HMH || Part 13

1.3K 95 6
                                        

"Terus jawaban lo gimana? Lamarannya diterima apa enggak?" tanya Ranti. Dara menghela napas lalu menggeleng pelan. Selama ini masih belum ada jawaban yang Dara berikan. Memikirkan saja sudah membuat kepalanya hampir meledak, bahkan seringkali ia merasakan pusing akibat terlalu banyak yang ia pikirkan.

"Gue bingung, Ran."

"Kasian amat tu cowok nungguin jawaban dari lo." celetuk Ranti yang malah membuat Dara merasa bersalah kepada Harsa.

Perkataan Ranti ada benarnya juga, ia malah selalu meminta waktu terus tanpa memikirkan pria itu. Dengan memberikan ketidakpastian yang ia akui itu memang kenyataannya.

"Ah elah. Gue ngerasa berdosa banget. Kalau gue boleh jujur nih. Pak Harsa sering banget nge-chat gue. Kalau nggak penting-penting amat kadang suka dibaca aja. Nelpon juga bisa itungan jari gue angkat."

"Serius?! Lo jahat banget ish." Mata Ranti membulat sempurna dia tak segan menggeplak lengan Dara sampai berbunyi keras, bahkan ia hampir terhuyung ke samping.

Dara hanya diam. Biasanya ia bakal menyerang balik, namun kali ini ia tak berani melihat raut wajah Ranti yang sedang mode galak.

"Ini bukan Dara yang gue kenal. Jangan karena lo habis diputusin sikap lo jadi kayak gini. Gue tau lo masih takut memulai hubungan baru.  Seenggaknya lo jangan jadi orang yang tertutup, dicoba dulu sama yang sekarang. Biar lo tahu nggak semua cowok sama kayak si Arya bangsat."

Dara menunduk, mencoba menahan untuk tidak menangis. Perkataan Ranti mampu menyadarkan Dara. "Terus gue harus gimana, Ran? Sementara orang tua gue nyerahin semua ke gue." Dara berkata dengan suara serak.

"Kalau gue jadi lo, mungkin gue langsung terima. Karena kesempatan kek gini nggak datang dua kali."

Dara mendengkus tak suka mendengar saran dari Ranti yang menurut Dara tidak membantu untuk masalah ini. "Masa iya gue langsung terima gitu aja."

Ranti memutar bola mata lalu mengembuskan napas berat. Dia jadi kesal sendiri, padahal tadi Dara sendiri yang meminta pendapat dirinya. "Ya, terus lo mau gimana lagi, Dara? Terlalu banyak mikir sih lo. Jadi perawan tua baru tau rasa!"

"Coy, coy, amit-amit. Lo ngomong nyablak banget!" ujar Dara sambil mengetuk kepala beberapakali.

Suara ketukan pintu membuat keduanya menghentikan obrolan mereka. Bibi masuk membawakan jus setelah itu dia mengatakan bahwa ada seorang pria di depan yang ingin bertemu dengan Dara.

"Bibi tau nggak namanya?" tanya Dara.

"Emm ... Kalau nggak salah namanya Pak Harsa." jawabnya.

Sontak keduanya saling menatap, Dara yang masih tidak percaya bahwa pria itu menghampiri dirinya. Sementara Ranti sudah senyum-senyum sendiri. Yang malah di sini kelihatan Ranti yang terlihat bahagia.

•••

Suasana hening di dalam mobil. Dara duduk dengan kaku, tangannya tak pernah diam bergerak memainkan kerudung pashmina. Sementara Harsa terlihat santai dan tenang mengemudi mobil. Meskipun sudah pernah semobil dengan Harsa, tetap saja ia merasa gugup. Pria itu tidak tahu bahwa sedari tadi detak jantungnya berdegup kencang untungnya tidak terdengar olehnya, bisa malu.

Dara mengerutkan kening tatkala ia menyadari bahwa ini bukan jalan ke arah rumahnya. Perasaan was-was kini menghatui pikirannya. Dara melirik ke samping lewat ekor matanya. Harsa menyadari bahwa dari tadi Dara selalu melirik, ketika pandangannya bertemu wanita itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Kita mau ke mana, Pak?" tanya Dara. Sudut bibir Harsa terangkat. Akhirnya wanita itu bersuara juga. Setelah tadi Harsa menunggu wanita itu bertanya duluan kepadanya.

Hi, My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang