HMH || Part 17

1.3K 95 6
                                    


Dara tidak bisa menghindar lagi. Pria itu telah mengetahui keberadaannya. Mau tak mau Dara harus menemuinya. Ia belum mandi, dengan pakaian yang dipinjam Tari kemarin, tanpa mengganti lagi. Menyambar kerudung bergo yang tergeletak di karpet bulu. Sebelum membuka pintu, Dara masih sempat-sempatnya membereskan kost-an Tari. Sementara dari luar, seseorang sedang gelisah menunggu pintu itu terbuka.

"Buka cepat! Atau saya dobrak?!"

Dara berkacak pinggang sambil memandang pintu dengan kesal. Selain suka bertindak semaunya, sisi lain dari Harsa yaitu tidak sabaran.

"Iya sebentar!" Setelah Dara membuka pintu, pemandangan yang terlihat adalah sorot mata Harsa yang penuh dengan kehawatiran. Pria itu cukup lama memandanginya.

Harsa mulai maju mendekati dirinya. Tampak dari gelagatnya ia akan memeluk dirinya. Namun, Dara cepat melangkah mundur, menjaga jarak lebih jauh.

"Mau apa Bapak datang ke sini?"

"Saya ingin menyelesaikan masalah diantara kita."

Melipat tangan di depan dada, Dara memberanikan diri untuk menatap lawan bicaranya. "Saya rasa masalah kita sudah selesai. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi."

Raut wajah Harsa terlihat muram setelah mendengar perkataan Dara. Sorot matanya sendu. Pria itu sepertinya tidak tertidur semalaman.

"Jangan seperti anak kecil yang kabur begitu saja dari masalah. Tanpa mau menyelesaikannya. Kemarin kamu belum mendengar penjelasan saya, kamu langsung pergi begitu saja."

Dara tidak membalas perkataan Harsa. Ia diam memperhatikan pria itu tanpa minat sama sekali.

"Semalam saya mencari keberadaanmu."

"Saya nggak nyuruh Bapak buat nyari saya."

"Betul apa yang kamu bilang. Enggak ada yang nyuruh, saya melakukan itu murni karena keinginan saya sendiri. Saya sangat khawatir kamu pergi seorang diri dalam kondisi hujan deras. Lelaki mana yang tidak khawatir saat wanitanya tidak sampai pulang ke rumah. Saya benar-benar takut kamu terjadi apa-apa."

"Bapak bisa lihat sendiri saya tidak apa-apa."

Harsa mengembuskan napas panjang. Ia menatap Dara teduh. Menghadapi wanita yang sedang marah cukup menguras energinya. Jika wanita lain hanya perlu membelikan barang kesukaannya untuk mereda emosi. Kali ini tidak berlaku bagi Dara, wanita ini sangat berbeda sehingga Harsa sulit untuk dimengerti.

"Pulang ya. Semua orang di rumah menunggu kamu. Kita selesaikan di rumah."

••••

Harsa berbicara bahwa Dewi sempat pingsan ketika ia tidak kembali pulang. Mendengar itu Dara jadi sangat khawatir terhadap kondisi ibunya. Takut terjadi sesuatu lantas Dara pergi dengan Harsa. Melupakan masalah tadi, ia tidak perduli bahwa saat ini ia masih kesal pada pria itu. Tapi yang terpenting sekarang adalah keluarganya.

Sebelum berangkat Dara menyempatkan untuk menitipkan kunci kost-an kepada kamar sebelah yang merupakan teman Tari juga. Dara juga sudah mengabari Tari terlebih dahulu ia akan pulang.

Sesampai di rumah, semua orang berkumpul di ruang keluarga, di sana ada Sari–– ibunya Harsa. Mereka seperti betul-betul menunggu kehadiran Dara. Terbukti saat Dari dan Harsa menghampiri, semua langsung berdiri dan menatap terkejut, tapi setelah itu senyum merekah terlukis di wajah. Dewi langsung memeluk Dara erat, tak lupa dengan tangis dari Dewi yang membuat dadanya sedikit sakit. Dara menyesali perbuatannya yang tiba-tiba kabur dari rumah tanpa mempedulikan orangtuanya.

"Maafin mamah, ya." Dara menggelengkan kepala. Masih berpelukan ia mengusap punggung Dewi lembut. Setelah dirasa tenang Dara mengendurkan pelukan. Saling menatap satu sama lain. Dara menghapuskan sisa-sisa bulir dipeluk mata Dewi.

Hi, My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang