HMH || Part 12

1.3K 92 15
                                    

Sudah satu bulan Dara menganggur  tidak ada kegiatan lain selain bersih-bersih dan nge-drakor. Lamaran yang tempo dulu disimpan di beberapa tempat perusahaan belum ada tanda-tanda Dara dipanggil atau dihubungi oleh HRD. Biasanya Dara denger-denger cerita orang lain, prosesnya hanya sekitar dua mingguan. Termasuk cepat sekali, mungkin Dara belum rezekinya untuk kerja dalam waktu dekat ini.

Dua hari lalu, Dara dapat kabar bagus dari Tari dia diterima di perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor.
Dara cukup senang mendengarnya. Tapi disatu sisi ia juga merasa iri pada Tari yang sudah mendapatkan pekerjaan. Dalam hati kecil Dara selalu berkata 'kok bisa ya orang lain bisa dapat kerja secepat itu?'

Pengin coba lagi nyari kerjaan tapi rasa malas malah menggerogoti tubuhnya. Mungkin karena tidak ada niat yang serius dan sungguh-sungguh Dara jadi lama dapat kerjaan.

"Ngelamun mulu. Tuh, handphone kamu dari tadi bunyi terus." Dewi duduk di kursi meja makan di samping Dara. Dari tadi Dara tengah asik melamun sampai bunyi panggilan dari seseorang tidak ia dengar. Ia melirik dan melihat nama Ranti yang tertera dilayar handphone.

"Mampus! Ibu Negara pasti ngamuk inih." Dara menepuk jidatnya setelah melihat beberapa panggilan yang tidak terjawab. Ranti meminta Dara untuk datang ke rumah. Karena suaminya sedang di luar kota mengurus bisnis yang sedang bermasalah. Anaknya di bawa oleh mertua jalan-jalan jadi di rumah tidak ada orang maka dari itu Ranti mengajak Dara untuk menemaninya.

"Kamu mau kemana? Ke rumah Ranti?" tanya Dewi yang sedang mengupas mangga. Dewi tahu panggilan Dara ke Ranti itu 'Ibu Negara' jadi Dewi sudah tahu yang tadi nelpon terus itu siapa.

"Iya, Mah. Minta ditemenin, di rumahnya nggak ada siapa-siapa."

"Nginep apa enggak?"

"Nggak tahu. Liat nanti aja. Yaudah Mah, aku berangkat ya." pamit Dara lalu mencium punggung tangan Dewi.  Saat menyalakan motor tiba-tiba Dewi berteriak dari dalam dengan berjalan tergopoh-gopoh sambil menenteng kantong plastik yang berisikan buah mangga.

"Ini buat Ranti. Bilangin salam dari Mamah, maaf gituh ngasih buahnya sedikit." pesan Dewi. Dara pun mengangguk dan mengaitkan kresek itu di motor. Kira-kira ini sekitar 4 kilo. Di belakang rumah pohon mangga sedang berbuah lebat. Semua tetangga sudah dikasih tinggal sisa beberapa saja karena sudah banyak dibagi.

"Woke siap. Nanti dibilangin, yaudah Dara berangkat. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

••••


Setelah menempuh perjalanan menuju rumah Ranti. Akhirnya Dara sampai tepat di depan gerbang. Biasanya ada satpam yang menjaganya dan selalu siapa siaga membuka gerbang jika ada yang masuk. Tapi orang itu tidak ada, jadi Dara sendiri yang harus membukakan gerbang itu.

"Aduh, Neng. Maaf pisan jadi Eneng yang harus bukain gerbangnya." ucap seorang pria paruh baya dengan ekspresi wajah yang merasa bersalah. Dia tiba-tiba berdiri di samping Dara, awalnya ia sempat terkejut namun melihat siapa yang datang ia tersenyum. 

"Aduh Akang ngagetin aja. Santai, kayak ke siapa aja." balas Dara. Pak Asep tersenyum malu ketika Dara memanggilnya dengan sebutan 'Akang'.  Pak Asep ini sudah lama kerja dengan suami Ranti. Setelah menikah, Dara sering mengunjungi rumah Ranti ini. Tidak heran jika ia bisa seakrab ini dengan Pak Asep dan kadang-kadang sering juga bercanda.

"Eneng pasti mau ketemu Teh Ranti, ya? Sok atuh masuk, udah ditungguin."

"Iyalah, emang mau ketemu siapa lagi? Yaudah Eneng pamit masuk ke dalam, ya." Pak Asep menanggapi dengan tersenyum ramah.

Hi, My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang