Pagi hari Dara sudah dibikin kesal oleh ponakannya yang pengen ikut ke mall nanti siang. Matahari belum naik, tapi anak kecil itu udah rusuh duluan."Pokoknya Eca mau ikut ke mall!"
"Gak. Ateu cuma sebentar, lagian ke sana juga bukan buat main. Ateu mau beli baju terus pulang lagi." Jelas Dara pada Eca. Anak kecil itu menekuk wajahnya cemberut.
Bukan tanpa sebab Dara melarang Eca untuk ikut dengannya. Anak kecil itu pasti akan mampir ke beberapa toko mainan dan tentu Dara juga yang harus membayar semuanya. Uang Dara tidak sebanyak dulu, apalagi sekarang ia harus hemat.
"MAU IKUT! TITIK GAK PAKE KOMA!"
"Sekali enggak tetep enggak."
Dara menghembus nafas berat kala melihat Eca mengeluarkan jurus andalannya–– menangis. Bola matanya berkaca-kaca, Dara yakin sebentar lagi tangisannya akan menggelegar.
Detik berikutnya, usaha Eca tidak jadi sebab penyelamatnya sudah datang menghampiri dirinya. Indra datang dan menatap Dara tajam, seolah dia yang paling tersalahkan. Dara memutar bola mata, sudah dipastikan Indra akan membela Eca dan menuruti semua keinginannya.
"Kenapa lagi ini Cucu Kakek. Pagi-pagi kok udah nangis aja?" Indra berjongkok lalu menangkup kedua pipi Eca. Eca semakin deras mengeluarkan air mata agar mendapatkan simpati dari Kakek tersayangnya.
"E-eca pe-pengen ikut Ateu pergi ke mall. Tapi malah dilarang."
Indra mengangguk pelan. "Yaudah Eca boleh ikut." Dengan cepat Eca menghapus air matanya, senyum merekah terukis diwajahnya. Namun, wajahnya kembali cemberut kala melirik kearah Dara yang kini menatapnya datar.
"Tapi Ateu?"
"Udah nggak papa nanti Kakek yang bilang."
"Nanti kalau Eca dimarahin gimana? Tuh liat muka Ateu serem banget, kayak mau makan Eca." Ujar Eca dengan menunjukan jari telunjuknya kearah Dara.
Sekilas Indra menengok dengan tatapan dingin. "Nanti Kakek marahin balik."
Yassalam! Tolong tabahkan hati hamba, beri Dara kesabaran menghadapi bocah gemblung ini.
"Eca gak asik! Main ngadu!" Dara cemberut. Perkataan Ayahnya tidak bisa diganggu gugat. Siap-siap saja dompetnya semakin menipis.
Eca menjulurkan lidahnya, mengejek.
"Biarin, wleek!""Udah jangan berantem. Dara jangan lupa ajak Eca pergi ke mall."
Dara mengangguk pelan dengan senyum tipis.
••••
Di tempat toko baju Dara tengah melihat deretan baju gamis yang nanti akan dipakai ke pesta pernikahan Arya. Sejujurnya Dara baru pertama kali memakai gamis ke acara seperti ini nanti, biasanya ia menggunakan dress tanpa lengan. Sangat jarang sekali Dara memakai jilbab, hanya ke acara tertentu saja yang mengharuskan Dara memakai jilbab seperti saat lebaran dan pertemuan dengan keluarga.
Entah kenapa ia ingin sekali merubah perilakunya ini menjadi lebih baik dari sebelumnya begitupun dengan penampilannya. Dara sedikit meringis mengingat masa lalu yang sangat jauh dari-Nya, ia sangat malu pasalnya baru sekarang ini ia memikirkan untuk mulai berhijrah. Hidayah datang setelah kejadian ia diputuskan oleh kekasihnya dan pada saat itu ia menjadi rajin sholat lima waktu, yang tadinya ia hanya sholat magrib dan isya saja itupun kalau disuruh sama ibunya. Menurutnya tidak ada kata terlambat untuk memulai menjadi manusia yang lebih baik lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, My Husband!
ChickLitApa jadinya jika seorang pria tiba-tiba datang dan mengajaknya untuk menikah? Bahkan ia sama sekali tidak mengenali pria itu. Semua cerita tersebut sama persis yang tengah dialami oleh Adara Indraswari. Dara tak menyangka jika pertemuannya dengan Ha...