"Gue baca dulu. Sa, pastikan kamu dapat feel-nya." Dion memegang dadanya dengan serius. "Soul ceritanya. Paham?"
"Iya, Mas Vam--Dion."
"Bagus. Pokoknya saya mau apa pun konsep yang kamu susun, Prima juga tahu. Seperti biasa, elemen juga penting buat menyelaraskan tema iklannya nanti. Prim, fix pakai motion graphic, ya."
"Oke."
"Good. Sa, saya tunggu draft kasarnya besok pagi."
"What?"
"You hear me, Sa. Off guys," ucap Dion sebelum melangkah keluar.
"Dia cuma ingin yang terbaik," ujar Prima menenangkan. "Ini kesempatan besar. Begitu publik tahu bahwa MediaRenjana akan menerbitkan buku Athena, gelombang euforia itu pasti bakal besar. Tapi saya bisa bantu kamu kalau dibutuhkan. Mari kita saling bantu saja."
"Hm, toh akhirnya kita nanti pasti sering ngobrol," ucap Trisha. "Mas Dion juga pasti kepingin strategi marketingnya lain daripada yang lain."
"Banyak PR, ya." Prima nyengir lebar.
"Begitulah." Trisha terkekeh. "Aku duluan, Mas."
"Sa?"
Trisha yang hendak membuka pintu, menoleh. "Ya?"
Prima tampak menimbang-nimbang. "Cowok yang kemarin itu, pacarmu?"
"Cowok yang kema--oh..." Trisha tersenyum simpul dan menggeleng. "Teman."
Prima manggut-manggut sebelum membiarkan Trisha pergi lebih dulu.
Trisha keluar, dengan sebuah tekad bahwa dia harus mengganti kemeja Prima. Serius, lelaki itu tidak tahu atau memang terlalu santai? Atau Prima memang sengaja menyiksa Trisha dengan mengintimidasinya secara emosional? Bisa-bisanya dia berkeliaran di sekitar Trisha dengan memakai kemeja bekas noda kopi!
"Sasa!"
Mika menyambanginya dengan wajah berbinar. "Sa, nanti temenin gue belanja, yuk?"
"Belanja apa?"
"Gue mau dating malam ini," jawabnya tersipu. "Ya ya? Temenin gue, ya?"
"Iya deh." Toh, dia juga bisa sekalian mencari kemeja untuk Prima. "Tapi jangan malam-malam. Gue harus balik sebelum jam tujuh."
Dan benar saja, Mika mengajaknya pergi mencari kemeja setelah jam pulang kantor.
Mereka memasuki gerai sepatu, dan Mika langsung sibuk menjajal beberapa sepatu. Sementara Trisha melihat-lihat dengan setengah hati.
"Nggak beli, Sa?" tanya Mika yang membawa dua buah kantong belanja.
Trisha menggeleng. "Mau beli semuanya?"
"Yep" sahutnya ceria. "Ini tatap muka pertama kami. Impresi pertama dari gue harus sempurna."
Trisha meninggalkan Mika yang sedang sibuk, lalu pergi mencari kemeja. Dia ingin membelikan satu kemeja berwarna putih, serta satu kemeja lagi sebagai tanda permintaan maaf. Dia sering mencari kemeja untuk Barra hingga hapal ukuran sampai selera kemeja yang disukai lelaki itu. Tapi, selera Prima belum tentu sama.
Gadis itu sedang memilih-milih ketika Mika mencolek bahunya. "Mau beli sekalian buat Barra?"
"Bukan."
"Oh, lalu?" tanyanya. "Papamu?"
"Ra-ha-si-a."
Senyum Mika merekah. "Wow! Wah! Gue jadi penasaran. Udah nemu yang klik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Surrender (PUBLISHED)
Chick-LitNamanya Barra. Jangankan hangat bak bara api, sahabat Trisha ini adalah manusia sekaku batu arca. Tapi toh Trisha tidak peduli. Sebab selama bertahun-tahun, Barra adalah tempat ternyaman Trisha. Hingga satu persatu hal datang mengusik, dan menyadar...