BAB 3. The Living Myth

10K 1.4K 495
                                    

"Bar, mau ke Belario nggak? Nitip yuzu, ya."

Selesai mengirim pesan pada sahabatnya, Trisha memijit kepalanya. Sejak pagi, Dion mencercanya dengan berbagai revisi hingga Trisha pusing.

"Astaga Tuhan! Makan, Mik!" Suara Bastian membuat Trisha menoleh.

Mika, gadis itu bergeming. Sejak memasuki Belario untuk makan siang, perhatiannya tidak lepas dari layar gawai. Trisha mendengkus kecil saat Mika tertawa-tertawa sendiri. Tentu saja dia sedang berbalas pesan dengan lelaki yang ia kenal lewat Madam Rose, siapa lagi?

Nora menyenggol Mika, yang terkejut dan menatap mereka dengan bingung.

"Makan!" geram Bastian. "Gue banting ponsel lo kalau nggak makan! Bodo amat sama gebetan!"

Mika meliriknya galak, namun mematuhi Bastian meskipun salah satu tangannya tetap memegang gawai.

"Januar-siapa?" Sherly mengintip gawai Mika.

"Oh, calon." Mika kembali meletakkan makan siangnya hingga hidung Bastian mengembang. "Gue bersyukur banget. Sekalinya nyoba di MR, dapat cowok modelan Januar. Bahasanya kalem, sopan, pokoknya idaman gue banget! Lo tahu Sher--UHUK!"

"Makan!" omel Bastian yang baru saja menyumpal mulut Mika dengan sesendok besar spagetti bolognise.

"Lo--mau bunuh gue--" Dengan mata berair, Mika mengambil minumannya.

"Sambil makan kenapa, sih?" Bastian menukas. "Lo mau ngadepin Mas Vampir pakai perut kosong?"

Mika mencebik, namun akhirnya mematuhi Bastian. Sementara Trisha sudah anteng dengan nasi goreng seafood sambil mendengarkan percakapan teman-temannya.

"Yakin itu aman?" Bastian melirik Mika.

Mika mengangguk. "Data kita dipegang adminnya dulu, dan kita cuma chating-chating aja sama si cowok ini. Kalau dirasa klik, baru bisa mengatur komunikasi yang lebih intens. Ada voucher dinner juga. Kalau gue dapat itu, gue mau nyoba dinner di Meraki, deh. Gue pernah ke sana, dan gue suka. Makanannya enak, dan suasananya elegan. Cocok buat first date."

"Masa dinner di Meraki kudu nunggu voucher?" sahut Bastian.

"Lo ngerti yang namanya membangun chemistry nggak sih, Bas? It makes us special, tahu! Pokoknya doain gue sama Januar."

Trisha mengamati wajah Mika yang begitu berbinar. "Lo serius Mik?"

"Awalnya buat ngusir jenuh aja sih, Sa. Tapi ternyata asik juga. Lo pernah nggak, ketemu orang yang awalnya cuma kenalan main-main, tapi ternyata lo ngerasa klik? Itu yang gue rasain sama Januar. Kayak ada bisikan kalau he is the one, gitu Sa. Perlu dieksplor lebih jauh daripada cuma sekedar kenalan. Dan gue rasa, kenapa nggak? I am 27, udah saatnya gue mikirin jodoh dengan serius."

Bastian melotot ketika Trisha hendak mencecar lagi. Gadis itu menurut dengan cemberut.

"Jadi Sa." Mika menatap Trisha dengan cengiran lebar. "Nggak mau nyoba?"

"Ngapain? Kan Mbak Sasa udah ada Mas Barra," celetuk Sherly tiba-tiba.

"Lho, emang sama Barra? Nggak, kan?" Nora mengerutkan kening.

"Ouch!" Bastian meringis. "Ada yang remuk tapi bukan mi kremes."

"Ha? Kenapa Barra dibawa-bawa?" tanya Trisha bingung.

"Ng-yah, aku kira..." Sherly berdeham salah tingkah. "Ya karena menurutku, cowok cewek sahabatan itu cuma mitos."

Bastian meninju bahu Trisha sambil nyengir jahil. "Lo dengar? Mi-tos."

Sweet Surrender (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang