"Morning, Ramika Sarasvati!"
Tapi Mika tidak menoleh. Gadis itu sibuk dengan gawainya sambil sesekali tertawa. Sepertinya, kencan kemarin berjalan lancar.
Ruangan lengang karena baru diisi mereka berdua. Gadis yang pagi ini mengenakan blus kuning bermotif floral itu mulai membuka-buka cerita milik Athena.
"Astaga!" Mika memekik. "Kapan datang, Sa?"
Trisha memutar bola mata. Mika nyengir lebar. "Jadi gimana? Sukses kenalannya?"
"Gue belum nyoba," jawab Trisha jujur.
"Nggak ada yang match?" Mika mengerutkan kening. "Aneh. Lo oke, kok."
"Oh jelas! Kolaborasi antara Bapak Guntur dan Ibu Juni emang memesona, sih." Trisha menyibakkan rambutnya.
"Terus masalahnya di mana?" tuntut Mika. "Pasti ada satu dua yang nyantol, dong."
Trisha mengangkat bahu. "Gue nggak bisa."
"Hm, apa ada hubungannya sama kemeja yang lo beli tempo hari?"
Trisha tidak menjawab, yang membuat mata Mika membulat. "Jangan-jangan--ada ikan yang udah ketangkep duluan?"
"Ikan?" Trisha terkekeh geli, namun Mika justru menjentikkan jari.
"Sudah gue duga! Siapa? Gue kenal?"
"Apa sih?" Trisha tertawa.
Cengiran Mika melebar. "Baguslah! Biar nggak digosipin sama Barra terus. Kasihan lho, pengagum-pengagum rahasia yang harus minder setiap kali lihat Barra. Spill deh, Sa. Siapa ikannya? Anak Renjana juga?"
"Jangan ganggu gue. Baru menunaikkan titah Mas Vampir, ini."
Mika mencibir, namun seringai lebar terpampang setelahnya. "Terus aja gitu, Sa. Gampang, sih. Kalau nanti di nikahan Verra yang lo ajak bukan Barra, berarti itu dia."
Mika kembali ke sudut ruangan, meninggalkan Trisha yang terpaku oleh omongan gadis itu.
Benar juga. Dia mengajak Barra ke pesta pernikahan Verra padahal saat ini, dia bersama Prima. Sebagai atasan Verra, Prima sudah pasti ada di sana. Perutnya langsung melilit sakit.
Oh, umur panjang. Prima baru saja mengirimkan pesan.
"Bisa ke dapur sebentar?"
"Ada apa, Mas?"
"Wanna see you."
"Itu alasan pertama.
Yang kedua, suka salad buah?"Prima mengirimkan foto salad buah yang disandingkan dengan secangkir kopi dan sebuah sticky notes yang bertuliskan: morning, Trisha. Tidakkah dia manis? Trisha melirik Mika yang sudah kembali sibuk dengan gawainya, lalu melenggang keluar. Aroma kopi memenuhi pantry ketika ia masuk. Prima mendongak dari gawai, lalu tersenyum.
"Pagi," ucapnya sembari menyimpan gawainya ke dalam saku. "Kopi?"
"Thank you. Mas Prima berangkat pagi banget."
"Saya memang biasa berangkat jam segini, Sa," ucapnya ringan. "Kamu aja yang kurang memperhatikan. Nggak seperti saya yang bahkan hapal jadwal makan siang kamu."
Trisha menyibukkan diri dengan kopi ketika tidak tahu lagi harus berkata apa.
"Gimana progres Athena?" Prima kembali membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Surrender (PUBLISHED)
Chick-LitNamanya Barra. Jangankan hangat bak bara api, sahabat Trisha ini adalah manusia sekaku batu arca. Tapi toh Trisha tidak peduli. Sebab selama bertahun-tahun, Barra adalah tempat ternyaman Trisha. Hingga satu persatu hal datang mengusik, dan menyadar...