Dan yg silent reader, gpp gk vote juga. Yg penting kalian menikmati setiap part😊

Saranghae❤️

See u.

Hi, My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang